Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 11 Februari 2012

Tetap Dalam Kasih


Yohanes 13:34
”Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”
(Yohanes 13:34).
Yesus memberi perintah agar kita saling mengasihi, dan sebagai ukuran menga-sihi adalah sama seperti kasih yang Ia berikan kepada kita. Antara kasih dan pengampunan tidak dapat dipisahkan, karena kasih maka Ia mengampuni atas kesalahan-kersalahan kita. Jadi kalau Tuhan Yesus memberikan perintah kepada kita untuk saling mengasihi karena di dalam setiap hubungan/ perse­kutuan kita dengan sesama dapat timbul banyak gesekan, kesalahan-kesalahan dan masalah.
Bagaimana dengan kita apakah kita sudah bisa mengasihi dan meng-ampuni kepada sesama seperti Yesus mengasihi dan mengampuni kita ?
Marilah kita renungkan sejenak perintah Tuhan Yesus ini, apakah selama ini kita masih saja menyimpan rasa dendam kepada yang pernah menyakiti hati kita, ada hubungan yang kurang harmonis, atau kita masih kurang peduli kepada sesama yang memerlukan pertolongan? Memang tidak mudah seperti yang terucapkan dari bibir kita, bahkan kadang akan dibawa sampai kapanpun dan kemanapun tidak terlupakan selama masih hidup. Karena itulah, marilah kita mulai sekarang kembali kepada komitmen “Saya harus bisa mengasihi dan mengampuni,” dengan minta pertolongan Tuhan, maka sedikit demi sedikit pasti bisa mengasihi dan mengampuni dengan sepenuh hati sebagaimana ukuran mengasihi seperti yang telah ditunjukkan Tuhan Yesus.
Dan sebagai tindak lanjut komitmen tadi kiranya dalam kesempatan-kesempatan tertentu, cobalah kirimkan “sesuatu” sebagai perwujudan kasih misalnya kue, ucapan selamat, dan sebagainya. Demikian juga bagi saudara di sekitar kita yang memerlukan pertolongan. –Teguh Pribadi

Doa : Ya Tuhan, ajarlah agar setiap hari kami mengenal akan kemuliaan kasih-Mu dan bersedia mengasihi serta mengampuni sesama kami. Amin.

Jumat, 10 Februari 2012

Memberi Dari Kekurangannya


Baca: Markus 12:41–44
”Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”
(Markus 12:44).
Dikisahkan Suara Merdeka (9 Septem­ber 2011), Suyatno (tukang becak) dan istrinya, Saniyem (tukang rongsokan) serta ketiga anaknya mengantarkan si bung­su Agung menjadi dokter. Keluarga yang sangat terbatas secara finansial ini sampai pada keputusan yang cukup berani: tiga anak pertama secara ikhlas berhenti bersekolah agar Agung dapat melanjutkan studi hingga tuntas, dan menjadi dokter.
Kasih yang tulus telah mengantarkan seseorang sampai pada tujuan yang jauh dan sulit dicapai, sekaligus membawa kebahagiaan. Keberhasilan Agung menjadi seorang dokter sudah cukup membahagiakan ketiga kakaknya.
Pelajaran Kasih tanpa syarat tanpa pamrih juga dapat kita petik dari kisah ini. Dalam keadaan berkekurangan, tiga bersaudara itu bersedia mengorbankan kesempatan mendapatkan masa depan lebih baik, pa­dahal mereka sendiri membutuhkan kesempatan seperti itu. Dan walau pengorbanan telah membuahkan hasil, tak serta-merta mereka meng­harapkan imbalan, terbukti bahwa mereka tetap menjalani kehidupan mereka seperti biasa sebagai pemulung dan tukang parkir.
Seperti ditunjukkan oleh Tuhan Yesus, janda miskin dalam Injil Markus 12:41-44 sudah memberikan kepada kita pelajaran tentang kasih yang tulus dan tak bersyarat ketika ia “memberi dari kekurangan­nya, bahkan semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” (ay. 44). Mengasihi dengan tulus berarti bersedia dan rela berkorban tanpa merasa ada beban. Semoga kita dimampukan menjadi seperti ini.
–Ocky Sundari

Cinta tak memberi apa pun, kecuali dirinya sendiri, dan tak meminta apa pun selain dirinya sendiri. (Kahlil Gibran)

Kamis, 09 Februari 2012

Apabila Kenyang


Baca : Ulangan 6:10–15
”… apabila engkau sudah makan dan menjadi kenyang, maka berhati -hatilah, supaya jangan engkau melu­pakan Tuhan….”
(Ulangan 6:11–12).
Pak Amat selalu terlihat gembira. Wajahnya “sumringah”, penuh senyum. Meskipun kondisi keuangannya tergolong “pas-pasan”, ia tidak pernah mengeluh. Ia mensyukuri apapun situasi dan kondisi yang dialaminya.
Warung nasi kepunyaannya tidak besar tetapi bersih dan masakannya sedap rasanya. Pak Amat bekerja dengan giat dan tekun. Ia juga rajin berdoa dan aktif di gereja. Ia selalu yakin Allah memeliharanya beserta keluarganya.
Tuhan memberkati Pak Amat dengan berlim­pah. Dalam tempo yang tidak berapa lama, warung nasinya telah menjadi besar. Lebel “warung” telah digantinya dengan “resto”. Cabang restorannya tersebar di berbagai kota. Rumahnya ada tiga, mobilnya lebih dari tiga. Secara finansial, Pak Amat berlebih. Sayang, dengan perkembangan kondisi keuangannya senyum yang biasa menghiasi wajahnya sirna. Wajahnya tampak lelah dan tegang. Jangankan waktu untuk Tuhan, meluangkan waktu untuk keluarganya saja ia tak sempat karena sibuknya.
Banyak di antara kita seperti Pak Amat. Ketika miskin, lemah, sakit-sakitan setia kepada Tuhan, tetapi begitu menjadi kaya, kuat, sehat segera melupakan Tuhan.
Tuhan tahu kecenderungan manusia ini. Oleh karena itu Ia memperingat­kan kita ketika Ia memperingatkan bangsa Israel. “… apakah engkau sudah makan dan menjadi kenyang, maka berhati-hatilah, supaya engkau jangan melupakan Tuhan …” (ayat 11-12).
Semoga kita tetap setia dalam suka dan duka, ketika sehat dan sakit, ketika berkelimpahan maupun kekurangan. –Liana Poedjihastuti

Tuhan adalah setia (2 Tesalonika 3:3)

Rabu, 08 Februari 2012

Kasih Menutupi Banyak Dosa


Baca: 1 Petrus 4:8
Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.
(1 Petrus 4:8).
Sebuah pertanyaan yang bisa mengusik benak kita adalah: ”Mengapa manusia sampai jatuh ke dalam dosa?” Tentu kita semua akan menjawab dengan cepat: ”Kare­na manusia memberontak kepada Allah!” Ya, memang benar, manusia jatuh ke dalam dosa, karena ia telah memberontak kepada Allah. Namun, tentu saja tidak sesederhana itu. Karena akan ada pertanyaan selanjutnya yang bergulir, yaitu: ”Mengapa manusia sampai memberontak kepada Allah?”
Dalam bacaan kita dikatakan bahwa Tuhan menghendaki agar kita senantiasa mengasihi seorang akan yang lain, termasuk mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh. Itu semua bertujuan agar melalui kasih, kita dihindarkan dari segala dosa. Dapat kita katakan bahwa pemberontakan manusia kepada Allah, itu sebenarnya disebabkan karena manusia telah meninggalkan kasih yang semula. Se­andainya saja, manusia tetap berpegang teguh kepada kasih yang semula, niscaya manusia akan senantiasa taat kepada Allah, tidak memberontak, dan tentunya manusia tidak akan jatuh ke dalam dosa.
Contoh yang paling sederhana saja, di dalam kehidupan antar ma­nusia, ketika ia masih memegang teguh kasih yang semula kepada pa-sangannya, tentulah ia akan terus setia. Apapun situasi dan kondisi yang terjadi di dalam kehidupan bersama pasangannya, ia akan senantiasa setia. Namun, ketika kasih yang semula ini sudah bergeser, sudah memudar, atau bahkan telah hilang, bukankah dosa demi dosa akan menggelayuti kehidupannya? Ya, dosa perzinahan, perselingkuhan ataupun dosa-dosa yang lain bisa saja terjadi di dalam kehidupan pernikahan dan berkeluarga. Maka dari itulah, mari kita memiliki kasih yang semula, yaitu kasih yang sungguh-sungguh, agar kita dijauhkan dari segala dosa. –Pdt. David Nugrahaning Widi

Dengan kasih yang sungguh-sungguh, kita akan terhindar dari segala dosa.

Selasa, 07 Februari 2012

“Kasih SetiaKu Tidak Akan Beranjak…”


Baca: Yeremia 2 : 1-8
”Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damai-Ku tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau.” (Yesaya 54:10)
Apakah kita melakukan pelayanan dalam bentuk apapun, baik di kelompok kerja, keluarga, ataupun di sebuah jemaat? Mung­kin kita sedang merasa jenuh? Persoalannya, sebesar apakah cinta yang selama ini kita berikan di sana? Apakah cinta kita sudah berkurang?
Bagaimana sikap Tuhan kepada umat­Nya? Yesaya 54:10 mencatat, “Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damai- Ku tidak akan bergoyang, ....”
Di awal pelayanan, kita punya semangat yang besar untuk melaku­kan yang terbaik, dengan sukacita, bahkan rela berkorban tanpa merasa sedang berkorban. Mampukah kita memeliharanya hingga saat ini?
Adrian Pristio, O. Carm percaya bahwa dalam diri orang yang men­cintai dengan sungguh-sungguh akan tumbuh keyakinan bahwa orang yang dicintai akan selalu hadir mendampingi semua aktivitasnya. Dan ia akan melakukan yang terbaik karena sedang ‘diamati’ oleh orang yang dicintai. Bila saat ini kita melayani secara rutin tanpa hati yang digerak­kan oleh cinta yang menyemangati, kita menjadi mekanistis dan merasa terbeban karena telah kehilangan kasih yang semula.
Dengan mengingat dan meneladan kasih Tuhan yang “… biarpun … bukit-bukit bergoyang, ... kasih-Ku tidak akan beranjak dari pada-mu …”, semoga kita bersedia kembali kepada kasih yang semula!
–Ocky Sundari.

Tuhan lebih memperhatikan kasih yang kita curahkan untuk melakukan pe­kerjaan kita daripada pentingnya pekerjaan kita. (Teresa dari Avila)