Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 16 April 2011

Melihat Diri Yesus


Baca: Markus 15:1-39
Dan oleh karena Pilatus ingin memuaskan hati orang banyak itu, ia membebaskan Barabas bagi mereka. Tetapi Yesus disesahnya lalu diserah-kannya untuk disalibkan.
Markus 15:15

Dalam kisah sengsara Tuhan Yesus kita menemukan banyak pribadi yang terlibat dalam peristiwa penangkapan dan penyalib-an itu. Kita dapat mengenal mereka satu per satu dari tindakan atau kata-kata mereka. Hal ini sering kita jadikan sebagai bahan renungan bahwa kita juga melakukan hal-hal yang mereka lakukan, entah perbuatan baik maupun perbuatan jahat. Secara jujur kita katakan bahwa kita pun tidak lebih baik dari mereka, sering melakukan yang jahat. Bacaan Alkitab hari ini mau mengajak kita meneliti
peran tokoh-tokoh itu sehingga membuat kita belajar dari setiap penga-laman mereka.
Kisah sengsara Yesus juga dapat kita jadikan cermin kehidupan kita, bukan dengan merenungkan pribadi-pribadi di dalam kisah itu secara sendiri-sendiri, tetapi merenungkan secara menyeluruh semua perilaku para tokoh itu, entah yang berperilaku baik maupun yang berperilaku jahat. Karena bila kita lugas memperhatikan kehidupan kita sendiri, justru sering terjadi pergumulan antara kebaikan yang ingin kita lakukan dan kejahatan yang justru jadi kenyataan.
Dalam membaca dan merenungkan kisah sengsara Tuhan Yesus itu, kita tetap melihat dan merasakan, betapa Tuhan sungguh mengasihi dan ingin mencari dan menyelamatkan kita dengan menempuh jalan penderitaan dan kematian. Dan dengan dasar ini, kita dapat bercermin dan menerima diri kita apa adanya, dan menyadari bahwa diri kita itu dicintai oleh Allah. Dari situ kita diajak membangun kehidupan baru berdasarkan cinta itu. —Pdt. Ifer Fr. Sirima.

Doa: Terima kasih, ya Tuhan, atas pengorbanan-Mu dalam  menanggung dosa dan penderitaan kami. Ajarilah kami untuk  melakukan kebaikan sesuai dengan kehendak-Mu. Amin.


=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Jumat, 15 April 2011

Dianiaya Karena Kristus

Baca: Matius 5:11-12
Berbahagialah kamu, jika karena aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan
segala yang jahat. Bersuka-citalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi sebelum kamu.
Matius 5:11-12

Dalam rangka mempersatukan seluruh bangsa, Pemerintah Romawi pada abad per­tama dan kedua mempersonifikasikan Kaisar sebagai dewa bagi seluruh warga kekaisaran. Satu tahun sekali warga mempersembahkan dupa kepada kaisar dan yang melakukan mendapat tanda libellus ,semacam sertifikat, sehingga bagi mereka yang telah menerima tanda tersebut beroleh ketentraman dan keberuntungan hidup. Orang Kristen tidak mau ikut ambil bagian dalam penyembahan kepada kaisar, karena yang patut disembah
hanyalah Kristus, Anak Allah, Juru Selamat dunia. Akibatnya, terjadi penganiayaan secara fisik yang luar biasa pada abad pertama.
Hal serupa juga terjadi di negara otoriter yang mempunyai ideologi komunisme seperti di Uni Soviet seperti zaman Lenin dan Stalin, atau di China zaman Mao Ze Tung. Berbeda dengan ideologi negara yang otoriter bisa berakibat pengikut Kristus teraniaya. Demikian pula bila pengikut Kristus yang minoritas tinggal di tengah mayoritas agama lain, yang memiliki dogma dan ajaran yang lain, maka pengikut Kristus bisa mengalami penganiayaan, seperti orang Kristen di tengah masyarakat beragama Yahudi pada abad pertama (Wahyu 2: 8-11). Demikian pula dalam suatu komunitas kecil, jika ada salah seorang anggota keluarga menjadi pengikut Kristus, maka bisa terjadi kebencian bahkan pengu­siran karena perbedaan agama, apabila tidak ada toleransi agama. Walau demikian tetaplah setia, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi, bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahnya besar di surga. —A. Budipranoto.

Doa: Berilah kesetiaan kepada kami untuk tetap menjadi pengikut Kristus
sampai akhir hayat, meskipun terkadang kami mengalami perlakuan
yang tidak adil sebagai golongan minoritas. Amin.


=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Kamis, 14 April 2011

Tetap Setia

Baca: 2 Samuel 22:26
Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela berlaku tidak bercela.
2 Samuel 22:26

Kisah kehidupan yang menyesakkan dia­lami masinis kereta api yang ditahan karena kecelakaan kereta api di Bintaro, Jakarta, beberapa tahun yang lampau, yang dikenal sebagai “Tragedi Bintaro”. Ia menuturkan bahwa istrinya meninggalkannya saat dia berada dalam tahanan.
Saat seseorang berada dalam kecukupan, bahkan kelimpahan tidaklah sulit untuk ber­sikap setia. Namun dalam situasi tertekan, kekurangan, menderita, di sinilah kesetiaan itu teruji. Kristus mengajarkan kepada kita,
bagaimana tetap setia dalam situasi yang tidak baik, dalam kesulitan, tekanan ataupun situasi yang tidak diharapkan. Kristus pun memberi teladan kesetiaan saat Dia mengalami penderitaan dan kematian-Nya di kayu salib.
Kristus menghadapi tuduhan palsu bukan dengan kegusaran ataupun ketakutan (Markus 14:56). Ia merespons tindakan yang tidak terpuji, bukan dengan membalas perlakuan sama tetapi dengan sikap bijaksana (Yohanes 18:22-23). Yesus tetap melangkah seturut dengan kehendak Bapa-Nya meskipun secara sadar Ia tahu penderitaan dan kematian sudah menanti (Yohanes 19:17). Menghadapi semua itu Kristus tidak mengeluh (Matius 27:32). Dan menjelang kematianNya, Kristus tetap tertuju kepada Bapa-Nya (Lukas 23:46).
Teladan Kristus yang tetap setia saat penderitaan menderaNya, menuntun kita untuk belajar tetap setia. Tetap setia dalam saat-saat yang sulit bukanlah sesuatu yang mudah namun tetap dapat terwujud bila kita terus memperjuangkannya. —Soetrisno Soeparto

Kesetiaan, teruji melalui kesulitan dan penderitaan.


=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Rabu, 13 April 2011

Salib Meniadakan Kutuk


Baca: Galatia 3:11-14
Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada ter-tulis, “Terkutuklah orang yang digantung pada
kayu salib!”
Galatia 3:13

Menurut ajaran para ahli Taurat, keselamat-an hanya akan terjadi dengan menaati dan menjalankan hukum-hukum Taurat secara cermat, penuh dan benar. Sebaiknya, tanpa menaati dan menjalankan Taurat sedemikian itu, akan mendatangkan hukuman dan ke­binasaan. Dalam hal ini Taurat lalu berarti mengimplikasikan berkat keselamatan, tetapi sekaligus juga kutuk kebinasaan. Padahal, oleh kuasa dosa, manusia cenderung untuk tidak akan mampu menaati dan memenuhi tuntutan Taurat. Oleh sebab itu, Taurat da-
lam hal ini menjadi lebih mengimplikasikan kutuk ketimbang berkat.
Berbeda dengan ajaran para ahli Taurat, Paulus menyatakan bahwa keselamatan itu terjadi bukan karena menjalankan Taurat yang harus sempurna itu, melainkan oleh iman atau kepercayaan kepada salib Kris­tus. Melalui salib itu, Tuhan Yesus telah menebus dan menyelamatkan kita dari kutuk Taurat yang seharusnya kita tanggung, karena kita tidak mampu memenuhi tuntutan Taurat itu dengan sempurna.
Jikalau kita mengimani dan mempercayai salib Kristus, itu berarti kita mengakui betapa besar kasih Tuhan kepada kita, yang meskipun oleh kelemahan dan dosa-dosa yang ada pada kita, sehingga kita tidak mampu memenuhi tuntutan Taurat atau hukum-hukum Tuhan itu, namun tetap berkenan menyelamatkan kita. Oleh sebab itu, mengi­mani dan mempercayai salib Kristus harus pula mendorong kita untuk bersyukur, dengan cara berusaha sekuat tenaga menenjalani kehidupan yang penuh ketaatan kepada-Nya. —Pdt. Em. Sutarno

Oleh salib Kristus, kita menaati hukum Tuhan bukan
untuk mendapatkan keselamatan, melainkan untuk
mengucapkan syukur atas pengorbanan-Nya.


=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Selasa, 12 April 2011

Diangon Tuhan


Baca: 2 Timotius 1:9-12
...aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercaya­kan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.
2 Timotius 1:12
Ada sungai yang membentang, memisah­kan halaman belakang rumah saya dengan persawahan. Sekali waktu saya sering me­nyaksikan sekawanan bebek sedang digiring menyusuri sungai di sekitar persawahan itu. Bebek-bebek itu diangon, digembalakan untuk mencari makan. Itulah salah satu cara memelihara bebek di pedesaan. Ternak itu tidak dikandang lalu diberi makan, tetapi diangon.
Saya merenung, seperti itukah cara Tuhan memelihara kita, diangon dan tidak dikan-
dang. Kita dilepas dalam penggembalaan-Nya. Kita digiring untuk me-ngenali dan menemukan sendiri panggilan-Nya atas hidup kita (ayat 9). Tetapi, apakah kita tahu apa yang dirindukan Tuhan saat menggem­balakan kita? Tuhan ingin kita melakukan yang terbaik untuk diri-Nya. Tuhan tidak ingin kita menafikan apa yang telah dipercayakan-Nya kepada kita.
Namun kita sering menafikan-Nya. Mengapa? Itu karena kita menolak untuk menderita (ayat 12). Kita takut menderita. Kita tak mau mende-rita. Kita tak tahan menderita. Kita bahkan terkadang malu memanggul salib. Kita malu memberitakan kasih Tuhan. Kita malu menjadi saksi Kristus. Ya, Yesus memang sudah terlanjur menderita untuk kita. Tetapi, tidakkah Ia juga berhak malu dan tak mau memelihara kita? Renung­kanlah, ketika kita menafikan panggilan Tuhan, sesungguhnya kita sedang menolak pemeliharaan-Nya. Jadi, mengapa kita tidak lebih merapat lagi ke dalam penggembalaan Tuhan? Izinkanlah Roh Kudus menudungi kita, niscaya Ia menggiring kita menemukan yang terbaik juga. —Agus Santosa
Tuhan tak pernah menggiring kita melintasi jalan
yang paling sedikit tantangannya, karena jalan seperti itu
hanya membuat kita menjauh dari-Nya.


=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Senin, 11 April 2011

Menjadi Manusia Allah


Baca: Roma 6:13
Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup....
Roma 6:13

Peristiwa kematian Tuhan Yesus di atas Kayu Salib adalah sebuah momentum yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia, khususnya bagi mereka yang percaya dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Namun dalam perjalanan hidup ini tidak sedikit orang yang mengaku percaya melupakan makna penting peristiwa itu bagi hidupnya.
Walaupun sudah mengaku menjadi orang percaya, namun kehidupannya masih tidak mencerminkan hidup baru, sebaliknya, masih berkutat terus dengan persoalan dan cara hidup lama. Roma 6:13 mengingatkan kita untuk berjalan kembali sebagai manusia yang telah diselamatkan Allah melalui kematian Tuhan Yesus di atas Kayu salib. Menjauhkan diri dari kelaliman, dan memasrahkan kehidupan kita kepada Allah karena sekarang ini kita telah dihidupkan kembali oleh kematian Tuhan Yesus di Kayu Salib dan menjadi manusia baru, ma­nusia Allah. Manusia yang mengejar keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan (1 Timotius 6:10-11). Sudahkah kita me­nyadari dan melakukan hal itu? Ataukah kita masih berada dalam eforia kemenangan kehidupan kita sehingga lupa untuk menapaki jalan yang harus kita lalui sebagai manusia Allah?
Sekarang saatnya kita kembali ke jalan Allah dan mengakui bahwa Allah telah menyelamatkan hidup kita dan mengampuni dosa kita. Marilah kita hidup dengan tidak bercela, tidak tertaklukkan oleh dunia, melainkan tetap beriman kepada Allah, tetap percaya meskipun tidak melihat. —Darmanto

jadilah manusia allah, manusia yang selalu berjuang
dalam pertandingan mengejar kasih, kesetiaan,
kesabaran dan kelembutan.


==================================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Minggu, 10 April 2011

Menjadi Murid Yesus


Baca: Lukas 14:27-35
Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.
Lukas 14:27

Seorang kaya membuat sebuah ruang doa di rumahnya, tetapi tak pernah digunakan un­tuk berdoa. Yesus duduk di ruang tamu dan berkata, “Iblis akan selalu datang ke rumah ini karena Aku tidak pernah kalian temui di ruang doa.” Mereka sadar dan segera berkata, “Tuhan Yesus, Engkau adalah Guru kami. Kami mau menjadi murid-Mu.” Sejak itu ruang doa benar-benar menjadi mezbah keluarga. Ketika Iblis datang lagi, maka Yesus yang menemuinya sendiri. Dan Iblis berkata: “Oh, maaf, salah alamat!” Boleh tertawa, tetapi adakah mezbah keluarga di rumah Anda?
Menjadi murid Yesus harus disiplin dalam mezbah keluarga. Ada-kah ruang doa tanpa doa dan ruang hati tanpa Yesus? Memanggul salib berarti hidup disiplin secara rohani walaupun mengikat dan membuat sementara orang tidak nyaman. Jangan menyebut diri murid Yesus kalau tidak mau didisiplin.
Memikul salib berarti berjalan dengan beban dari Tuhan. Ada mu­rid yang enggan mengerjakan PR karena tidak menyukai mata pelajaran atau tidak suka cara gurunya mengajar. Tidak demikian dengan Yesus. Ia Guru yang menyenangkan dan ajaran-Nya pun mengenakkan. Yang membuat kita enggan memikul salib-Nya ka-rena kita merasa mengikut Dia menambahi beban dan tidak bisa bebas. Bukankah demikian?
Jangan pakai atribut salib kalau bukan murid Yesus sejati. Pakai atribut salib itu ringan karena hanya anting-anting atau bandul kalung. Tetapi konsekuensi dari memakai atribut itu bisa menjadi teladan atau menjadi batu sandungan. Pilih yang mana, pakai atribut menjadi tanda murid sejati atau sekadar etalase berjalan? —Pdt. Em. Andreas Gunawan Priyono
Salib Yesus bukan sekadar palang kayu. Salib Yesus
adalah kayu yang mengubah hidup manusia.


 ==================================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi