Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggal¬kan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibu¬nya, anak-anak atau ladang¬nya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup kekal.
Matius 19:29
Sebagai orang tua, mungkin kita mengang¬gap wajar-wajar saja kalau merasa tersing¬gung dan marah, manakala nasihat kita kepada anak kita tidak dituruti. Dalam hal ini, mungkin kita merasa tidak dihormati dan disepelekan. Bukankah menjadi kewa¬jiban anak untuk menghormati dan menaati orangtuanya, sebagaimana diperintahkan di dalam Hukum ke-5?
Pendapat semacam itu, baru setengah be-nar. Dan itu sangat berbahaya. Sebab, kalau diterus-teruskan, dapat justru menjadi seratus persen tidak benar! Maksudnya, bertumpu pada perintah bahwa anak harus menghormati dan menaati orangtua, kita lalu menganggap bahwa semua pendapat kita itu pasti benar, sedang pendapat anak kita pasti salah. Oleh karena itu, semua yang kita nasihatkan, harus ditaati dan dituruti. Dalam hal ini, kita seolah-olah telah menempatkan diri sebagai “tuhan” terhadap anak kita. Padahal, sebagai manusia berdosa, kita juga memiliki banyak kelemahan dan kekurangan. Karenanya, mungkin saja nasihat yang ingin kita paksakan itu sebenarnya keliru.
Tuhan Yesus mengingatkan, bahwa orangtua bukan segala-galanya, yang harus ditaati dan diikuti secara membabibuta. “Barangsiapa meng-asihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku”. De-ngan kata lain, orangtua tidak boleh menggeser Tuhan, melainkan justru harus menundukkan diri kepada Tuhan. Oleh sebab itu, dalam bersikap kepada anak, orangtua juga harus menyadari keterbatasannya, dan rela merendahkan diri, tidak merasa selalu benar dan harus dituruti. —Pdt. Em. Sutarno
Doa: Tuhan, tolonglah kami untuk dapat merendahkan
diri di hadapan anak kami, dan lenyapkan keinginan untuk
memaksakan pendapat kepada anak kami. Amin.
diri di hadapan anak kami, dan lenyapkan keinginan untuk
memaksakan pendapat kepada anak kami. Amin.