Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 28 Januari 2012

Berkualitas


Baca: Yohanes 6:38
Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku (Yohanes 6:38).
Ada dua tokoh besar tercatat dalam se­jarah. Di dunia, hidup mereka singkat, tetapi memberikan pengaruh yang luar biasa.
Pertama, Alexsander Agung, raja Make­donia yang dikenal sebagai panglima perang terbesar. Di bawah kekuasaannya kerajaan­nya maju pesat dan mempunyai angkatan perang yang kuat. Tahun 334 SM ia mulai melakukan ekspansi menaklukkan negara tetangga. Tercatat menduduki Mesir se­cara damai, menumbangkan negara Persia dibawah Darius III dan mengembangkan sayap sampai wilayah India. Sebagai raja yang dihormati dan mem­punyai popularitas ia mati muda di usia 33 ½ tahun. Sebelum mati ia berpesan supaya disiapkan peti mati dengan dua lubang di sisi kiri dan kanannya, supaya nanti tubuhnya dibaringkan dengan dua tangan yang terentang keluar. Kesuksesan popularitas diraih ketika hidup, namun yang terpenting orang mengingatnya dari apa yang telah diperbuatnya selama hidupnya.
Yesus dari Nazaret, sebagai Anak Allah yang turun ke dunia, dibesar­kan keluarga Yusuf dan Maria. Berkarya di usia 30 tahun. Aktif berkeli-ling dari kota ke kota untuk mengajar banyak orang tentang hidup yang benar. Yesus mati di usia 33 tahun dengan tangan-Nya terentang di atas kayu salib untuk menghapus dosa isi dunia. Hidupnya menginspirasi banyak orang. Nama Yesus tak lekang oleh waktu, bahkan semua yang ada di muka bumi mengagungkan nama-Nya.
Hidup bukan soal lama atau panjangnya, tapi bagaimana meng-isinya dengan berkualitas. Ketaatan Yesus kepada Bapa, menginspi­rasi kita menyusuri tahun yang baru. –Pdt. Agus Wiyanto

Teruskan lembaran hidup kita dengan apa yang masih dapat dilakukan, berkarya sampai tuntas, sampai langkah yang penghabisan.

Jumat, 27 Januari 2012

Gelas Setengah Isi


Baca: Filipi 4:8
Jadi akhirnya, saudara-sauda­ra, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu (Filipi 4:8).
Apa pendapat Anda tentang gambar di bawah? Menurut Anda gelas itu berisi penuh atau hanya berisi setengah? Jikalau kita hanya melihat dan mengartikan bahwa yang dimaksud isi hanyalah air, maka benar bahwa gambar di atas hanya berisi air sete-ngah saja. Namun jika kita berpikir bahwa selain dari air ada udara yang memenuhi gelas tersebut, maka gambar di atas adalah berisi penuh.
Dalam perenungan, kita sering terjebak pada hanya memikirkan permasalahan-permasalahan yang menjadi beban hidup kita, sehingga yang terjadi adalah bahwa nampaknya hidup kita hanya berisi dengan permasalahan. Kita tidak biasa melihat isi yang lain dari ruang kehidupan kita, karena memang pikiran dan hati kita tertutup untuk itu. Akibatnya tidak mu­dah bagi kita untuk bersyukur. Padahal sesungguhnya ada sukacita dan damai sejahtera di dalamnya. Pikiran kita terbelenggu dalam kesesakan. Sama seperti ketika kita melihat sebuah gelas setengah isi.
Marilah kita sekarang membuka hati dan pikiran kita untuk mampu melihat isi lain yang memenuhi kehidupan kita, bukan hanya beban permasalahan melulu. Selanjutnya penuhilah pikiran dan hati kita untuk semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji (Filipi 4:8).
Sudah terbukakah hati dan pikiran kita dalam melihat cawan kehidupan kita? Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan meme­lihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus (Filipi 4:7) –Darmanto

Doa: Tuhan, bukalah hati dan pikiran hamba sehingga hamba mampu melihat cawan kehidupan hamba secara penuh.

Kamis, 26 Januari 2012

Janji-Mu Seperti Fajar


Baca: 2 Samuel 23:1–7
.....ia bersinar seperti fajar di waktu pagi, pagi yang tidak berawan
(2 Samuel 23:4)
Setelah sekian tahun tak pernah menyentuh gudang, hari itu bu Asih menyempatkan membersihkan gudang. Beberapa dus berisi buku-buku bekas disingkirkannya untuk dijual kepada pembeli barang bekas. Perhatian bu Asih tertuju pada sebuah buku kecil. Ia baru ingat, buku itu adalah buku berisi doa-doa yang dicatatnya terutama di saat ia sedang bergumul. Bu Asih lalu membaca halaman yang ditandai pita, di situ tertulis sebuah doanya: ”Aku menyerahkan masa depan ke tiga anakku kepada-Mu ya Tuhan. Aku berharap suatu saat, mereka akan menjadi orang yang berguna untuk sesama. Aku menanti janji penyertaan-Mu untuk mereka. Amin.” Medio Juli 1989, pukul 05:00.
Bu Asih tepekur. Tak terasa dua puluh dua tahun telah berlalu sejak doa itu dinaikkan. Doa itu telah terjawab. Anaknya yang tertua menjadi dokter di sebuah rumah sakit, anak kedua menjadi guru SD dan anak ketiga menjadi pendeta, melayani sebuah jemaat.
Allah mendengar setiap harapan yang dirindukan anak-anak- Nya. Ia tahu yang terbaik bagi orang yang takut akan Dia. Daud meyakini bahwa harapannya atas kaum keluarganya: anak-anak dan cucu, dibangun di atas janji-janji Allah. Itulah yang membuat harapan orang percaya selalu bersinar seperti fajar di waktu pagi, pagi yang tak berawan: bening, cerah untuk menatap dan melihat dengan nyata rancangan Allah atas hidupnya dan hidup keluarganya. Saat pagi datang menjelang, jumpailah Allah dalam doamu. Naikkan syukur dan harapan dan tetap berpegang pada janji-janji-Nya, karena Ia adalah setia. –Pdt. Meyske S. Tungka

Jalan orang benar itu seperti cahaya fajar yang kian bertambah terang sam­pai rembang
tengah hari. –Amsal 4:18

Selasa, 24 Januari 2012

Membawa Nama Siapa?


Baca: Matius 7:21-23
Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu!...”(Matius 7:23).
Sekalipun yang namanya pergantian ta­hun itu sudah merupakan siklus rutin yang setiap kali terjadi, namun setiap kali hal itu terjadi tetap akan menggoreskan makna yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Kalau hidup ini ibarat sebuah perjalanan kembara, maka setiap kali terjadi pergan­tian tahun berarti semakin jauh kita sudah meninggalkan titik berangkat, dan semakin dekat kita menuju titik akhir perjalanan kita. Dan bila kita sampai di titik akhir perjalan-an, di sana kita akan berjumpa dengan Sang Pencipta sekaligus Pemilik Hidup atau Tuan atas hidup kita.
Ibarat penjemput tamu di bandara, ketika hendak menjumpai Sang Tuan pun kita perlu membawa identitas bertuliskan nama-Nya, yang kita angkat tinggi-tinggi, supaya Dia mengenali kita. Dan, Sang Tuan yang mau kita jumpai akan dengan saksama memperhatikan, nama siapakah yang kita junjung tinggi-tinggi dengan penuh hormat. Kalau itu ternyata Nama Dia, maka kita akan segera dipeluk-Nya. Mungkin saja ada Nama Dia di tangan kita. Tapi karena Dia melihat kita tidak sungguh-sungguh menghargai Nama itu bahkan cenderung menghinakan-Nya, maka Dia pun akan berkata: ”Aku tidak pernah mengenal kamu!”
Saudara, di saat kita baru saja menjalani pergantian tahun seperti sekarang, saatnyalah kita merenung, nama siapakah yang selama ini kita bawa dan kita junjung tinggi dengan penuh hormat, dalam hidup yang sudah kita jalani sampai hari ini? Dan, nama siapakah pula yang akan tetap dan terus kita bawa dan junjung tinggi sampai pada akhirnya kelak? –Handoyo

Doa: Ya Yesus, kami ingin selalu membawa dan menjunjung tinggi Nama-Mu dalam hidup kami. Agar ketika kelak kami menjumpai Engkau, Engkau me-ngenali kami dan berkenan menerima kami. Amin.