Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 23 Oktober 2010

Jangan Menggeser Tuhan

Baca: Matius 19:27-30
Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggal¬kan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibu¬nya, anak-anak atau ladang¬nya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup kekal.
Matius 19:29

Sebagai orang tua, mungkin kita mengang¬gap wajar-wajar saja kalau merasa tersing¬gung dan marah, manakala nasihat kita kepada anak kita tidak dituruti. Dalam hal ini, mungkin kita merasa tidak dihormati dan disepelekan. Bukankah menjadi kewa¬jiban anak untuk menghormati dan menaati orangtuanya, sebagaimana diperintahkan di dalam Hukum ke-5?

Pendapat semacam itu, baru setengah be-nar. Dan itu sangat berbahaya. Sebab, kalau diterus-teruskan, dapat justru menjadi seratus persen tidak benar! Maksudnya, bertumpu pada perintah bahwa anak harus menghormati dan menaati orangtua, kita lalu menganggap bahwa semua pendapat kita itu pasti benar, sedang pendapat anak kita pasti salah. Oleh karena itu, semua yang kita nasihatkan, harus ditaati dan dituruti. Dalam hal ini, kita seolah-olah telah menempatkan diri sebagai “tuhan” terhadap anak kita. Padahal, sebagai manusia berdosa, kita juga memiliki banyak kelemahan dan kekurangan. Karenanya, mungkin saja nasihat yang ingin kita paksakan itu sebenarnya keliru.

Tuhan Yesus mengingatkan, bahwa orangtua bukan segala-galanya, yang harus ditaati dan diikuti secara membabibuta. “Barangsiapa meng-asihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku”. De-ngan kata lain, orangtua tidak boleh menggeser Tuhan, melainkan justru harus menundukkan diri kepada Tuhan. Oleh sebab itu, dalam bersikap kepada anak, orangtua juga harus menyadari keterbatasannya, dan rela merendahkan diri, tidak merasa selalu benar dan harus dituruti. —Pdt. Em. Sutarno

Doa: Tuhan, tolonglah kami untuk dapat merendahkan
diri di hadapan anak kami, dan lenyapkan keinginan untuk
memaksakan pendapat kepada anak kami. Amin.

Jumat, 22 Oktober 2010

Kesempatan

Baca: Lukas 10:38-42
Tetapi hanya satu saja yang perlu: maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil daripadanya.
Lukas 10:42

Yang membedakan orang sukses dan gagal adalah bagaimana ia memanfaatkan kesem¬patan. Kesempatan merupakan jalan untuk menuju kesuksesan. Orang yang lemah hanya menunggu kesempatan menghampirinya. Ia terus menunggu tanpa mau berusaha. Tak jarang setelah menunggu lama, kesempatan yang datang, ia biarkan berlalu karena ia tak mengetahui atau menyadarinya.

Orang yang kuat tidak hanya menunggu kesempatan. Ia berusaha menciptakan ke-sempatan walau orang lain tak bisa melihat adanya peluang. Tipe ini terus berinovasi untuk menciptakan kesempat-an. Tetapi orang yang bijaksana, adalah orang yang bisa memanfaatkan kesempatan.
Ada yang menunggu kesempatan, ada yang menciptakan kesempatan, dan ada yang memanfaatkan kesempatan. Orang sukses adalah yang mampu memanfaatkan kesempatan sekecil apa pun. Ia mampu me-respons kesempatan itu, memanfaatkan kesempatan itu lalu menindak¬lanjuti dengan suatu tindakan nyata. Tentu tak mudah memanfaatkan kesempatan yang ada untuk meraih kesuksesan. Ada rintangan dan persoalan untuk mencapainya. Tetapi di dalam kesulitan pasti tersem¬bunyi kesempatan.
Saat Yesus datang bersama murid-muridnya ke rumah Maria dan Marta, Maria mengambil kesempatan itu dengan baik. Ia memanfaatkan kesempatan itu untuk duduk di dekat kaki Yesus dan mendengarkan perkataan-Nya. Sedangkan Marta? Apa yang ia lakukan? Marta sibuk melayani. Marta telah melewatkan kesempatan besar untuk mendapatkan berkat. Bagaimana dengan kita? Mari memanfaatkan setiap kesempatan untuk lebih dekat dengan Yesus. —Sara Tee

Orang yang bijaksana mampu memanfaatkan
kesempatan untuk meraih kesuksesan.

Kamis, 21 Oktober 2010

Pendamping Anak

Baca: Kejadian 2:18-24
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah¬nya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Kejadian 2:24

Pernikahan merupakan keputusan bersama antara laki-laki dan perempuan dewasa. Di dalamnya mereka ingin hidup saling bergan¬tung satu dengan yang lain dan membuat kesepakatan-kesepakatan bersama untuk menghadapi kehidupan yang penuh tantang-an. Hal inilah yang harus dijunjung tinggi oleh kedua pihak orangtua. Kedua anak yang pernah dibesarkan sekarang sudah de-wasa dan hidupnya tidak bergantung lagi kepada orang¬tuanya. Mereka sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan dalam menghadapi kehidupan dengan segala permasalahannya.

Kedua pihak orangtua sudah tidak boleh terlalu banyak ikut campur dalam rumah tangga anak-anaknya. Orangtua yang masih terlalu men¬campuri keluarga anaknya hanya akan menimbulkan perpecahan dalam kehidupan keluarga anak-anaknya. Kecuali anaknya yang sudah berke¬luarga itu minta nasihat atau pertolongan orangtuanya, itu pun harus atas kesepakatan pasangan, maka orangtua bisa memberikan nasihat, pertimbangan dan bantuannya. Orangtua harus bisa menempatkan diri sebagai pendamping anak-anak yang mengasihi. —A. Budipranoto

Doa: Ya, Tuhan, sebagai lansia di mana anak kami
sudah berkeluarga, biarlah kami sebagai pendamping yang
mengasihi, tidak terlalu banyak mencampuri urusan
rumah tangga anak kami. Amin.

Rabu, 20 Oktober 2010

Peringatan

Baca: Ibrani 3:13-16
Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan “hari ini”...
Ibrani 3:13

Setiap bungkus rokok merek apa pun di In¬donesia wajib mencantumkan tulisan: “Me-rokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin.” Peringatan ini barangkali lebih dianggap sekadar untuk memenuhi legal formal produk rokok ketimbang sebagai imbauan serius bagi kaum perokok akan bahaya merokok.

Ketika penulis Ibrani menganjurkan agar kita saling mengingatkan seorang akan yang lain yang menyimpang dari kebenaran, tentu
tidak dimaksudkan sekadar formalitas atau legalitas semata. Kita diminta dengan tulus hati dan sungguh-sungguh untuk menasihati orang-orang yang kita kasihi agar tidak tegar hatinya karena tipu daya dosa (ayat 13). “Nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan ‘hari ini’...” Pernyataan ini menyiratkan keseriusan, bukan sekadar basa basi, agar kita menasihati orang-orang yang kita kasihi tidak melakukan perbuatan dosa yang dapat membangkitkan amarah Tuhan. Kita tidak ingin melihat suami, istri atau anak-anak kita mengeraskan hati mendengarkan suara Tuhan (ayat 15).

Yakobus berpesan, “Saudara-saudaraku, jika ada di antara kamu yang menyimpang dari kebenaran dan ada seorang yang membuat dia berbalik, ketahuilah, bahwa barangsiapa membuat orang berdosa berba¬lik dari jalannya yang sesat, ia akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa” (Yakobus 5:19-20). Lalu bagaimana kita memberikan nasihat, peringatan atau teguran? Sebaiknya berdoalah kepada Tuhan sebelum memberikan nasihat, peringatan atau teguran. Ingat, seranglah masalahnya, bukan orangnya, dan tekankanlah untuk segera bertobat! —Agus Santosa

Siapa menegur orang akan kemudian lebih disayangi
daripada orang yang menjilat.
—Amsal 28:23

Selasa, 19 Oktober 2010

Jembatan Bukan Tembok

Baca: 1 Yohanes 4:17-21
Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.
1 Yohanes 4:18

Ada seorang gadis yang takut sekali kehi-langan kekasihnya. Segala cara dipakai pe¬muda itu untuk meyakinkan gadis pujaannya bahwa dirinya tidak akan mempermainkan¬nya. Suatu hari pemuda tersebut membaca ayat di atas dan dikirimkannya kepada gadis itu. Wow, luar biasa tanggapannya. Sekarang gadis itu percaya 100% kepada pemuda yang mencintainya. Apakah karena diambil dari firman Tuhan? Tidak! Tetapi makna dari kata-kata itu yang meneguhkan gadis tersebut.

Kasih yang sejati bagaikan bangunan sebuah jembatan. Jembatan tidak pernah dibuat putus di tengah. Jembatan selalu menyambung antara tempat yang satu dengan tempat di seberangnya. Putus di tengah berarti terjun ke laut, kan? Buatlah jembatan dalam rumah tangga kita, jangan sampai putus hubungan antar sesama anggota keluarga kita.

Ketakutan terjadi kalau berada di atas tembok atau di balik tembok. Orang yang takut ketinggian jangan memanjat tembok. Orang yang takut terpisah jangan berada di balik tembok. Ingat Tembok Berlin masa lalu. Dalam rumah tangga cobalah hindari membuat “tembok” . Tembok suami istri, tembok orang tua dan anak, tembok mertua dan menantu. Makin tinggi sebuah tembok, akan makin gelap suasananya. Seram!
Kasih dapat diuji melalui apa yang sedang kita bangun bersama. Rumah tangga Anda sedang mengarah kemana? Mendirikan tembok atau membangun jembatan? Yang jelas keduanya butuh waktu lama untuk membangunnya, tetapi bila sudah runtuh pasti menelan banyak korban
Pilihlah membangun jembatan dengan pondasi Kasih Kristus. —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Jembatan dibangun untuk menjadi jalan kasih, tetapi tembok
akan membentuk bayang-bayang gelap di kedua sisinya.

Senin, 18 Oktober 2010

Alasan Bertengkar

Baca: Efesus 5:33
Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri dan istri hendaklah menghormati suaminya.
Efesus 5:33

Apa yang biasanya menjadi alasan perteng¬karan Anda dengan pasangan? Pasti Anda bisa menyebutkan sederet alasan, mulai dari kebiasaan yang menjengkelkan sampai masalah yang lebih serius seperti perbedaan prinsip. Tetapi tahukah Anda bahwa menu¬rut Lovasik, kebanyakan pertikaian di antara pasutri dimulai karena satu pihak sedang marah kepada orang lain?

Tidak jarang para suami pulang ke ru¬mah membawa “oleh-oleh” rasa jengkel dan marah karena di tempat kerja dicela atasan, betengkar dengan rekan kerja, kuota tak terpenuhi, dan lain-lain . Tentu hal ini tak adil untuk keluarganya. Mereka tidak tahu apa-apa, tetapi kena damprat. Mestinya oleh-oleh untuk keluarga kan yang enak-enak saja.

Lalu bagaimana mengantisipasi keadaan seperti itu? Kisah Lovasik yang jenaka ini sungguh menginspirasi. Sepasang suami-istri membuat kesepakatan. Jika sang suami pulang dari ladang dalam keadaan tidak senang dan ingin marah, ia akan melipat satu bagian kaki celana lebih tinggi dari yang lain. Begitu melihat tanda itu, si istri akan tahu, itulah saat bertindak hati-hati karena suaminya bak bom yang siap ledak. Sebaliknya jika si istri sedang jengkel atau merasa tak enak, ia akan mengenakan peniti di sudut atas bajunya. Kesepakatan itu telah banyak menghindarkan mereka dari pertengkaran yang tak perlu.

Tentu di balik kesepakatan itu, terdapat dasar kuat sebagai lan¬dasannya, yaitu saling mengasihi hingga keduanya mampu bertenggang rasa. Tertarik untuk mencobanya? Mengapa tidak menemukan sendiri ke-sepakatan Anda? —Liana Poedjihastuti

Tetapi buah roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran,
kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.
—Galatia 5:22-23

Minggu, 17 Oktober 2010

Keseimbangan

Baca: Galatia 6:2
Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.
Galatia 6:2

Ketika saya mengatur aquarium dengan tanaman air dan ikan-ikan air tawar, saya menyadari tidak semua tanaman dan ikan dengan harga mahal harus saya beli agar aquarium terlihat alami. Ikan murah harga Rp 2.000,00 seperti ikan jenis gupi yang kecil berekor panjang dan berwarna-warni, ikan neon yang badannya mengandung warna fosfor, ikan plati berekor seperti pisau dan ikan white/ blak molly dapat diguna¬kan untuk mendampingi ikan-ikan mahal berharga puluhan ribu rupiah seperti discus merah/violet, ikan mono berbentuk segitiga warna putih, manfish yang berjurai panjang dan bala-bala yang berbentuk seperti hiu.

Kehadiran ikan-ikan murah itu tidak sekadar meramaikan aquarium dengan biaya murah, tetapi sekaligus menjadi penyeimbang warna, bentuk dan pengisi tempat kosong di sela-sela tanaman air dan kayu bakau sehingga aquarium tampak alami. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua jenis ikan dapat dicampur dalam satu tempat.

Dari perpaduan ikan-ikan itu saya belajar, rupanya keseimbangan dapat terjadi kalau kita mengetahui kelemahan dan kekuatan masing-masing. Ketika si lemah dapat menerima si kuat, dan si kuat melindungi si lemah karena membutuhkan, maka akan tercipta keseimbangan dan keharmonisan dalam kehidupan bersama.
Bagaimana dengan keluarga kita, apakah setiap anggota keluarga menyadari kekuatan dan kelemahan masing-masing? Dan yang lebih penting lagi dapatkah setiap anggota keluarga saling memahami, mengerti, saling membutuhkan, dan saling menolong? —Pramudya

Dalam kelemahan kita menyadari kekuatan orang lain
dan membutuhkannya, dan dalam kekuatan, kita melihat
kelemahan orang lain dan harus menolongnya.