Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 27 Agustus 2011

Buka Mata, Buka Hati


Baca: Yohanes 9:1-41
Kata Yesus kepadanya: “Engkau bukan saja melihat Dia, tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!”
Yohanes 9:37

Mata adalah bagian tubuh yang paling pen-ting dalam hidup kita. Sayangnya terkadang kita kurang menyadarinya. Berbeda dengan orang buta yang sungguh mendambakan da­pat melihat. Menanti datangnya mukjizat.
Kita bisa belajar dari orang buta yang ber­jumpa dengan Yesus. Mata fisik yang telah terbuka, disertai niat hati untuk mengerti, telah membawanya untuk menemukan Tu­han. Sungguh berbeda dengan orang-orang Farisi yang justru menutup hati mereka ketika nyata-nyata karya Tuhan hadir di
depan mata mereka: orang buta disembuhkan. Mereka selalu mencari cara untuk menyangkali karya Tuhan. Untuk orang-orang seperti inilah Yesus berkata: “Dan supaya barangsiapa yang dapat melihat menjadi buta” (ayat 39). Kata-kata Yesus ini sungguh mengena pada orang-orang Farisi, sehingga mereka bertanya pada diri sendiri: “Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?” Menyedihkan, melihat namun buta!
Buka mata, buka hati adalah jendela menuju jalan spiritualitas untuk melihat Tuhan. Tak akan pernah kita jumpai Tuhan dalam peristiwa-peristiwa hidup, dalam perjumpaan dengan orang lain, bah­kan dalam pengalaman sesederhana apa pun, kalau mata dan hati kita tertutup oleh keyakinan diri bahwa kita tidak harus dan perlu berubah. Bagi si Buta, berkat jasmani telah mengantarnya untuk menemukan berkat rohani: berjumpa, melihat, berkata, mengalami Yesus, dan me­nyembahNya. —Pdt. Meyske S. Tungka.

Tuhan begitu dekat dan nyata pada
setiap hati yang bening.

Jumat, 26 Agustus 2011

Berkat Yang Menyilaukan


Baca: Yesaya 5:11-13
...tetapi perbuatan Tuhan tidak dipandangnya dan pekerjaan Tuhan tidak dilihatnya.
Yesaya 5:12

Ketika Kota Pompeyi di Roma digali, diketemukanlah tubuh yang menjadi mumi karena abu vulkanis dari letusan Gunung Vesuvius. Mumi itu kakinya terarah ke pintu gerbang kota, sedangkan lengan dan jari-jarinya berusaha menjangkau sebuah tas berisi mutiara. Komentar atas peristiwa itu tertulis: Walaupun kematian sudah begitu dekat dan kehidupan memanggilnya di luar pintu gerbang, ia tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh benda berharga itu. Umat Israel diingatkan Tuhan bahwa akan datang celaka bagi orang yang tidak menyadari dirinya dan terus hidup dalam mimpi yang menghancurkan.
Berkat Tuhan bukan didapat melalui mimpi. Berkat Tuhan itu nyata dan campur tangan Tuhan ada dalam setiap perjuangan hidup kita untuk mendapat yang terbaik dari Tuhan. Orang percaya yang merencanakan hidup ini tanpa Tuhan, akan selalu berada dalam mimpi yang tidak pernah terwujud.
Singkirkan yang menyilaukan dan pilihlah terang Tuhan. Tragis kematian dari mumi yang ditemukan itu. Hanya untuk sebuah tas berisi mutiara ia tidak sempat keluar dari pintu gerbang padahal kakinya sudah terarah ke pintu. Tragis juga hidup kita jika kita lebih memilih yang menyilaukan dari dunia ini daripada memilih Tuhan, sumber segala berkat dan hidup kekal.
Lihat berkat-Nya, lihat juga Tuhan-Nya. Berkat berlimpah kita harapkan tetapi Tuhan kita abaikan. Apalagi kalau berkat itu sampai menyilaukan mata kita. Hati akan terpikat dan akibatnya kaki kita akan jauh dari Tuhan dan gereja-Nya. Semoga tidak terjadi pada kita. —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Jika terang Kristus ada di dalam hati kita, maka semua yang
menyilaukan dari dunia ini akan kalah menariknya.

Kamis, 25 Agustus 2011

Bersama Allah Dan Sesama


Baca: Pengkhotbah 3:11
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktu­nya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.
Pengkotbah 3:11

Siapakah di antara kita yang belum pernah mengalami keterpurukan hidup? Setiap orang memiliki permasalahan hidupnya masing-masing. Beban hidup yang dipikul masing-masing orang berbeda-beda dan sangat relatif dalam menilai berat atau ri-ngannya beban tersebut. Mungkin bagi kita sebuah permasalahan hidup yang kita hadapi biasa-biasa saja, namun belum tentu bagi orang lain. demikian pula sebaliknya.
Pengkotbah 3:11 bak embun yang mene-tes pada saat kita berada di gurun permasalahan hidup yang membuat kita terpuruk karena keangkuhan kita yang menganggap diri mampu sendiri menanggung beban hidup ini. Ayat ini sekaligus mengingatkan kita bahwa kita tidak mampu memahami apa kehendak Allah. Sudahkah kita bertanya dan melibatkan Allah da­lam mengatasi permasalahan yang kita hadapi? Matius 7:7 dan Yohanes 16:24 mengajarkan kepada kita bagaimana melibatkan Allah dalam segala permasalahan yang kita hadapi.
Kita hidup tidak sendirian, ada banyak teman dan saudara di sekitar kita, yang juga menghadapi masalah hidupnya masing-masing. Mereka mungkin butuh topangan kita dan juga sebaliknya dapat menopang kita. Paulus meminta kita untuk bertolong-tolonganlah menanggung be­banmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus (Galatia 6:2).
Semua indah pada waktunya kalau kita mampu menyelami pekerjaan Allah, meminta-Nya untuk ada di tengah-tengah kita dan permasalahan hidup kita serta saling menopang dengan sesama kita. —Darmanto.

Ketika seseorang terperosok kedalam lumpur yang dalam,
untuk dapat keluar dari lumpur harus ada upaya yang keras
darinya dan meminta uluran tangan dari orang yang
di atas untuk mengangkatnya.

Rabu, 24 Agustus 2011

Doa Syafaat


Baca: Matius 5:45
Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik...
Matius 5:45

Pada sebuah kebaktian doa bersama kaum lansia, kami memasuki acara doa syafaat, maka setiap lansia diberi kesempatan meng-usulkan pokok doa untuk dinaikkan, ter­masuk pokok yang untuk diri mereka sendiri. Mayoritas pokok doa yang didaftarkan ada­lah: “Anak saya belum dapat kerjaan...” atau “Cucu saya akan maju ujian...” atau “Minta rematik saya disembuhkan...”
Pokok-pokok doa tersebut tidak salah, me­mang, tetapi saya mengusulkan agar di sam-ping pokok-pokok doa itu kami juga berdoa
untuk mereka yang kurang beruntung sebab belum mengenal keajaiban kuasa Tuhan, atau yang imannya kurang sehingga tidak mampu menaik­kan doanya sendiri....”
Dengan usul itu, sebenarnya saya ingin berbagi perasaan saja tentang doa ini: rasanya kita orang-orang beriman ini sudah menjadi orang-orang beriman yang egois, yang tahunya cuma berdoa untuk diri sendiri, anak cucu kita dan sanak keluarga, tetapi lupa bahwa masih banyak hal yang sesungguhnya juga memerlukan keterbukaan hati kita untuk sungguh-sungguh mendoakannya, bahkan sampai air mata kita bercucuran... oh... pernahkah itu kita alami? Mendoakan sesuatu atau seseorang yang bukan diri dan orang dekat kita, tetapi sedemikian bersungguh-sungguh sampai air mata kita ikut bercucuran karenanya?”
Allah kita menerbitkan matahari bagi kita tetapi juga bagi orang ja­hat. Allah kita berkenan mengaruniakan berkat-Nya kepada kita, tetapi juga kepada mereka yang tidak kita kenal... tinggal apakah kita mau memintakannya kepada-Nya? —Yahya Wardoyo.

Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan
syukur untuk semua orang.
—1 Timotius 2:1

Berkat Yang Terhilang


Baca: Ibrani 12:16-17
Sebab kamu tahu, bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu, ia ditolak.
Ibrani 12:17

Esau, sebagai anak sulung Ishak, menurut ketentuan Allah dalam zaman Perjanjian Lama memiliki kedudukan dan hak-hak yang istimewa, termasuk berkat-berkat khu-sus. Namun, dalam Kitab Kejadian 25:19-24 diceritakan bagaimana Esau telah menjual hak kesulungannya kepada Yakub, adiknya, demi mendapatkan “roti dan masakan ka­cang merah”. Kalau Esau melepaskan hak kesulungannya, itu berarti bahwa ia telah me-ngingkari dan juga menyepelekan hak kesu­lungannya itu, demi memuaskan kebutuh-
an atau “nafsu” badaniahnya. Akibatnya, Ishak, menjelang akhir hidup­nya, memberikan berkat kesulungan itu kepada Yakub, bukan Esau (Ke­jadian 27). Berkat yang seharusnya bagi Esau menjadi hilang dari dirinya, akibat keinginan memuaskan kepentingan sesaat, sehingga melakukan perbuatan yang mengingkari dan menyepelekan ketentuan Allah.
Keinginan untuk memuaskan kepentingan sesaat, yang biasanya hanya berorientasi kepada hal-hal lahiriah belaka, seperti uang dan kekayaan, kedudukan dan jabatan, ataupun dorongan dan naluri alamiah yang dirasa mendesak dan menggebu-gebu, sering telah menggoda kita untuk meremehkan, mengabaikan dan akhirnya melanggar ketetapan Tuhan sebagamana dinyatakan dalam hukum-hukum-Nya. Padahal, kehendak dan hukum-hukum Tuhan sebenarnya merupakan berkat yang luar biasa maknanya, bagi siapa saja yang mau memegangi dan men­jalankannya dengan penuh ketaatan dan kesungguhan. Berkat yang seharusnya disediakan bagi kita pun jadi hilang! —Pdt. Em. Sutarno.

Doa: Tuhan, Sumber dan Pemberi berkat. Jauhkanlah kami dari segala godaan kepentingan sesaat, yang membuat kami kehilangan berkat-Mu karena mengabaikan dan melanggar kehendak-Mu. Amin.

Selasa, 23 Agustus 2011

Mengandalkan Tuhan


Baca: Yeremia 17:7
Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan.
Yeremia 17:7

Hampir semua orang di dunia ini mengejar berkat dalam arti harta kekayaan, pangkat atau jabatan dan nama. Tentu saja ini tidak salah, tetapi janganlah hal itu menjadi tujuan utama dalam hidup yang sifatnya semen­tara yang istilah orang Jawa: mung mampir ngombe.
Kita melihat banyak orang yang karena tidak tercapai tujuannya dalam mencari ber­kat tersebut lalu merasa kecewa, putus asa, frustrasi, dan berakhir dengan banyak keja­hatan bahkan sampai terjadi pembunuhan atau bunuh diri. Padahal harta tidak menjamin kebahagiaan. Tepat sekali nasihat Salomo: “Janganlah bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggal­kan niatmu ini, kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap lalu terbang ke angkasa seperti rajawali” (Amsal 23:4-5). Karena itulah kita tidak usah mengandalkan harta duniawi. Kita mengandalkan Tuhan saja karena “diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan” (Yeremia 17:7).
Bagaimana dengan kehidupan kita sehari-hari, apakah sudah meng-andalkan dan menaruh harapan kepada Tuhan dalam pelayanan kepada keluarga, dalam melakukan pekerjaan, dan dalam berkomunikasi atau membangun relasi dengan sesama? Tuhan menghendaki hidup kita ini hanya mengandalkan Dia. Dan bila kita benar-benar mengandalkan Tuhan pasti Dia akan mencurahkan berkat-berkat-Nya kepada kita. Berkat itu tidak hanya berkat rohani, tetapi juga berkat jasmani, bahkan apa yang tak pernah kita pikirkan pun sudah disediakan oleh Tuhan. —Teguh Pribadi.

Doa: Ya Tuhan, mampukanlah kami menggunakan berkat yang
Kauberi untuk memuji dan memuliakan nama-Mu. Amin.