Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 20 Agustus 2011

Menelusuri Lorong Berkat

Baca: Ulangan 28:2
Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara Tuhan, Allahmu.
Ulangan 28:2


Seseorang yang mendapatkan kesuksesan dalam hidupnya biasanya pernah menga­lami pengalaman pahit di masa lalu. Tak ada ke-suksesan besar yang datang kepada seseorang dengan begitu saja. Ada banyak pelajaran dan pengalaman yang menyertai kesuksesan tersebut.
Sebagian besar tokoh sukses dunia be­rangkat dari bawah. Mereka merangkak dan belajar banyak hal, berusaha memahami dan melakukan hal-hal yang diperlukan untuk mencapai sukses. Banyak kepahitan yang mereka lalui. Meski demikian, mereka memilih untuk tidak menyerah pada krikil-krikil tajam yang menyertai perjalanan hidupnya, dan tetap berusaha melakukan segala sesuatu dengan sebaik mungkin.
Meski memerlukan waktu yang panjang dan jalan yang berliku, mereka menyadari bahwa sesungguhnya semua kepahitan yang dialami tersebut merupakan perwujudan rencana Tuhan yang secara langsung atau tak langsung dipergunakan untuk membentuk mereka menjadi orang yang sukses. Mereka mau mendengarkan suara Tuhan. Hari demi hari, mereka mencari petunjuk-Nya dan melaksanakannya, dan pada akhirnya mereka merasakan hasilnya. Berkat Tuhan hadir dalam hidup mereka.
Saat ini barangkali kita sendiri tengah mengalami banyak masalah dan hal-hal yang kurang menyenangkan. Tetapi, janganlah kita terburu-buru menyerah dan jangan berhenti percaya pada penggenapan janji berkat Tuhan. Ketika kita mau mendengarkan petunjuk-Nya, limpahan berkat akan datang kepada kita. Selayaknya kita menggunakan ber­kat tersebut untuk menjadikan diri kita lebih baik. —Suryo Pratomo Santoso.

Berusahalah untuk mengikuti petunjuk-Nya, maka

Jumat, 19 Agustus 2011

Negeri Kita Yang Baik

Baca: Ulangan 8:6-10
Sebab Tuhan, Allahmu, membawa engkau masuk ke dalam negeri yang baik.
Ulangan 8:7


Bulan ini kita merayakan kemerdekaan yang ke-66. Sebelum merdeka, kita pernah dijajah oleh bangsa-bangsa lain. Mengapa? Karena negeri kita kaya. Mereka menjajah, agar da-pat merampas kekayaan kita. Itulah sebabnya, selama dalam penjajahan, rakyat kita tidak dapat memanfaatkan kekayaan negerinya sendiri, sehingga kehidupannya tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya. Kini kita telah terbebas dari penjajahan bangsa lain, sehingga dapat mengatur diri sendiri menurut kehendak dan keinginan sendiri, termasuk dalam memanfaatkan kekayaan negeri kita.
Pertanyaannya, apakah kehidupan rakyat kita sekarang sungguh-sungguh telah menjadi lebih baik ketimbang dahulu? Sebagian kecil dari rakyat, kehidupannya sekarang ini memang sudah begitu baik dan maju, tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain. Tetapi, bagian terbesar rakyat kita, kehidupan sosial, ekonomi dan politik pada hakikatnya masih tidak jauh berbeda dengan zaman penjajahan dahulu. Penuh persoalan dan penderitaan. Ironisnya, kalau dahulu penyebabnya adalah keserakahan bangsa lain, kini penyebabnya keserakahan bangsa sendiri!
Menghadapi kenyataan seperti itu, kita sebagai umat Tuhan percaya, bahwa bangsa kita telah dikaruniai Tuhan dengan suatu negeri yang be­gitu baik, sehingga harus selalu ingat dan mematuhi firman-Nya untuk “berpegang pada perintah Tuhan, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan dengan takut akan Dia” (ayat 6). Sebagai bagian dari bangsa kita, kita perlu mengingatkan bangsa kita akan perintah-Nya itu, melalui perbuatan keteladanan dan doa, agar seluruh rakyat “tidak akan kekurangan apa pun”. —Pdt. Em. Sutarno.

Doa: Tuhan, kasihani, ampuni, dan tobatkanlah bangsa kami,
sehingga damai-sejahtera-Mu dapat kami nikmati. Amin.

Kamis, 18 Agustus 2011

Tidak Tahu Berterima Kasih


Baca: Lukas 6:35
...Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.
Lukas 6:35

Borok di kaki pemuda itu sangat besar dan dalam. Luka itu tidak hanya menimbulkan rasa nyeri, tetapi juga membuat pemuda itu harus menggunakan tongkat ketika berjalan. Begitulah, dengan tertatih-tatih ia datang ke balai pengobatan setiap hari untuk diobati. Suster di balai pengobatan itu dengan telaten membersihkan nanah lukanya, mengganti perban, dan membubuhkan penisilin ter-baik. Pada waktu itu penisilin masih jarang, dan tentu saja mahal harganya. Setelah sebu­lan, suster itu memberi tahu si pemuda bahwa ia tak perlu datang lagi, karena boroknya sudah sembuh. Tentu Anda berpikir pemuda itu akan sangat berterima kasih untuk semua yang telah dilakukan suster itu bukan? Alih-alih berterima kasih pemuda itu malah berkata: “Apa yang akan suster berikan kepadaku karena aku telah setia datang ke balai pengobatan setiap hari?”
Mengejutkan? Memang, ceritera yang dikisahkan Frank Mihalic ini membuat kita tertegun, terheran-heran, menghela napas, dan menge­lus dada. Barangkali ada yang menyeletuk. “Kok ada orang seperti itu, bukannya berterima kasih.”
Apakah di antara kita ada yang demikian? Kita sudah diberkati setiap hari dengan udara, sinar matahari, waktu secara cuma-cuma. Belum lagi berkat jasmani dan rohani lainnya. Terlebih, keselamatan dari Tuhan Yesus yang rela mati bagi kita. Tapi ketika kita beribadah dan berdoa, kita masih saja selalu meminta ini dan itu, lupa berterima kasih. Ironisnya, kita juga mengatakan: “Aku sudah melayani Tuhan, lalu apa balasan Tuhan kepadaku?” Astaga! —Liana Poedjihastuti.

Doa: Terima kasih ya Tuhan, Engkau tetap baik kepada kami,
walaupun kami sering tidak tahu berterima kasih. Amin.

Rabu, 17 Agustus 2011

Berkat Yang Tersendat

Baca: Hagai 1:1-11
Itulah sebabnyalangit menahan embunnya dan bumi menahan hasilnya.
Hagai 1:10

Kelaparan adalah burung gagak, demikian kalimat dalam puisi W.S. Rendra. Burung ga-gak adalah lambang kematian. Burung gagak akan datang di mana ada bangkai tergeletak. Kelaparan menjadi momok bagi setiap orang. Oleh kuasa Tuhan, kelaparan bisa terjadi seperti yang dialami umat Israel pada zaman Nabi Hagai. Mereka sibuk tanpa peduli lagi dengan hal-hal yang rohani. Rumah-rumah pribadi dibangun sementara Rumah Tuhan dibiarkan runtuh. Apakah memang ada kaitan antara kedekatan dengan Tuhan dan berkat-berkat yang kita terima setiap hari?
Yang utama dilupakan, yang pribadi diutamakan. Tidak ada orang yang melarang kita maju dan sukses kalau memang mampu. Namun yang Tuhan kehendaki adalah perhatian kita pada hal-hal yang rohani masih tetap berjalan. Kadang orang menjadi lupa Tuhan bila keadaan sudah mapan dan semua lancar. Tuhan bisa membalikkan keadaan bila kita lupa kepada Sang Pemberi berkat.
Berkat bisa tersendat kalau kita lupa beribadah. Pada akhir ibadah, umat menerima berkat Tuhan melalui pelayan Tuhan. Apakah kita tahu arti berkat Tuhan itu? Seminggu lamanya kita bekerja dan berkat itu akan terus menaungi kita. Oleh sebab itu jangan lupakan hari-hari di mana kita beribadah.
Rumah Tuhan adalah tempat Tuhan menyediakan berkat-Nya. Ketika umat membiarkan Rumah Tuhan runtuh, ternyata berimbas pada perekonomian mereka juga hancur. Berkat bisa datang dari mana saja, tetapi sumber berkat itu ada di dalam Rumah Tuhan di mana dua atau tiga orang berkumpul atas nama Tuhan, maka Tuhan Yesus ada di sana. —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Bahtera hidup akan menjadi oleng kalau
berkat Tuhan tersendat.


Selasa, 16 Agustus 2011

Masa Lalu dan Kini

Baca: Ulangan 30:15-16
Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan.
Ulangan 30:15

Hidup di tanah Mesir berbeda dengan hi-dup di tanah Kanaan. Itu yang harus disadari dan dilakoni oleh umat Israel yang sudah merasakan sendiri bagaimana Allah menun­tun dengan tangan-Nya yang perkasa, se-hingga Israel menjadi bangsa yang merdeka. Mana yang lebih enak? Hidup di Mesir sebagai bangsa tertindas tetapi bisa makan makanan yang enak dan kenyang? Atau hi-dup di padang gurun yang keras, namun dipelihara setiap hari oleh Tuhan, dalam wujud makanan yang diteteskan dari langit, setiap hari selalu ada berkat dan rejeki? Ternyata bangsa Israel, sering menggerutu dan bersungut- sungut ketika mengalami kesulitan pangan. Mereka bahkan menyalahkan Musa yang telah memimpin mereka selama ini. Israel harus menyadari, mereka tidak hidup pada masa lalu. Hidup terus bergerak dan ada perubahan yang harus dihadapi. Umat Israel harus berani menghadapi realitas masa kini yang mesti dijalani.
Menjalani masa kini, tetapi masih terpaku pada masa lalu akan membuat kita seperti umat Israel yang mudah bersungut-sungut ketika mengalami hambatan dan masalah. Ada tiga putaran etape yang sudah, sedang dan akan dijalani. Hidup sebagai bangsa tertindas di Mesir sudah berlalu, hidup 40 tahun di padang gurun akan selesai di jalani, dan di depan sudah menanti tanah Kanaan yang dijanjikan Allah. Tantangannya pun jauh berbeda, namun semangat dan perjuangan hidup harus terus dilakukan. Dan Tuhan sebagai pemandu jalan akan terus menemani. Musa mengajarkan umat Israel untuk selalu berpaut kepada Tuhan. —Pdt. Agus Wiyanto.

Kesabaran dan keuletan adalah modal utama masa kini.