Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Jumat, 18 November 2011

Yesus Tampil Ngeri


Baca: Matius 10:34-39
…Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang (Matius 10:34).
Robin Hood yang dikenal sebagai pahlawan rakyat kecil ternyata seorang rentenir. Ia sosok yang kontroversial: sebagai ahli pedang yang cerdik, taat pada ajaran Krisren dan dermawan, tetapi juga rentenir. Bagaimana dengan Yesus? Ia yang sering berbicara dan melakukan tindakan kasih, ternyata datang bukan untuk membawa damai melainkan “pedang”. Ketika Yesus tampil ngeri, apa yang menjadi pesan-Nya ?
Menjadi pengikut-Nya berarti harus mengutamakan Dia lebih dari yang lain. Dalam peperangan hanya ada menang atau kalah. Juga dalam mengikut Dia hanya ada pilihan kepada siapa kita mau lebih taat dan setia. Bukan meniadakan yang lain, tetapi menjadikan yang lain berada di urutan setelah Yesus. Yesus harus yang pertama dan yang utama dalam hidup ini. Bisakah kita melakukannya?
Menjadi pengikut-Nya berarti harus jelas siapa yang kita pilih sebagai pemimpin. Pedang berkaitan dengan kata perang dan pahla­wan. Ada pertarungan sengit untuk memilih siapa yang akan menjadi pahlawan dalam hidup kita. Mau bergantung kepada manusia atau kepada Tuhan yang adalah Pemenang. Menjadi pengikut-Nya bukan menjadi musuh bagi yang lain, tapi membuat pilihan kepada siapa kita mau dipimpin.
Menjadi pengikut-Nya harus berani membayar harga. Dalam per­tarungan salah satu pihak pasti ada yang kalah. Mendapat Yesus berarti mendapat sesuatu yang tidak bisa dicari di dunia ini. Kekerabatan akan berakhir dalam kematian, namun memilih Yesus berarti memilih yang kekal. Inilah harga yang harus dibayar. Sanggupkah kita?
–Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr

Pedang yang dibawa Yesus adalah gambaran dari kasih yang tegas.

Kamis, 17 November 2011

Melihat yang Tak Tampak


Baca: 2 Raja Raja 6:8-18
Maka Tuhan membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa (2 Raja-raja 6:17).

Orang atheis berpendapat bahwa semua yang tidak nyata jangan dipercaya, ter­masuk adanya Tuhan. Mereka mengatakan bahwa Tuhan adalah rekayasa orang lemah yang tidak bisa mengatasi masalah hidupnya sendiri. Kalau kita jujur, banyak hal di dunia ini yang tidak tertangkap oleh indera kita.
Kita mendapat pelajaran berharga dari firman Tuhan hari ini, tentara Aram menge­pung kota Dotan, tempat tinggal Elisa. Hamba Elisa panik, ketakutan. Tidak ada jalan keluar. Elisa menguatkan hambanya “Jangan takut, sebab yang menyertai kita lebih banyak dari mereka.” Elisa berdoa supaya Tuhan membuka mata hambanya, sehingga ia melihat gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa.
Jangan panik, karena kepanikan membuat kita kehilangan akal sehat. Bawa masalah kepada orang yang tepat. Hamba itu segera memberitahu Elisa, dan Elisa menguatkan dia untuk jangan takut, karena yang me­nyertai mereka lebih kuat dari para penyerang. Elisa berdoa agar Tuhan membuka mata hambanya, sehingga dia melihat tentara, kuda dan kereta berapi yang mengelilingi mereka. Elisa juga berdoa agar Tuhan membu­takan mata para pengepung sehingga tidak melihat dia dan hambanya.
Hidup tidak selalu berjalan mulus, namun kita percaya bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yg bisa kita percayai dan janji-Nya bisa kita pegang. Dia menyertai kita dan pasti menolong pada waktu- Nya, Dia tidak pernah terlambat. Iman memampukan kita untuk melihat dengan mata hati kita akan Tuhan dan bala tentara-Nya yang melindungi anak-anak-Nya. –Pdt. Em. Daniel Harjono

Doa: Tuhan, bukalah mata hatiku untuk melihat dan mengalami penyertaan- Mu. Amin.

Selasa, 15 November 2011

Menanggalkan Beban


Baca: Ibrani 12:1
…marilah kita menanggal­kan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita…(Ibrani 12:1).
Sejujurnya saya tidak terlalu suka travel­ling. Apa boleh buat, pekerjaan meng­haruskannya. Jadilah, saya cukup sering bepergian ke beberapa daerah. Yang paling saya hindari pada waktu travelling adalah membawa banyak bawaan. Saya upayakan bawaan saya seringkas mungkin, supaya tidak membebani sewaktu di perjalanan. Barang atau bawaan yang terlampau banyak tentu akan membebani kita, membuat kita tak leluasa bergerak. Tak nyaman pula.
Demikian pula dalam hidup ini. Acapkali kita tidak menyadari bahwa perjalanan hidup kita terasa berat karena beban-beban yang kita bawa dalam menempuh perjalanan hidup ini. Beban itu bukan semata-mata berbagai persoalan yang sedang kita hadapi saat ini, tetapi lebih berupa pengalaman-pengalaman masa lalu yang menyakitkan, penyesalan, keke­cewaan, kepahitan, sakit hati, amarah terpendam, dan tentu termasuk dosa-dosa kita yang belum kita pertobatkan. Semua itu membuat langkah kita berat, kita berjalan terseok-seok menyeret beban perasaan negatif dalam menempuh hidup ini.
Sekaranglah saatnya bagi kita untuk menanggalkan beban-beban masa lalu itu, menyerahkannya kepada Kristus, memohon peng-ampunan dan pemulihan-Nya, lalu hidup sebagai ciptaan baru. Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang (2 Korintus 5:17).
Marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu me­rintangi kita (Ibrani 12:1). Dengan demikian hati kita akan dialiri dan memancarkan damai sejahtera. –Liana Poedjihastuti

Apakah beban-beban dalam hidupku yang merintangi aku mengalami damai sejahtera?

Senin, 14 November 2011

Tetap Semangat


Baca: Ayub 17:1
Semangatku patah, umurku telah habis, dan bagiku tersedia kuburan
(Ayub 17:1).


Prinsip berdamai dengan stres dimulai dari kemauan diri sendiri untuk menga­tasinya. Merasa tidak berdaya, menempat­kan diri sebagai orang yang paling menderita di dunia ini, dan sebaliknya melihat orang lain yang berhasil sebagai pesaing kita, bah­kan mengancam eksistensi diri kita, adalah sikap yang salah karena itu berarti kita menggunakan kacamata negatif.
Daripada iri kepada orang lain yang berhasil mengapa kita tidak meniru orang yang sukses atau berhasil dalam mengerjakan sesuatu. Ini adalah rabuk yang akan terus memotifasi diri kita selangkah lebih maju. Bukan dengki yang ditabur dalam kata-kata dan sikap, bukan iri hati melihat orang lain yang lebih maju dalam hidupnya, tetapi semangat yang mendorong kita dapat menyamai “langkah mereka”. Kalau tidak bisa sama persis dalam satu langkah, ya tidak apa-apa, minimal, kita masih bisa berjalan dalam garis dan irama yang sama dengan orang yang tegar dan masih punya pengharapan dalam menghadapi hidup.
Usia paruh baya dan memasuki masa pensiun bukan berarti kita merasa puas diri berpaku tangan, sambil menikmati hari-hari yang ada dengan uang pensiun. Jangan kehilangan semangat seperti Ayub pada awalnya “Semangatku patah, umurku telah habis, dan bagiku tersedia kuburan.” (Ayub 17:1). Selama masih ada kesempatan yang diberikan oleh Tuhan, dan tangan kita masih dapat mengerjakannya, mengapa kita hanya mau menganggur dan berpaku tangan?
–Pdt. Agus Wiyanto

Temukan satu dua minat yang Anda miliki, kemudian kembangkanlah