Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 07 Mei 2011

Doa Ibu Tua


Baca: Mazmur 34:16-20
Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka Tuhan mendengar....
Mazmur 34:18

Ada seorang ibu lanjut usia, orangnya pen­diam lagi pemalu, tak banyak bicara, di ka­langan jemaat gereja pun ia kurang dikenal, namanya tak pernah muncul di warta gereja. Namun, sebagai jemaat biasa yang disebut sebagai “bukan apa-apa,” tidak lalu berarti ia tidak punya “apa-apa” untuk dibicarakan.
Satu hal yang patut dibicarakan dari ibu tua ini adalah doanya. Bukan karena doanya indah menawan bak ujaran seorang sastrawan. Karena doanya ini doa pribadi, mengucapkannya pun dengan suara hampir berbisik, tak berani ia menyuarakannya di depan umum. Tetapi ia de-ngan tekun menaikkannya, di sepanjang hari tuanya.
Tentang doanya ini, suatu kali ia berkisah kepada seseorang yang amat dekat dengannya. Isinya adalah sebuah permohonan kepada Tuhan, bu­nyinya kira-kira begini: “Tuhan, berilah aku umur panjang supaya bisa nyawang (menunggui, melihat) anak-cucuku. Tapi sekiranya Engkau memberi aku umur panjang, jangan beri aku sakit-sakitan. Namun, jika Engkau beri juga aku sakit, jangan lama-lama Tuhan, supaya aku cepat menghadap Engkau. Semua tadi demi tidak terlalu menyusahkan anak-cucu.”
Ibu ini sekarang sudah tinggal bersama Tuhan dalam keabadian. Ia berpulang dalam usia 90 tahun, setalah menderita sakit 2-3 hari.
Alangkah indahnya. Doanya sungguh didengar Tuhan. Sebab isi doa itu adalah prinsip hidup yang dipegangnya: Boleh menjadi tua, tapi jangan sampai terlalu menyusahkan siapa-siapa. Itulah kerinduannya. Itulah doanya. Dan, ternyata Tuhan mendengar dan mengabulkannya. —Handoyo

Biarlah aku menjadi tua yang tetap berguna, bukan
justru selalu menyusahkan siapa-saja.




=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Kamis, 05 Mei 2011

Buah Untuk Tuhan

Baca: Matius 25:14-30
Karena itu sudahlah  seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.
Matius 25:27

Setiap hari saya mengkonsumsi madu untuk menjaga kesehatan. Madu itu sendiri berasal dari kerja keras para lebah yang hinggap dari satu bunga ke bunga lain untuk menda-patkan cairan manis yang akan mereka olah dalam sarangnya menjadi madu. Setelah jadi, para peternak madu akan mengambil madu itu untuk mereka jual. Sebagian kita mungkin tak pernah tahu betapa hebatnya lebah mencari bunga. Untuk menghasilkan satu gram madu, lebah harus mengumpul­kan cairan manis dari 125 kepala bunga.
Kerja keras lebah seakan sia-sia karena madu itu diambil peternak lebah untuk dijual. Namun lebah tak pernah ngambek, demo atau menyerang manusia karena mereka tahu hasil kerja keras mereka menyehatkan manusia. Ada banyak orang hari ini komplain kepada Tuhan mengapa kerja kerasnya seakan-akan tidak dihargai dan sia-sia. Sewaktu muda mereka berjuang mati-matian dalam karier, keluarga, dan hidup sesuai firman Tuhan. Tetapi, waktu usia beranjak senja, orang-orang tak lagi meng­hargai kontribusi mereka selama belasan tahun bekerja. Anak sudah jarang menengok setelah berkeluarga. Tuhan sendiri seakan-akan tak menghargai usaha mereka hidup seturut firman-Nya.
Jikalau Anda hari ini mengalami hal ini, mari belajar dari lebah. Lebah tak pernah ngambek saat manusia seenaknya mengambil madu hasil kerja kerasnya. Lebah membiarkan manusia menikmati buah kerja kerasnya untuk kebaikan manusia sekalipun manusia tidak mengucapkan terima kasih. Berapa pun talenta yang telah Tuhan berikan kepada kita, kembangkanlah agar berbuah bagi Tuhan. —Richard T.G.R
Apa pun buah dari talenta yang kita punya, ikhlaslah itu dinikmati
orang lain dan nama Tuhan yang dimuliakan.



=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Rabu, 04 Mei 2011

Bukan Penghalang


Baca: Lukas 1:5-7
Dan sesungguhnya Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia,  yang disebut mandul.  Sebab bagi allah tidak ada yang mustahil.
Lukas 1:36-37

Zakharia dan istrinya, Elisabet, sudah lanjut usia. Mereka orang-orang beriman yang saleh, tetapi tidak mempunyai anak. Meskipun demikian mereka terus berdoa agar dikaruniai anak, sebab bagi masyarakat Yahudi waktu itu, perempuan yang tidak da­pat melahirkan anak dianggap aib. Ternyata Tuhan mendengarkan dan mengabulkan doa mereka. Di masa tuanya itu Elisabet me-ngandung seorang anak laki-laki, Yohanes, yang kelak menjadi pendahulu Kristus. Seperti difirmankan oleh malaikat, “Bagi Allah tidak ada yang mustahil”.
Dari kisah Elisabet itu dapat ditarik pelajaran, bahwa Elisabet, selain ditolong Tuhan, ternyata juga masih dipakai-Nya untuk melaksanakan rencana-Nya. Mengapa Tuhan memilih Elisabet, hal itu tentu berdasar­kan kebijaksanaan-Nya yang di luar jangkauan pemahaman manusia. Pada sisi yang lain, rupanya ada hal-hal yang terdapat pada diri Elisabet yang menjadi alasan Tuhan memilihnya. Misalnya, ia itu seorang yang saleh dan tekun dalam berdoa. Selain itu ia juga seorang yang mengalami penderitaan batin yang cukup berat.
Apa yang terjadi dengan Elisabet, mungkin juga dapat terjadi dengan kita, meski bentuk dan realitasnya berbeda. Yang pasti, Tuhan men-dengarkan doa orang saleh yang menderita dan dapat melepaskan penderitaan tersebut, bahkan masih memakainya untuk melak­sanakan rencana-Nya. Oleh sebab itu, jangan kita menjadi putus asa karena kondisi kita yang lemah dan tak berdaya. Bagi Dia, tidak ada yang mustahil. —Pdt. Em. Sutarno.
Doa: Tuhan, dalam keadaan kami yang terasa semakin lemah dan
tak berdaya, mampukanlah kami untuk tetap tegar dan berpengharapan bahwa Engkau berkenan menolong dan bahkan memakai kami. Amin.




=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Selasa, 03 Mei 2011

Tertawalah!


Baca: Mazmur 63:1-9
Sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku,
dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai.
Mazmur 63:8

Usia lanjut dikenal sebagai gudang penyakit. Seorang ibu dalam penderitaannya mengeluh dan menyesal mengapa dirinya sakit. Ada ibu lain yang ketika sakit dan dikunjungi untuk didoakan malah ganti mendoakan yang melawatnya. Wajah ibu yang mendoa­kan justru tampak lebih ceria daripada yang mengeluh.Di dalam pergumulan dan kesusahannya, Daud tetap bersukacita, apa rahasianya?
Ada kehausan untuk menikmati air hidup. Jiwaku haus dan tubuhku rindu ke-
pada Allah. Keseimbangan dalam hidup harus tetap dijaga walaupun dalam kondisi yang terburuk. Kekuatan untuk bertahan bukan dari diri kita, tetapi dari Allah (ayat 3). Untuk bisa tertawa dalam penderitaan, tetaplah memandang Tuhan dan mencari kekuatan-Nya.
Kasih setia Tuhan tak terputus oleh penderitaan hidup. Adalah salah bila dalam penderitaan kita menghujat Tuhan atau mulai mundur iman. Kasih setia-Mu lebih baik daripada hidup. Hidup bisa berakhir di dunia ini, tetapi kasih setia Tuhan tak berkesudahan. Sampai kita menutup mata Tuhan Yesus tetap beserta dan akan membukakan mata iman untuk melihat suurga.
Tertawalah untuk menertawakan hidup ini. Kemunduran hidup di usia lanjut kadang menimbulkan hal-hal yang bisa membuat kita tertawa sendiri. Bisa jadi itulah cara Tuhan untuk menghibur diri kita: kaca mata sudah dipakai masih dicari-cari, baru saja makan masih ber­tanya apakah saya sudah makan atau belum? Penderitaan akan menjadi ringan bila kita berhasil memandangnya dengan tertawa. —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Hidup penuh senyum dan tawa akan
terasa lebih sehat dan segar.


=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Senin, 02 Mei 2011

Menjadi Gemuk dan Segar


Refleksi Tema:

Menjadi Gemuk dan Segar

Malam itu dingin dan hujan, demikian Mary Clymonths memulai kisahnya. Saya sedang menunggu bus ketika saya melihat seorang perempuan tua turun dari sebuah bus dan berjalan menuju halte di mana saya berdiri. “Malam yang buruk, ya,” sapanya. “Semoga kita tak perlu menunggu terlalu lama,” lanjutnya. “Ibu mau ke mana?” tanya saya, dan dia pun memberi tahu tujuannya. “Lho, bukankah bus tadi menuju ke tempat yang Ibu maksudkan? Mengapa Ibu turun dari bus itu sebelum sampai ke tujuan?”
Sedikit malu dan dengan terbata-bata ibu itu berkata, “Di bus tadi ada seorang pemuda cacat. Tak seorang pun menawarkan tempat duduk kepadanya. Aku tahu dia akan malu kalau seorang perempuan tua se-perti aku ini berdiri untuknya. Dia berdiri dekat kursiku, karena itu aku berpura-pura sudah waktunya turun. Jadi, dia tak merasa malu. Bagiku kan masih ada bus yang lain.”
Bukankah ini kisah yang luar biasa? Biasanya yang tua yang perlu ditolong atau yang mengharapkan pertolongan. Tetapi ini sebaliknya, dan caranya juga sungguh istimewa. Perempuan tua itu pasti seorang yang bijaksana.
Sebagai lanjut usia kita diharapkan masih menjadi berkat. Menjadi gemuk dan segar, kata Pemazmur (Mazmur 92:15). Agar menjadi gemuk dan segar, kita harus menyukai Taurat Tuhan dan merenungkan Taurat itu siang dan malam (Mazmur 1:2). Taurat Tuhan itu sempurna, menyegarkan jiwa (Mazmur 19:8).
Renungan Musabulan ini mengajak kita agar tetap menjadi berkat dalam keterbatasan kita. Semoga iman kita terus bertumbuh, menjadi gemuk dan segar. —Liana Poedjihastuti

Membuka Hari

Baca: Markus 12:41-44
Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit.
Markus12:42

Ibu Maan, perempuan setengah baya yang selalu diingat istri saya. Ia orang sederhana, penjual makanan kecil di pasar dengan peng­hasilan yang pas-pasan. Ia datang bersama tim kunjungan gereja, membesuk istri saya yang tengah terbaring di rumah sakit. Ketika hendak pamit pulang, ibu Maan menggeng­gam erat tangan istri saya sembari memberi selembar uang tanda kasih. Tidak banyak, tetapi pemberian itu telah mengisi hati istri saya bertahun-tahun lamanya, sampai hari ini. Ia memberi dari kekurangannya.
Kisah indah lima belas tahun yang lalu itu mengingatkan saya pada janda miskin yang mempersembahkan uang dua peser, satu duit. Ke­tika Yesus melihat pemberiannya, Ia berkata kepada murid-murid-Nya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan... janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya” (ayat 43-44).
Kedua perempuan itu mengajarkan kita, bahwa memberi adalah perbuatan membuka hati. Memberi harus diawali dari hati. Seberapa lebar kita membuka hati, selebar itulah tangan kita terbuka untuk memberi. Dan, sesungguhnya dengan membuka hati kita, Anda dan saya akan membuat hidup ini menjadi lebih berarti, bukan saja bagi orang lain tetapi juga bagi diri kita. Inilah rahasia menjadi rahmat, saat kita membuka hati untuk kita orang lain, itulah saat yang menyegarkan hidup kita. Mari buka hati kita agar segar senantiasa hidup ini. —Agus Santosa.

Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima.
—Kisah Para Rasul 20:35


=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Minggu, 01 Mei 2011

Napas Kehidupan

Baca: Yohanes 12:26
Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.
Yohanes 12:26

Tuhan Allah mengembuskan napas hidup ke dalam hidung manusia pertama itu, demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Dengan napas hidup itu, ma­nusia tidak hanya hidup, melainkan harus membangun hidup yang menjadi berkat bagi banyak orang. Ini bukan hal yang mu­dah. Sesungguhnya hidup menjadi berkat merupakan rencana Allah, panggilan Allah bagi kita. Namun, betapa sering berkat hidup dalam diri kita, tersembunyi, bahkan terdesak oleh kecenderungan kita untuk mengutuk, mencelakakan, bahkan membinasakan orang lain. Kecen-derungan ini disebabkan oleh bersemayamnya illah-illah mencari keun­tungan dan kenikmatan diri sendiri semata, kelekatan-kelekatan pada harta dan kesenangan-kesenangan pribadi yang mendukakan Allah. Semua itu bagaikan belenggu maut yang mematikan.
Kita harus melepaskan belenggu maut, yakni segala kelekatan itu. Meninggalkan kelekatan-kelekatan itu tentu memberikan rasa sakit dan penderitaan. Dengan upaya kita sendiri mustahil kita bisa melakukan­nya. Syukur kepada Allah yang telah mengutus Putra-Nya, Yesus Kristus, untuk membantu kita. Sesungguhnya Dia yang telah melepaskan kita dari belenggu dosa, Dia juga yang dapat melepaskan kita dari belenggu kelekatan-kelekatan itu. Ia sudah menderita bagi kita demi melepas­kan kita dari dosa dan kelekatan kita, maka kita juga dipanggil untuk mau menderita demi kebaikan dan hidup sesama kita. Kita dipanggil untuk memberikan napas kehidupan bagi sesama kita, bukan bau kematian. Kita dipanggil untuk menebar berkat. —Liana Poedjihastuti.

Jadilah berkat, bukan laknat.

=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi