Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Jumat, 27 April 2012

Momok Kematian


Baca : Efesus 2:1-10
Kamu dahulu sudah mati karena pelang-garan-pelanggaran dan dosa-dosamu
(Efesus 2:1).
Kematian sering diartikan negatif karena dalam peristiwa kematian tidak pernah dijumpai sukacita, kelegaan dan kebahagia­an. Anggota keluarga yang kehilangan orang yang dicintai selalu menangis dan meratap saat anggota keluarga mereka meninggal. Meskipun kematian merupakan peristiwa yang alamiah, tapi tidak seorangpun yang siap menghadapi kematian atau kehilangan orang yang mereka kasihi.
Walaupun kematian alamiah begitu menakutkan banyak orang, tidaklah demiki­an halnya dengan makna kematian secara rohaniah. Tidak semua orang takut dengan kematian secara rohaniah. Bahkan sebagian besar umat manusia tidak mengindahkan masalah kematian secara rohaniah. Itu sebabnya mereka tetap melanjutkan kehidupan dosanya dan tak pernah mau bertobat.
Banyak orang mengetahui bahwa kematian rohaniah lebih mengeri­kan dan fatal, namun mereka sering tidak mengupayakan diri untuk lepas dari belenggu mautnya. Penguasa kerajaan angkasa tersebut disebut rasul Paulus sebagai roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.
Melalui kasih-karunia Allah dalam karya penebusanNya, Kristus telah dapat mengalahkan kuasa maut, sehingga di dalam iman kepada Kristus setiap orang percaya dimampukan untuk hidup sebagai anak-anak Allah. Itu sebabnya pola pemikiran, perasaan dan kehendak kita dipenuhi oleh kehidupan Kristus yang telah bangkit. Secara fisik setiap orang percaya akan mengalami kematian pada waktunya, tetapi secara keselu­ruhan mereka telah hidup dalam keselamatan abadi.
–Pdt. Ifer Fr. Sirima

Doa: Ya Bapa, kasihanilah kami menurut anugerahMu yang telah Engkau nyatakan di dalam Kristus. Mampukanlah kami untuk hidup benar sesuai dengan kehendakMu. Amin.

Kamis, 26 April 2012

Menjadi Manusia Baru


Baca : Galatia 2:20
Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku 
(Galatia 2:20).
Salah satu ciri manusia adalah “berubah”. Dari bayi menjadi anak, remaja tumbuh dewasa dan manjadi lanjut usia. Itu adalah perubahan alamiah yang tentu akan dialami oleh setiap orang, sesuai dengan usia biologis yang diberikan Tuhan kepada kita. Ada lagi satu perubahan yang harus diusahakan sekuat tenaga, diperjuangkan dengan seluruh daya, bahkan dikerjakan terus menerus dalam diri kita, yaitu perubahan hidup yang makin “berkualitas”. Ini adalah tranformasi diri dan usaha menjadi manusia baru yang sudah diselamatkan oleh Yesus.
Ada perubahan usia, tetapi seiring dengan itu harus diimbangi dengan perubahan kualitas kehidupan yang semakin baik, semakin produktif dan semakin berguna bagi orang lain di sekitar kita. Paulus adalah contohnya. Dahulu sebelum bertobat dan mengenal Yesus, Paulus adalah sosok pribadi yang garang, hidup dengan fanatisme keagamaan yang sempit, mengejar pengikut Kristus dan ditakuti banyak orang. Sesudah bertobat dan dijamah oleh kuasa Tuhan, ia berubah 180 derajat. Ia hidup dan bekerja untuk Tuhan tampa kenal lelah. Ia berkeliling Asia Kecil tiga kali, walalupun ada penderitaan, ditangkap, dipenjara semuanya itu tidak menurutkan nyali untuk terus melayani Tuhan. Hampir dua per tiga kumpulan surat-surat di Perjanjian Baru ditulis oleh Paulus.
Moto hidup Paulus terpampang dengan jelas dan ia konsekuen melakukan: “hidupku bukannya aku lagi, tapi Tuhan yang hidup dalam aku (ayat 20). Biarlah Tuhan dimuliakan dalam tubuhku, hidupku dan juga matiku (Filipi 1:20). –Pdt. Agus Wiyanto

Apa perubahan kualitas yang ingin Anda kejar sekarang ini, dan bagaimana mewujudkannya?

Rabu, 25 April 2012

Hidup Bak Parasut


Baca: 1 Korintus 10:23-33
Sama seperti aku juga berusaha menyenang­kan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat (1 Korintus 10:33).
Dewasa ini terkadang muncul dalam benak dan hati kita kegusaran, ke­galauan, kebimbangan dan keragu-raguan dalam menjalani kehidupan ini. Tak jarang kita bertanya dalam hati, “apa yang sesung­guhnya harus aku lakukan?”
Mari kita hening sejenak sambil mem­baca 1 Korintus 10:23-33. Dalam Bacaan kita ini pertama-tama saya menemukan bahwa kemauan yang banyak yang kita miliki harus kita seleksi apakah itu berguna dan dapat membangun kehidupan kita. Kedua, perjuangan yang kita lakukan tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri tapi harus memperhatikan kepentingan orang lain. Ketiga, rasa kecurigaan kita harus dikaji kembali dengan tidak hanya memper­hatikan keberatan nurani kita tetapi juga nurani orang lain. Keempat, senantiasa berterima kasih terhadap apa yang kita terima dan melakukan itu hanya untuk memuliakan Allah.
Dan pada akhirnya dalam menjalani kehidupan ini, agar hidup kita menjadi bermakna dan dapat memuliakan Allah adalah dengan senan­tiasa nengingat perkataan Paulus dalam setiap langkah kehidupan kita. Hidup kita jangan sampai membuat orang lain berbuat dosa. Hidup kita harus dapat menyenangkan hati orang lain tanpa maksud kepen-tingan pribadi. Dan puncaknya adalah agar setiap orang yang melihat dan merasakan kehidupan kita juga turut diselamatkan oleh Allah sang Pemilik hidup.
Ada pepatah mengatakan pikiran manusia bak parasut, dia hanya akan berfungsi jika terbuka. Marilah kita lakukan dengan hidup kita, bukalah hidup kita untuk Tuhan dan sesama agar hidup kita menjadi berguna. –Darmanto

Doa: Tuhan, inilah aku dan hidupku kupersembahkan untuk kemuliaan Tuhan. Amin.

Senin, 23 April 2012

Hati Sebagai Hamba


Baca: Yohanes 3:16
Karena begitu besar ka­sih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah menga­runiakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).
“Bagaimana ‘ku membalas kasih-Mu, s’gala yang kupunya itu milik-Mu, itu milik- Mu….” Itulah sepenggal syair dari lagu yang sudah kita kenal dengan judul Hati Sebagai Hamba. Jika kita merenungkan syair tersebut, memang sesungguhnya sampai kapanpun dan dengan apapun, kita tidak akan pernah bisa membalas kasih Tuhan. Bagaimana tidak, “hutang” kita kepada Tuhan sungguh teramat besar. Sebetulnya kita sama sekali tidak layak untuk memperoleh keselamatan karena dosa-dosa kita yang sungguh besar. Namun, seperti Firman Tuhan yang menjadi dasar perenungan kita ini, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Ya, hanya karena kasih-Nya yang begitu besarlah, pada akhirnya kita mendapat anugerah keselamatan dan hidup yang kekal. Maka dari itulah, walaupun sesungguhnya kita tidak mungkin dapat membalas “hutang” kita kepada Tuhan, sebagai orang-orang yang telah ditebus melalui darah Kristus yang begitu mahal, kita perlu menjadi insan-insan yang tahu diri dan tahu berterima kasih. Caranya bagaimana? Mari kita dedikasikan seluruh hidup kita hanya bagi Dia. Marilah kita menghamba secara total bagi-Nya.
Tentu kita sudah paham bagaimana seorang hamba yang baik, ia be­gitu setia dan taat kepada tuannya. Demikian pula dengan kita, sebagai hamba-Nya tentu kita pun harus mau taat dan setia kepada setiap kehendak Tuan kita, yaitu Tuhan Yesus Kristus.
–Pdt. David Nugrahaningwidi

Mungkin apa yang kita berikan kepada Tuhan tidak akan pernah cukup untuk membalas kasih-Nya. Namun, dengan memiliki hati seorang hamba, paling tidak kita sudah menjadi insan-insan yang tahu diri.