Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 18 Februari 2012

Susu Sapi


Baca : Yesaya 49 : 14-17
“Dapatkah seorang perempuan melupak­an bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungan­nya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.”
(Yesaya 49 : 15).
Tha Sophat, balita 20 bulan ini tinggal di Siem Riep, Kamboja, ia ditinggal ibunya karena bekerja di Thailand. Sejak itu balita ini punya kebiasaan unik yaitu suka menyusu pada sapi secara langsung di kan­dang setiap hari. Ibunya rela meninggalkan anak balitanya karena terpaksa bekerja untuk membayar hutang setelah rumahnya hancur disapu badai.
Kisah pilu ini mengingatkan kita pada ayat Firman Tuhan bahwa bisa terjadi seorang Ibu melupakan bayinya. Allah membuat pernyataan ini untuk membandingkan diri-Nya yang tidak sekali-kali akan meninggalkan umat-Nya.
Allah bukanlah manusia yang bisa berubah dan bisa membuat seribu kemungkinan. Allah adalah Allah yang sekali menyatakan me-ngasihi manusia, selamanya Ia tetap mengasihi kita. Orang percaya tidak akan terlantar seperti anak balita itu yang harus mencari susu lain dari seekor sapi betina. Allah tidak pernah pergi jauh dan tega meninggalkan kita. Apakah Anda percaya akan hal ini ?
Bukti dari kasih-Nya yang tidak berubah ialah Allah berjanji akan melukis kita di telapak tangan-Nya. Bila tidak ada kertas untuk men­catat, kita punya cara untuk mencatat apa yang kita dengar di telapak tangan kita. Itulah tindakan mengingat agar tidak segera melupakan­nya. Allah melakukan yang sama tetapi bukan karena tidak ada kertas, melainkan karena Ia sangat mengasihi kita dengan terus mengingatnya. Berbahagialah karena masih diingat dan dikasihi Allah.
–Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Ketika kita merasa sudah tidak ada kasih di dunia ini, kita harus segera per­caya bahwa masih ada kasih Allah yang tidak berubah.

Jumat, 17 Februari 2012

Bukan Cinta Semusim


Baca : Efesus 5:22-33
“Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,”
(Efesus 5:29).
Perempuan tua itu terbaring tak berdaya setelah mengalami serangan stroke 3 tahun yang lalu. Tak ada suasana muram di kamar yang bersih itu. Cahaya matahari pagi masuk di ruang kamar melalui jendela yang sengaja dibuka lebar. Di atas meja ada beberapa tangkai bunga aster yang baru dipetik dari halaman, dan alunan musik lembut terdengar dari tape recorder. Persis di bawah jendela, ada 2 kursi dan meja kecil, di situ ada sepasang cangkir dan teko kecil berisi teh panas. Saat makan pagi tiba, pak tua mengambil beberapa sendok bubur cair yang baru dimasaknya, lalu mulai menyuapi istrinya, perlahan. Setelah itu ia membaca koran atau buku. Beberapa waktu kemudian ia menyiapkan air hangat dan handuk untuk membersihkan tubuh istrinya, sebelum datang pembantu yang melakukan pekerjaan rutin lainnya.
Kegiatan ini telah dilakoni pak tua selama 3 tahun. Setiap pagi. Sebuah ritual cinta yang sederhana namun mengharukan. Bagi pak tua, tak perlu ada ucapan terima kasih atau senyum manis dari sang kekasih. Sebab cinta adalah pemberian diri. Paulus menggambarkan cinta suami kepada istri seperti cinta Kristus kepada jemaatNya. Seperti Kristus merawat dan mengorbankan diriNya bagi jemaat sebagai kekasih hatiNya, Cinta kasih suami-istri bukanlah cinta semusim yang hanya hangat di waktu ada mentari dan meredup di waktu mendung tiba, lalu hanyut oleh derasnya hujan. Cinta yang dibangun di atas dasar kasih Kristus akan tetap terjaga sekalipun keadaan berubah. Tak lagi cantik dan segar, bahkan ketika hidup hanya menyisakan derita dan kerentanan. Cinta sejati selalu menemukan alasan untuk menjadi bagian dari yang terkasih. Menangis bersama, terbahak bersama. Selalu ada di sisi yang dicintai. –Pdt. Meyske S. Tungka

Jemputlah cinta Kristus dan dekaplah dalam pelukanmu, lalu bagikan untuk seseorang yang Kristus jadikan untukmu.

Kamis, 16 Februari 2012

Tidak Tenggelam


Baca: Yeremia 31: 1-6
“…. Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu” (Yeremia 31:3).
Kisah cinta mantan Presiden B.J. Habibie dan Ibu Ainun, isterinya yang ditulis oleh Bapak Habibie sendiri, kisah ini kemudian dibuat film karena bukunya saja laku terjual hampir 60.000 kopi dalam delapan bulan. Bapak Habibie berkata : ”Saya menulis buku ini bukan untuk menjadi buku best seller. Tidak. Buku ini saya tulis supaya saya tidak tenggelam ....” Cinta bapak Habibie kepada almarhumah isteriya dapat dibilang luar biasa. Cinta itu terputus secara fisik setelah kematian isterinya.
Namun tidak demikian dengan cinta Allah kepada umat-Nya. Cinta Allah itu bisa dinikmati secara kekal tidak berkesudahan. Tuhan digambarkan seperti seorang kekasih yang ditunggu-tunggu pujaan hatinya. Dari jauh Tuhan menampakkan diri kepada umat-Nya:
Pertama bahwa Tuhan benar-benar aktif mencari manusia. Mungkin kita sudah terlalu jauh meninggalkan Tuhan. Sudah melupakan cinta mula-mula yang pernah terjalin mesra di saat-saat kita mulai menjadi anak Tuhan. Masih ingatkah ketika kita duduk bersama dengan Tuhan dalam doa dan Firman?
Kedua, Tuhan tidak berbasa-basi tetapi langsung berkata :”Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal.” Bukan untuk saat ini saja tetapi sampai yang tidak terbatas, Aku tetap mengasihi engkau. Kita hangatkan kembali kasih kita yang mulai luntur, karena Tuhan tidak pernah memutus kasih-Nya secara sepihak. Sambutlah kasih-Nya yang tidak berubah !
Ketiga, Tuhan akan melanjutkan dengan kasih setia-Nya. Pastikan bahwa hari depan kita tidak akan pernah suram karena kasih-Nya akan selalu menyertai kita kapan saja dan di mana saja. Inilah cara Allah membangun kembali kasih yang telah hilang dari hidup kita (ayat 4).
–Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Kasih manusia bisa timbul-tenggelam seperti benda yang hanyut di sungai. Sebaliknya kasih Allah seperti sungai yang terus mengalir.

Selasa, 14 Februari 2012

Kamu Salah Seorang Dari Kami


Baca: Galatia 6:1-10
”Saudara-saudara, kalau­pun seorang kedapatan melakukan suatu pelang­garan, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan (Galatia 6:1).
Alkisah seorang pengacara muda di se­buah firma hukum berkecil hati. Rekan kerjanya yang lebih senior menetapkan standar yang sangat tinggi dan melatihnya dengan hati-hati. Ia bekerja dengan baik dalam beberapa sidang kecil, namun ia kalah pada kasus besarnya yang pertama. Rekan kerjanya meninjau kembali kasus itu, menunjukkan kesalahannya, dan me­nyarankan strategi yang berbeda. Lalu ia kalah lagi pada kasus yang selanjutnya. Kri­tikan mereka pun semakin tajam. Ia merasa sangat kacau dan terpojok.
Lalu seorang rekan kerja menariknya kesamping. ”Dengar,” katanya. “Kamu sedang belajar. Teruskan saja. Kamu mulai akan menang. Semen­tara itu, kedudukannmu akan tetap aman. Kamu adalah salah seorang dari kami.”
Seperti halnya alkisah di atas, ketika saudara seiman kita jatuh secara rohani, kita juga perlu mendukungnya. Ia memerlukan ko­reksi penuh kasih dan penerimaan yang membuatnya tidak putus asa dan mendorongnya bertumbuh semakin serupa dengan Kristus. Kita perlu memiliki hati yang berbelaskasih agar dapat bersimpati de-ngan umat percaya yang lemah dan berkecil hati karena kelemahan mereka. Mereka bahkan mungkin merasa seperti orang berdosa yang tidak berpengharapan, dan bertanya-tanya apakah Allah telah mening­galkan mereka.
Kita tidak boleh meremehkan dosa. Kita harus menghadapinya dengan kerendahan hati dan kasih. Kita perlu meyakinkan saudara seiman yang sedang bergumul, “Jangan putus asa. Teruslah melayani Tuhan. Kerjakan sebaik mungkin. Kamu tetap merupakan salah seorang dari kami.” –Ridwan Pasca Utomo

Doa: Ya Bapa, ajarlah kami untuk selalu mau hadir untuk sesama kami yang bergumul dan bermasalah. Menjadi sesama yang mau peduli. Amin

Senin, 13 Februari 2012

Ketika Menderita


Baca : Markus 4:1–20
…yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu         daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuk­lah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah (Markus 4:18–19).
Ada orang yang ketika sedang mengalami keberhasilan dalam hidupnya tidak melupakan Tuhan. Sebaliknya, ada pula orang yang ketika dirundung masalah lalu meninggalkan Tuhan. Hal yang terakhir ini yang terjadi pada Bu Berti.
Semula Bu Berti adalah seorang aktifis gereja. Ia melayani Tuhan dengan setia. Be­lakangan ini Nampak kerajinannya dalam pelayanan menjadi kendor. Ia juga sudah jarang berdoa. Beberapa bulan yang lalu usaha keripiknya mengalami kebangkrut-an, ia mengidap kanker, dan suaminya main mata dengan wanita lain. Rasanya lengkap sudah penderitaannya.
Penderitaan seharusnya membawa kita lebih dekat kepada Tuhan, seperti Ayub, bukan sebaliknya.
Apa yang dialami Bu Berti seperti perumpamaan Tuhan Yesus tentang benih yang jatuh di semak duri (ayat 18-19). Masalah dan penderitaan menghimpit iman Bu Berti sehingga hidupnya tidak lagi menjadi berkat.
Apakah saat ini Anda sedang menderita karena berbagai percobaan hidup? Saudara-saudara, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai perncobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terha­dap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biar-kanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun (Yakobus 1:3–4). –Liana Poedjihastuti

Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpe­gang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula.
– Ibrani 3:14