Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 02 Oktober 2010

Sumpit

Baca: Pengkhotbah 4:9-12
Berdua lebih baik daripada seorang diri…
Pengkotbah 4:9

Di antara tiga perangkat alat makan, sendok garpu, pisau garpu, dan sumpit, yang ketiga adalah yang paling tidak terampil saya gunakan. Barangkali karena tidak terbiasa.

Menarik memperhatikan penggunaan ketiga perangkat alat makan ini. Baik sendok garpu maupun pisau garpu harus kita pegang de-ngan kedua tangan, satu alat di satu tangan. Tetapi untuk sumpit, walaupun jumlahnya dua, penggunaannya hanya dengan satu ta-ngan. Kalau digunakan dengan dua tangan malah tidak akan berfungsi. Yang lebih menarik adalah baik sendok garpu dan pisau garpu bisa ditanggalkan salah satunya, tetapi kita masih tetap bisa makan dengan nyaman dan lazim, misalnya makan hanya dengan sendok tanpa garpu, atau makan dengan garpu saja tanpa pisau. Tetapi kita tidak bisa melakukannya hanya dengan satu batang sumpit saja bukan? Harus sepasang sumpit bersama-sama dengan satu tangan.

Begitu juga relasi manusia. Tidak ada relasi, termasuk relasi dalam keluarga—suami istri, orangtua anak—yang dapat berjalan dengan baik tanpa dukungan kedua belah pihak. Demikian juga dengan perteng¬karan, tidak mungkin hanya disebabkan oleh satu pihak. Tidak ada yang satu salah atau yang satu benar. Keduanya salah, keduanya benar. Baik buruknya relasi bergantung pada peran serta kedua belah pihak. Berdua lebih baik daripada seorang diri, kata Pengkhotbah, karena mereka bisa saling membantu.

Sepasang sumpit juga bisa melambangkan doa dan usaha. Menjalin sebuah relasi haruslah disertai keduanya, tak bisa hanya salah satu saja. —Liana Poedjihastuti

Bagaimana relasi keluarga kita saat ini? Adakah yang selalu
merasa benar atau sebaliknya selalu dipersalahkan? Sudahkah kita mengupayakan suatu relasi yang bermakna, dan mendoakannya?

Senin, 27 September 2010

Masih Adakah Alasan

Baca: Roma 8:28
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Roma 8:28

Adakalanya dalam hidup ini segala sesuatu terasa serba kelabu. Kesulitan datang berur-utan. Masalah datang silih berganti. Doa-doa sepertinya sia-sia. Ketika terjadi keadaan seperti ini, masih adakah alasan untuk ber¬sukacita?

Menurut Rasul Paulus masih ada. Kepada jemaat di Filipi, dari balik tembok penjara, ia menyerukan dengan penuh semangat: Bersu¬kacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan bersukacitalah! (Filipi 4 :4). Kata kunci dalam seruan nasihatnya ini adalah, dalam Tuhan! Kenapa mesti dalam Tuhan? Karena bila kita hidup de-ngan beriman kepada-Nya, sesungguhnya tidak pernah ada satu keadaan pun dalam kehidupan kita yang lepas dari tangan-Nya. Ia turut bekerja dalam segala sesuatu (Roma 8:28). Tetapi pertanyaan yang masih tinggal barangkali, kalau memang Allah turut bekerja dalam hidup kita, mengapa kesulitan, masalah, dan penderitaan masih tinggal berlama-lama dalam kehidupan kita? Kok tidak segera diangkat-Nya?
Tuhan bukan asal turut bekerja dalam setiap keadaan kita. Campur tangan-Nya selalu dengan tujuan yang jelas, yaitu untuk kebaikan kita. Itu sebabnya ketika kita sudah berseru tetapi beban itu belum juga segera diangkat-Nya, Ia pasti mempunyai tujuan yang baik dengan semua itu. Barangkali Ia sedang memproses dan membentuk kita, agar kita menjadi lebih baik lagi di hadapan-Nya. Itu sebabnya dalam keadaan seperti ini pun kita harus tetap bisa bersukacita. Masih ada alasan untuk bersukacita, karena tahu Ia selalu menghendaki yang baik untuk kita. —Handoyo

Yang baik itu sering kali dihasilkan dari yang pahit.
Obat yang menyembuhkan sering kali rasanya
pahit dan tidak mengenakkan.

Minggu, 26 September 2010

Tuhan Menggendong Kita

Baca: Yesaya 46:3-5
Sampai masa tuamu aku tetap dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.
Yesaya 46:4

Sajak Footprints (Jejak) yang dikarang oleh Margaret Fishback telah menyentuh hati jutaan orang di seluruh dunia. Setiap orang termenung setiap kali membaca sajak itu, yang menggambarkan perjalanan hidup di mana telapak kaki kita dan telapak kaki Tuhan Yesus membekas bersebelahan. Tetapi pada saat-saat musibah menimpa dan perjalanan menjadi sulit serta berbahaya, ternyata yang tampak hanya tapak kaki Tu¬han. Telapak kaki kita tidak tampak, hanya telapak kaki Tuhan membekas dengan jelas.
Mana telapak kaki kita? Telapak kaki kita tidak ada, sebab pada saat-saat seperti itu kita sedang diangkat, digendong Tuhan.

Dalam pergumulan hidup kita sehari-hari, berapa kali sudah kita “merasa” dikecewakan Tuhan, karena pertolongan yang dirasakan begitu lambat? Mungkin kita sudah berhenti berharap, dan tidak lagi percaya akan pertolongan-Nya, karena merasa Tuhan meninggalkan kita? Jan¬gan biarkan pertanyaan itu membuat kita meragukan Dia. Sebaliknya, dengan memelihara kepekaan bahwa Allah mengunjungi kita lewat ke¬hidupan sehari-hari, kita akan diteguhkan kembali bahwa sesungguhnya Dia peduli dan sanggup menolong kita.

Kuatkan dan teguhkan hati kita sekali lagi, karena di saat paling lemah, di situ kuat kuasa Tuhan beroleh kesempatan untuk dinyata¬kan. Dalam hati kita berkata, “Aku akan menantikan dengan setia dan tidak putus asa sampai Tuhan menyatakan pertolongan-Nya. Aku percaya Tuhan tidak pernah meninggalkan aku, di masa yang sulit sekalipun, Dia mengangkat dan menggendong aku.” —Prihanto Ngesti Basuki

Pertolongan Tuhan akan segera datang.
Janji-Nya akan segera digenapi.