Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 15 Januari 2011

Selilit

Baca: Roma 12:1-3
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu...
Roma 12:2
Selilit memberi rasa tak nyaman, sisa-sisa makanan membuat akhir makan yang nikmat menjadi terganggu. Selilit sering membuat mulut gerah dan lidah berge­liat kuat ingin mengusirnya. Ya, kita bisa gunakan tusuk gigi, senjata pamungkas untuk mengusir selilit. Atau kita gunakan saja perkakas modern, floss, sejenis benang khusus untuk membersihkah sela-sela gigi dari sisa-sisa makanan.
Selilit itu mengganggu, menebar rasa tak enak, bahkan bisa menimbulkan masalah bagi kesehatan gigi dan mulut. Hidup ini juga sering terselip “selilit” yang bisa menghambat diri kita. Mungkin pahit hati yang terpendam dalam akibat penindasan, pelecehan atau penolakan orang lain. Mungkin juga perkara-perkara kecil yang membuat kita jengkel dan marah, lalu menyeruakkan dendam di hati. Atau barangkali sikap munafik, sirik, iri, dengki, dusta atau niat jahat apa pun yang terselip di hati kita. Segera bersihkanlah!
Nafikanlah hal-hal buruk yang menyusup ke dalam diri kita. Perba­ruilah hati, pikiran, sikap, ucapan dan tindakan kita. Perbaruilah akal budi kita! Itulah nasihat terpenting Paulus kepada jemaat di Roma, dan juga kepada kita. Agar kita tidak serupa dengan dunia yang tak lekang oleh rancangan dan perbuatan jahat ini. Itulah sebabnya, kita diminta Paulus untuk mempersembahkan tubuh kita, tubuh yang kudus, menjadi persembahan yang hidup bagi Tuhan. Jadi, awalilah hari ini, di tahun baru ini, dengan membersihkan diri kita, agar dikenan dan benar di hadapan-Nya. —Agus Santosa.

Jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian
bertambah terang sampai rembang tengah hari.
—Amsal 4:18

Jumat, 14 Januari 2011

Pertanda

Baca: Kejadian 8:1-22
Menjelang waktu senja, pulanglah burung merpati itu mendapatkanmu, dan pada paruhnya dibawanya sehelai daun zaitun yang segar.
Kejadian 8:11
Kegelapan membuat orang berusaha lebih keras menemukan sumber cahaya untuk mengatasi suasana gelap yang menguasai. Mungkin ini adalah “naluri alamiah” dalam diri makhluk hidup. Bahkan tumbuhan se-lalu mencari sumber cahaya untuk kelang-sungan hidupnya.
Nuh, pernah mengalami “saat-saat gelap” yang menakutkan dalam perjalanan hidup beriman. Bayangkan, semua penduduk di daerahnya mengalami musibah besar: air bah yang meliputi bumi—lebih hebat dari terjangan tsunami! Nuh bersama keluarganya harus tinggal selama berbulan-bulan di tengah hamparan air bah yang entah kapan akan surut. Sementara tidak ada manusia lain di sekitarnya yang selamat. Tentu ini bukanlah hal yang mudah, sementara ia harus memelihara binatang-binatang yang juga hidup di dalam bahtera itu. Namun Nuh teguh berpegang pada janji Tuhan, bahwa ia dan keluarganya akan tetap dipelihara. Nuh sabar menanti saatnya Allah menyatakan suatu pertanda. “Sehelai daun zaitun” yang dibawa seekor burung merpati sebagai tanda bahwa air bah mulai surut. Saat-saat yang mendebarkan dan tanpa kepastian telah berakhir.
Dalam iman, kita harus selalu yakin bahwa Allah tidak pernah mem-biarkan kita terombang-ambing dalam ketidakpastian. Jika datang saat-saat gelap, saat di mana kebimbangan begitu menguasai kita, bersabar dan bertekunlah. Nantikan dan temukanlah pertanda yang Allah nyatakan di setiap pergumulan kita. Pertanda itu menyatakan bahwa Ia ada dan terus bekerja bersama dengan kita untuk membawa kebaikan bagi setiap orang yang dikasihi-Nya (Roma 8:28). —Pdt. Meyske S. Tungka
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan,
dan bertekunlah dalam doa. —Roma 12:12

Kamis, 13 Januari 2011

Domba Yang Baik

Baca: Yohanes 10:1-4
Untuk dia penjaga membuka pintu dan dom-ba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya keluar.
Yohanes 10:3
Untuk menunjukkan betapa besar kasih dan kepedulian-Nya kepada para pengikut-Nya, Tuhan Yesus mengumpamakan diri-Nya sebagai Gembala yang baik, yang menge-nal nama domba-domba-Nya satu per satu (ayat 3), dan yang bahkan rela memberikan nya­wa-Nya bagi domba-domba-Nya (ayat 11). Dengan pernyataan-Nya yang sedemikian itu, apakah kita masih akan meragukan kes­ejahteraan dan keselamatan hidup kita?
Di sisi lain, kesejahteraan dan keselamat-
an dari si domba juga tergantung pada seberapa jauh ia mau mendengar­kan suara Sang Gembala dan bersedia mengikuti-Nya ketika dipanggil-Nya. Domba yang tidak mempedulikan panggilan Gembalanya dan berjalan semaunya sendiri tanpa menaati tuntunan-Nya, jangan berharap akan dapat selamat. Sebab, di perjalanan yang harus dilewatinya, di situ berkeliaran “serigala-serigala” buas yang siap menerkamnya! Dengan kata lain, domba yang dijamin keselamatannya itu ialah domba yang baik, yang mau mendengarkan dan mengikuti suara-Nya.
Sebagai domba-domba yang oleh perjalanan waktu merasa semakin lemah dan rapuh dalam menjalani kehidupan ini, kita bersyukur memiliki Tuhan Yesus, Juru Selamat, yang sebagai Gembala yang baik, berkenan memanggil dan menuntun kita di jalan kesejahteraan dan keselamatan. Kepada-Nya saja kita dapat mempercayakan segala sesuatunya, demi kes­ejahteraan dan keselamatan kita. Dari kita, yang diperlukan hanyalah kesediaan untuk benar-benar mau mendengarkan suara-Nya, untuk selanjutnya mengikut Dia di jalan-Nya. —Pdt. Em. Sutarno

Penyerahan diri yang membawa keselamatan ialah
penyerahan diri yang disertai perbuatan ketaatan kepada-Nya.

Rabu, 12 Januari 2011

Ramal Meramal

Baca: Mazmur 23
Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.
Mazmur 23:1
Masihkah kita ingat, kiamat adalah topik yang ramai dibicarakan orang, ketika ditemukan ramalan suku Maya bahwa tahun 2012 akan terjadi kiamat. Tidak mau kalah soal ramal meramal, ada yang mengatakan bahwa Joyoboyo pun telah meramal bahwa tahun 2013 kiamat. Ramal meramal rupa-rupanya telah ada sejak zaman dahulu, dan sampai sekarang pun tetap masih ada dan sangat digemari. Bahkan karena rasa ingin tahu masa depan, orang tidak segan-segan  datang dan berziarah ke makam-makam orang yang dianggap punya “kepandaian”, ke tempat-tempat yang dianggap keramat, semuanya untuk tujuan kebahagiaan dan keselamatan. Bahkan ketika ingin menang taruh-an dalam pertandingan sepakbola Piala Dunia, banyak orang kehilangan akal sehat sehingga minta si Paul “Gurita” dan si nuri untuk meramal.
Ketidakpastian dan keinginan untuk mengetahui yang tidak pasti, adalah sumber dari timbulnya keinginan orang untuk ramal meramal. Ketidakpastian itu terjadi, karena orang tidak percaya bahwa “Tuhan” menyertai setiap langkah hidupnya. Ketidakpercayaan itu timbul karena dia tidak pernah bersyukur atas segala yang terjadi dalam kehidupan, dan merenungkan bahwa semua yang terjadi karena rencana Tuhan yang selalu baik.
Tahun 2010 telah lewat dan saat ini kita masuki tahun 2011. Ini be­rarti tahun 2012 atau 2013 semakin dekat. Masihkah kita takut akan ramalan yang ada, atau kita lebih memilih percaya bahwa Tuhan akan selalu beserta kita di setiap langkah kehidupan ini? —Pramudya

Kalau saat ini kita mengalami kegagalan, sedang sakit, atau mendapatkan kesuksesan atau berkat berlimpah, percayalah Tuhan sedang merencana­kan sesuatu yang indah. Kalau saat ini kita masih dapat menghirup
udara segar, percayalah itu semua bentuk penyertaan Tuhan.

Selasa, 11 Januari 2011

Tiga Dimensi

Baca: Ratapan 3:21-26
Tuhan adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia.
Ratapan 3:25
Kalau kita melihat film tiga dimensi seolah-olah kita dibawa masuk ke dalam film itu. Seorang ibu penderita phobia takut keting­gian, menjerit ketika menyaksikan film di teater Keong Mas, Jakarta. Pemandangan alam Indonesia yang indah itu justru mena­kutkan karena penonton dibawa terbang untuk melihat dari dekat: kawah gunung, jurang yang dalam, tebing yang curam. Ibu itu kemudian menutup mata selama pertun­jukkan tersebut. Sayang sekali!
Adakah kita juga mengalami phobia takut menghadapi masa depan? Ikuti bimbingan Tuhan untuk menghadapi tahun 2011 ini:
Kasih setia Tuhan pasti lebih besar dari segalanya (ayat 23). Sebesar apa pun masalah kita dan segelap apa pun masa depan kita, kasih setia Tuhan masih lebih besar dari semuanya. Kasih setia-Nya seperti lautan yang tidak pernah kering. Jangan melihat dari satu sisi, lihatlah dengan tiga dimensi pasti lebih indah.
Masa depan adalah lembaran baru yang dibuka Tuhan (ayat 23). Manusia tanpa masa depan akan mengalami kemandegan dan akhirnya frustrasi. Masa depan tidak perlu ditakuti, karena Tuhan membuat apa yang di depan kita selalu baru. Temukanlah yang baru dari Tuhan, jangan takut.
Kebaikan Tuhan hanya bisa dilihat oleh orang percaya yang opti-mis (ayat 25). Berharap kepada Tuhan akan menimbulkan semangat hidup, karena Tuhan Yesus tidak berubah dari dahulu, sekarang dan selama-lamanya (Ibrani 13:8). Di balik masalah dan masa depan yang belum kita jalani, di sana ada Tuhan yang selalu memberikan yang terbaik untuk umat-Nya. Nantikan terus kebaikan-Nya. —Pdt. Andreas Gunawan Pr.

Dalam tiga dimensi di sana ada Tuhan Yesus,
kita dan masa depan kita.

Senin, 10 Januari 2011

Menghitung Hari

Baca: Mazmur 90:1-17
Ajarilah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
Mazmur 90:12
Mazmur yang isinya merupakan doa dari Musa ini mengajarkan sesuatu yang indah kepada kita, yang saat ini baru saja memasuki tahun yang baru. Di belakang kita membentang jalan yang sudah kita lalui. Berbagai kenangan bertaburan di sana. Sementara di hadapan kita membentang pula jalan yang seberapa panjang bakal kita lalui kita tak tahu. Tetapi yang pasti, berbagai tantangan menghadang di sana. Lalu apa yang mesti kita lakukan
dalam kondisi dan posisi seperti ini?
Mazmur ini diawali dengan pengakuan, betapa Tuhan itu kekal. Maka Dialah tempat perteduhan sejati (ayat 1-2). Kemudian disusul dengan pengakuan, betapa manusia itu fana, rapuh dan rentan kondisinya, betapa singkat dan sementara hidupnya (ayat 3-6).
Dengan menyadari ini, sepatutnya manusia mengakui ketidakberdaya-annya di hadapan Sang Maha Kekal (ayat 7-12). Tengoklah pengalaman hidup di hari-hari yang sudah lewat. Muaranya ada di satu kesimpulan, betapa sungguh kita penuh kelemahan dan ketidakberdayaan.
Kalau sekarang kita mengayunkan langkah menapaki hari-hari ke­hidupan yang membentang di hadapan, dengan berbagai ketidakpasti­annya, baiklah kita menjalaninya dengan bersandar pada kasih setia dan kemurahan Tuhan semata (ayat 13-17).
Wujudnya adalah menjalani hidup dengan menghitung hari. Bukan mencari hari, mana hari baik untuk melakukan ini dan itu. Karena dengan berbuat seperti ini justru menunjukkan keraguan kita akan kehadiran dan penyertaan Tuhan pada semua hari. Menghitung hari artinya meng­gunakan semua hari dengan sebaik-baiknya, karena semua hari itu berharga. Ini menjadikan kita orang bijaksana. —Handoyo.
Mencari hari berarti meragukan penyertaan Tuhan, tetapi menghitung
hari berarti mempercayakan diri pada penyertaan Tuhan.

Minggu, 09 Januari 2011

Menemukan Jalan

Baca: 2 Korintus 4:1-15
Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa.
2 Korintus 4:8
Kegagalan sering menjadi alasan bagi seseorang untuk meyakinkan diri bahwa ia memang tidak punya kemampuan di suatu bidang. Kegagalan juga—oleh banyak orang —dianggap sebagai “noda” dan “cacat” da­lam perjalanan hidupnya. Pandangan dan pikiran seperti ini jelas mematikan harapan untuk bangkit.
Bagi orang tertentu, kegagalan adalah pencerahan untuk memandang dan men­emukan jalan yang lebih baik menuju keberhasilan. Sebut saja Albert Einstein, fisikawan legendaris. Tahun 1905 Universitas Bern telah menolak disertasi doktoralnya karena menganggap hasil karya Einstein menyimpang dan isinya hanyalah khayalan. Winston Churchil, pemimpin dan pahlawan Perang Dunia II Inggris, ternyata pernah tidak lulus ujian masuk Universitas Oxford. Bayangkanlah, jika mereka menghentikan langkah ketika menemukan kegagalan dalam perjuangan hidupnya. Mereka tidak pernah akan menjadi “seseorang” yang dikenal dan dikenang karya dan jasanya bagi dunia.
Paulus menyadari, bahwa penindasan, tekanan dan kegagalan dapat saja membuat mereka tidak lagi melihat jalan keluar dan mulai putus asa. Namun ia sadar sepenuhnya bahwa dari kegelapan selalu akan muncul terang (ayat 6). Inilah cara pandang orang percaya menyikapi kegelapan. Bertahanlah dan percaya, Allah akan menunjukkan cahaya terang, suatu jalan yang lebih baik menuju masa depan. Kalau kita gagal hari ini, kita masih punya hari-hari lain untuk memperbaiki dan memper­juangkan hal yang lebih bermakna. —Pdt. Meyske S. Tungka

Kegagalan hanya penghalang sesaat yang memperlambat
jalan kita menuju keberhasilan yang sesungguhnya.