Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 30 April 2011

Melayani Dengan Sukacita


Baca: Yohanes 12:26
Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.
Yohanes 12:26
Melayani dengan sukacita saat ini sering disalahartikan. Sukacita karena si pelayan mendapatkan kebutuhan jasmaniah sesuai yang diinginkannya. Demikian yang me­layani dalam hal ini hanya sekadar sesuatu yang dilakukan oleh pelayan tidak peduli apakah orang lain merasa terlayani atau tidak.
Kristus mengajarkan kepada kita untuk melayani dengan sukacita bukan karena si pelayan memperoleh segala sesuatu. Tanpa memperoleh apa pun pelayanan harus tetap dilakukan dengan sukacita. Tentu bukanlah hal yang mudah untuk meng-ikuti teladan Kristus di dalam melayani.
Kristus menyampaikan tantangan-tantangan pada kita di dalam meng-ikuti Dia untuk melayani. “Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala” (Lukas 10:3). “Janganlah membawa pundit-pundi atau bekal atau kasut...” (Lukas 10:4). “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Lukas 9:23).
Tantangan yang Kristus berikan untuk melayani Dia tidak menyirat­kan senyum sedikit pun, apalagi sukacita. Lalu, bagiamana kita dapat ber­sukacita dalam melayani? Kristus bukan hanya memberikan tantangan, tetapi Dia juga memberikan “resep” untuk menghadapinya. “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat... (Matius 11:28-30). Ajakan Juru Selamat kita untuk belajar kepada-Nya menjadikan pelayanan kita sesulit dan seberat apa pun, memberi kelegaan dan ketenangan. Seseorang yang memiliki kelegaan dan ketenangan akan memancarkan sukacita. —Soetrisno Soeparto.

Saat kita melayani, seharusnya kita belajar dari dia yang kita
layani, karena dia melayani dengan sukacita, maka
kita pun dapat melayani dengan sukacita.


=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Jumat, 29 April 2011

Komitmen dan Konsistensi


Baca: Yohanes 6:66-69
Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah per­kataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa engkau adalah Yang Kudus dari Allah.
Yohanes 6:68-69

Mengikut Yesus tidak membutuhkan se-mangat yang menggebu-gebu pada awal perjalanan, karena semangat awal akan lun­tur ketika menghadapi kesulitan di tengah jalan. Yang dibutuhkan adalah “komitmen” dan “konsistensi” untuk menjalankannya. Komitmen adalah janji kepada Tuhan, dan tekad pada diri sendiri untuk melakukan sekuat tenaga, dan melakukan secara kon­sisten apa yang telah kita sepakati. Walau jalannya sulit, bukan menjadi alasan untuk menghindar.
Ada banyak orang yang mengikut Yesus mundur di tengah jalan, ketika terbentang jurang kesulitan dalam realitas yang harus dihadapi. Terlebih lagi ketika tahu Yesus akan disalibkan. Pengharapan yang me-reka bangun terputus ketika Yesus ditangkap dan diadili, padahal banyak orang mengharapkan Yesus akan tampil sebagai sosok Mesias yang akan melepaskan dari belenggu penjajahan Romawi. Harapan itu menjadi sirna dan punah seketika.
Yesus menantang kedua belas murid-Nya: apakah mau setia atau mau ikut pergi juga seperti dilakukan orang banyak? Syukurlah Petrus men­jawab, mewakili para murid yang lain: “Perkataan Yesus adalah perkataan yang hidup yang Dia percaya, dan Yesus adalah utusan Allah yang sejati.”
Kembangkan komitmen Anda menjadi pengikut Kristus dan jalani dengan setia. Kembangkan sikap menjadi seorang pahlawan sejati, bukan karena mengalahkan musuhnya dengan kekerasan dan senjata, tetapi dengan kekuatan cinta, mengampuni dan memaafkan dengan jiwa besar. Itu rahasia kekuatan yang dicontohkan Yesus di jalan salib yang harus kita ikuti. —Pdt. Agus Wiyanto.

Kita mengikut Yesus yang tidak menunjukkan jalan kekerasan
untuk membalas kekerasan yang menimpa-Nya.


=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Kamis, 28 April 2011

Berserah Diri


Baca: Daniel 3:14-28
...hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.
Daniel 3:18

Dalam pengalaman hidup beriman, tidak jarang kita diperhadapkan dengan keadaan yang sungguh mencekam dan tidak gampang. Di situ tidak mudah mengambil keputusan apa pun, karena semua kemungkinan yang sempat kita mampu pikirkan mempunyai risiko yang menyangkut hidup atau mati.
Dalam situasi sulit, banyak orang berusaha menyelamatkan hidupnya dengan berbagai macam cara: ada yang menghindar dengan melarikan diri, bersembunyi, mela­wan dengan kekerasan, atau berargumentasi
dan mencari kompromi. Tetapi hampir tidak pernah terpikirkan untuk “memikul salib” yang pernah dianjurkan Tuhan Yesus (Matius 16:24).
Sadrakh, Mesakh, dan Abetnego dihadapkan pada pilihan sulit ketika mereka harus memilih mengikuti perintah raja atau menolaknya. Raja memerintahkan agar setiap orang menyembah patung dewa-dewa yang didirikannya. Orang-orang yang menolak perintah ini akan dibakar hidup-hidup. Keadaan itu ternyata dipergunakan oleh Sadrakh, Mesakh, dan Abetnego untuk menyatakan ikrar iman mereka. Mereka ternyata tetap teguh berpegang pada Allah nenek moyangnya, tanpa syarat apa pun. Mereka mengatakan dengan tegas kepada raja bahwa Allah nenek moyang mereka mampu menyelamatkan mereka dari tangan raja. Se­andainya tidak pun, mereka tetap tidak akan mengikuti perintah raja. Mereka percaya kepada Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya, dan tidak menuntut Allah untuk memenuhi keinginan mereka. Berserah diri secara penuh merupakan wujud iman yang benar. —Pdt. Ifer Fr. Sirima.

Doa: Ya Tuhan, mampukanlah kami mempertahankan
iman kami kepada-Mu di tengah-tengah dunia yang
penuh tantangan dan pencobaan ini. Amin.

=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Rabu, 27 April 2011

Salib Memberi Semangat Hidup

Baca: Lukas 23:50-56
Dan setelah pulang, mereka menyediakan rempah-rempah dan minyak mur.
Lukas 23:56

Wanita sejati dicirikan dengan kesetiaannya dalam banyak hal. Itulah para murid wanita yang mengiring Yesus sejak dari Galilea sampai ke kubur-Nya. Salib di Golgota telah membuat para wanita benar-benar merasa kehilangan Seorang yang luar biasa yang tiada bandingnya. Walaupun mayat Yesus telah masuk ke kubur mereka tetap pulang de-ngan semangat untuk menyediakan rempah-rempah dan minyak mur. Bagaimana para wanita itu memandang salib Yesus?
Salib bukan akhir segala-galanya untuk berhenti menjadi pengikut. Kengerian melihat proses pengadilan Yesus sampai penyaliban-Nya tidak menyurutkan para wanita “pemanggul salib” itu untuk tega meninggalkan Yesus. Adakah kita seperti mereka yang setia walaupun hidupnya penuh risiko?
Salib menyemangatkan orang untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan. Yusuf dari Arimatea mengambil bagian mempersembahkan kubur yang masih baru buat Yesus dan para wanita “pemanggul salib” mengambil bagian menyiapkan rempah-rempah bagi mayat Yesus. Cara ini bisa kita tiru ketika kita merasa telah “berutang” kepada pengorbanan-Nya.
Salib membuat rasa takut menjadi berani bertindak. Para wanita “pemanggul salib” tidak ada rasa takut sampai berani mendekat ke kubur dan memperhatikan bagaimana mayat Yesus dibaringkan. Cinta telah mengalahkan ketakutan menjadi berani bersaksi bahwa mereka adalah pengikut yang setia. Bagaimana kesaksian kita di tengah-tengah orang yang terang-terangan menolak Yesus? —Pdt. Em. Andreas Gunawan Priyono.

Kala hidup ini menjadi letih dan lesu, ingatlah semangat para
wanita yang mengiring Yesus sampai ke kubur-Nya.


=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Selasa, 26 April 2011

Salib Melenyapkan Perseteruan


Baca: Efesus 2:16-18
Untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.
Efesus 2:16

Di dalam kehidupan bersama antarmanu­sia, masalah perbedaan mengenai berbagai hal, seperti pendapat dan sikap, latar bela­kang budaya dan etnis, tingkat sosial-ekono­mi dan pendidikan, dan sebagainya, sering menimbulkan permusuhan dan perseteruan. Hal ini disebabkan masing-masing pihak bersikukuh mempertahankan kebenarannya sendiri, yang sering disertai pula dengan keinginan untuk mewujudkan kepenting-annya sendiri saja. Dalam hal ini, permusuh-an itu terjadi karena adanya dosa egoisme.
Sedang dosa tersebut merupakan akibat dari rusaknya hubungan baik antara manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya.
Salib Kristus merupakan pengorbanan yang mutlak dan sempurna, yang sekaligus juga memunyai makna pendamaian, yaitu terdamaikan­nya manusia dengan Tuhan dan dengan sesamanya. Dengan demikian, barangsiapa yang percaya akan makna salib Kristus yang demikian itu, ia telah didamaikan dengan Tuhan dan sesamanya, hingga terlepas dari ancaman permusuhan, di tengah-tengah perbedaan apa pun yang ada. Hal seperti inilah yang terjadi di jemaat Efesus, di antara orang-orang Kristen keturunan Yahudi dan yang bukan Yahudi. Dahulu, di antara mereka itu terjadi jarak bahkan permusuhan yang tajam. Tetapi salib Kristus menyadarkan dan mendorong mereka untuk mau saling mengorbankan diri demi kesejahteraan sesama, sehingga mereka dapat diperdamaikan dan dirukunkan.
Apa yang terjadi pada jemaat Efesus itu sudah selayaknya terjadi pula dalam jemaat kita. Berbagai sekat pemisah yang mungkin masih ada, harus dirobohkan, oleh dan demi salib-Nya. —Pdt. Em. Sutarno.

Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka
akan disebut anak-anak Allah. —Matius 5:9

=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Senin, 25 April 2011

Setelah Matahari Terbit


Baca: Markus 16:1-8
Dan pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke kubur.
Markus16:2

Matahari terbit menandai datangnya hari baru. Datangnya hari baru menandai datangnya pengalaman baru, tantangan baru, kejutan baru dan sudah tentu... ber­kat baru. Tetapi apakah yang diperbuat oleh sejumlah perempuan pengikut Yesus yang di­catat dalam teks ini? Mereka pergi ke kubur Yesus untuk meminyaki mayat Yesus. Apa yang mereka lakukan ini adalah “kegiatan” yang hendak mereka lakukan pada hari Yesus mati namun tidak bisa, sebab Sabat sudah tiba. Karena itu, apa yang mereka perbuat ini merupakan sebuah lukisan hidup banyak  orang yang hidup dengan pandangan dan orientasi yang tertuju ke bela­kang, bukan pada hari ini dan ke masa depan, ke mana hidup sebenarnya sedang bergerak.
“Pergilah mereka ke kubur.” Kubur adalah tempat yang mati. Kubur bukan tempat yang hidup. Dan ke tempat inilah sekelompok pengikut Yesus pergi pada waktu hari masih “pagi-pagi benar... setelah matahari terbit.” Ini adalah lukisan kehidupan orang yang dikuasai oleh memori yang mematikan kehidupan bukan malah menghidupkannya. Kejadian-kejadian pahit, yang mengecewakan dan melukai hidup dari masa lalu, yang lebih banyak mewarnai ingatan, sikap dan perilaku di hari baru demi hari baru. Karena sikap dan cara hidup seperti ini maka ketika kabar baik datang, yang dilakukan bukannya bersukacita dan bersyu­kur tetapi malah lari, merasa gentar dan takut (ayat 8). —Pdt. Markus Dominggus Lere Dawa.

Setelah matahari terbit hari ini, apa yang anda lakukan? apakah
Anda meneruskan kesedihan, kekecewaan, kemarahan, kebencian?
Ataukah Anda memilih bersukacita dan bersyukur karena keselamatan
yang Tuhan kerjakan untuk anda di dalam peristiwa-peristiwa itu?

=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Minggu, 24 April 2011

Salib Yang Mengubahkan


Baca: Keluaran 30:34-38
Sebagian dari ukupan itu haruslah kaugiling sampai halus....
Keluaran 30:36

Tak ada perhiasan yang indah tanpa di-proses dalam perapian. Demikian juga ke­bahagiaan tidak datang dengan sendirinya. Keselamatan tidak datang tanpa pengor­banan. Menjadi pengikut Kristus sejati tidak mungkin tanpa melewati proses memanggul salib-Nya. Hanya orang yang mau menjalan­inya dengan tekun akan benar-benar berubah menjadi indah serupa dengan Dia
Tuhan mengolah apa yang terbaik da­lam pandangan-Nya. Sebagai pemanggul salib kita harus rela jika Tuhan membiarkan
berbagai masalah datang ke dalam hidup kita. Seperti getah damar, kulit lokan dan getah rasa mala yang dicampur kemenyan, maka jadilah bau wangi-wangian yang berkenan di hadapan Tuhan (ayat 34-35). Tidak ada maksud jahat bila kita sedang “dicampur” dengan berbagai masalah agar mengeluarkan bau harum yang memuji Dia.
Tuhan menekan sampai lumat untuk menghasilkan yang prima. Ada bahan ukupan yang harus digiling sampai halus agar menimbulkan suasana yang kudus (ayat 36). Melalui “salib” watak yang keras di lem­butkan, sifat yang kasar diperhalus dan hidup yang ceroboh ditertibkan. Kadang kala tangan-Nya yang pernah kena paku seakan menusuk tajam hidup kita. Namun di balik itu Tuhan sedang mengubah hidup kita menjadi lebih indah dan berkenan di hadapan-Nya.
Tuhan mengubah agar kita menjadi indah bagi orang lain. Semua bahan yang diolah hanya untuk dipersembahkan kepada Tuhan bukan untuk diri sendiri. Sampai menghirup baunya pun sangat dilarang (ayat 37-38). Jikalau kita diberi “salib” oleh Tuhan, maka jalanilah untuk kemuliaan-Nya bukan untuk diri sendiri. —Pdt. Em. Andreas Gunawan Priyono.

Salib Yesus mengubah kematian menjadi hidup
dan membuat si penghujat menjadi percaya.


=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi