Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 14 September 2013

Renungan Sabtu, 14 September 2013

Menyukakan Hati Allah

…karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita
(1 Tesalonika 2:4).

Baca: 1 Tesalonika 2:1-8


Dalam banyak tradisi, pada umumnya seorang anak selalu diajar oleh orang tua agar bersikap manis dan berperangai baik kepada orang lain terlebih kepada tamu.

Berbeda dengan kebiasaan di atas, Paulus sebagai seorang rasul mengajak jemaat di Tesalonika untuk belajar menyukakan hati Allah dan bukan menyukakan hati manusia.

Sikap rasul Paulus tersebut justru sering bertentangan dengan pola pikir dan pola asuh orangtua, agar anak-anak mereka belajar “menyenangkan hati” orang lain apapun caranya.

Pola asuh yang terarah kepada “menyenangkan hati manusia” hanya akan mendorong anak-anak untuk mudah kompromi atau menerapkan filosofi “harmonisasi”; sehingga mereka tidak berani menyatakan prinsip dan nilai-nilai kehidupan yang seharusnya. Tak jarang sikap yang cenderung “menyenangkan hati manusia” akan mendorong mereka menjadi pribadi yang suka menjilat.

Dalam konteks ini para penjilat pada umumnya tidak segan untuk menjual nilai kebenaran, kesetiaan dan kesucian hidup untuk hal-hal yang sifatnya duniawi.

Orangtua yang berkarakter dan setia kepada imannya senantiasa mendidik anak-anak mereka untuk memprioritaskan Allah dengan segenap hatinya. Allah dan firman-Nya dijadikan tolok ukur satu-satunya dalam mengambil keputusan etis-moral, bahkan keputusan iman. Dengan demikian pemikiran dan keinginan manusia selalu ditempatkan di bawah otoritas firman Allah. Apabila ternyata pikiran, maksud, dan filosofi dari manusia atau dunia ini bertentangan dengan kehendak Allah, maka dia mampu menolaknya.

-Pdt. Ifer Fr. Sirima-

Sikap “menyukakan hati Allah” tidak pernah memberi tempat pada segala tindakan
yang tidak etis, amoral dan asosial.

Jumat, 13 September 2013

Renungan hari Jumat, 13 September 2013

Sinar yang Menjatuhkan

Dalam perjalanannya ke Damsyik ,ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia
(Kisah Para Rasul 9:3).

Baca: Kisah Para Rasul 9:1-6

Bila seseorang disambar petir, kecil kemungkinan orang itu selamat. Badannya terbakar dan tidak berdaya. Sebelum peristiwa itu terjadi, orang akan melihat lebih dulu kilatan cahaya yang turun dari langit dengan cepat. Bisa melihat cahaya, tapi setelah itu binasa.

Saulus melihat cahaya turun dari langit, namun tidak binasa. Ia rebah dan buta selama tiga hari (Kisah Para Rasul 9:9). Inilah yang membedakan peristiwa biasa dari yang tidak biasa.

Tuhan memakai cara menjatuhkan untuk membangun. Disambar petir membuat orang jatuh dan tewas, tapi untuk Saulus dijatuhkan Tuhan itu perlu untuk membuatnya bertobat dari kekejamannya.

Sinar yang menjatuhkan kadang dibuat Tuhan agar orang sadar akan dosa-dosanya dan karena Tuhan mau memakai orang itu. Tuhan bisa memakai penyakit, musibah, masalah sebagai “sinar yang menjatuhkan“.

Tujuan hidup bisa tiba-tiba berubah karena Tuhan. Mendekati kota Damsyik Saulus jatuh karena sinar dari Tuhan. Jangan kecewa bila perjalanan hidup Anda dihentikan oleh “sinar yang menjatuhkan”. Tuhan tidak berniat mencelakakan, tetapi perjalanan hidup kita mau diubah agar bersinar bagi Dia setelah peristiwa itu.

Untuk bisa bersinar bagi Dia, maka harus dikelilingi sinar. Sinar dari langit bukan cuma sebagian tapi mengelilingi Saulus (ayat 3). Ia tidak bisa lari dari sinar itu karena terkurung rapat. Tuhan mau kalau kita bersinar bagi-Nya harus membiarkan sinar dari langit itu memenuhi hidup kita lebih dulu.
Sambutlah sinar dari Tuhan yang membuat kita makin bersinar.

-Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.-

Sinar yang menjatuhkan dari Tuhan adalah sinar yang mengubah hidup kita agar bersinar bagi Dia.

Kamis, 12 September 2013

Renungan Hari Kamis, 12 September 2013

Ratapan juga Kesaksian
Baca: 2 Timotius 4:1–8
Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya…
(2 Timotius 4:2)

Dalam banyak peristiwa kita sering mempertanyakan
‘mengapa saya?’,
 ‘mengapa ini terjadi di saat seperti ini?’,
 ‘mengapa Tuhan membiarkan hal ini terjadi?’,
 ‘mengapa kesusahan datang beruntun?’,
yang semuanya itu menandakan bahwa kita tidak menginginkan peristiwa-peristiwa itu terjadi. Mungkin itu adalah saat-saat ketika kita mengalami kesulitan, kehilangan orang-orang terkasih, dan sebagainya.

Pertanyaan-pertanyaan itu sesungguhnya adalah ratapan sesak dan sedih kita. Di saat-saat seperti ini, mampukah kita bertahan sebagai anak-anak Tuhan, yang tetap setia bersaksi bagi-Nya? Bagaimana kita melihat dan menghadapi sebuah kesulitan dan kesusahan sesungguhnya dapat menjadi ‘barometer’ bagi kesediaan kita untuk bersaksi.

Suatu ketika seorang anggota jemaat mengalami kedukaan mendalam karena anak satu-satunya meninggal. Dengan kesedihan yang memilukan ia meratapi anak ini hingga usai pemakaman. Namun ungkapan imannya
terus terngiang di telinga seluruh warga kampung yang melayat, “Ooh, Puteri, kami sangat menyayangimu, tetapi Tuhan Yesus melebihi bapak dan ibumu! Tuhan Yesuslah yang merawat dan menggendongmu. Besar
kasih-Nya selama-lamanya!”

Saat- saat yang sulit dapat menghambat kita dalam bersaksi, tapi pengalaman anggota jemaat tadi membuktikan bahwa bukannya tidak mungkin tetap bersaksi dalam keadaan susah. Sesungguhnya Rasul
Paulus menyerukan kepada Timotius dan kepada kita, “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya…” (ayat 2). Bersediakah kita bersaksi di setiap waktu?

 -Ocky Sundari-

… janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita… –2 Timotius 1:8-

WE COME BACK....

akhirnya setelah sekian lama absen dari dunia blogger, SANGGAR MITRA SABDA kini kembali lagi untuk membagi berkat rohani....

semoga SANGGAR MITRA SABDA dapat menjadi berkat bagi semuanya...
selamat melayani dan Tuhan Yesus memberkati...