Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Sejengkal Tanah


Baca: Yosua 24:24
Lalu jawab bangsa itu kepada Yosua: “Kepada Tuhan, Allah kita, kami akan beribadah, dan firman-Nya akan kami dengarkan.
Yosua 24:24


Memasuki bulan Agustus, saya teringat ungkapan bahasa Jawa: Sedumuk bathuk sanyari bumi ditahi pati. Artinya sangat dalam, jika digali maknanya untuk generasi muda sekarang, yang mulai terkikis rasa kebangsaannya. Terjemahan bebasnya ber­bunyi: meskipun hanya sejengkal tanah, demi mempertahankan kedaulatan negara, seorang bersedia untuk mati, bahkan menyerahkan jiwa raganya.
Dada rasanya bergetar demi memperta-hankan kedaulatan bangsa Indonesia, para pahlawan telah mengorbankan jiwa raga sampai tetes darah penghabisan. Itulah yang seharusnya bergetar ketika kita merayakan hari jadi bangsa Indonesia. Pilihan Merdeka oetawa mati, adalah risiko pilihan yang harus diambil para pejuang untuk merebut republik ini dari tangan penjajah, dan mempersembahkan kepada anak cucu dalam wujud kemerdekaan bangsa.
Sayang, karakter di atas semakin langka, di level pemimpin lokal dan nasional, juga dalam sanubari generasi bangsa yang lebih muda. Ban­yak orang memperhatikan diri sendiri dan kelompoknya dan menjadi manusia yang “hipo realiti”, dan menjadi tuli dengan jeritan orang yang tidak berdaya.
Yosua mengantarkan bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian dengan mengenang realitas sejarah keselamatan yang dilakoninya. Di dalamnya ada tokoh Musa yang menjadi perintis umat-Nya, tetapi di balik itu semua ada tangan Allah yang memberinya pelepasan, se­hingga bangsanya dapat hidup di Tanah Perjanjian. Lalu umat pun mengaku, “Kepada Allah kami akan beribadah dan firmannya akan kami dengar.” —Pdt. Agus Wiyanto.

Pokok doa, bagi negara dan bangsa Indonesia

Jumat, 05 Agustus 2011

Ketika Tuhan Memimpin

Baca: Amsal 10:22
Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan
menambahinya.
Amsal 10:22


Dalam menjalani kehidupan ini, tak jarang kita bekerja keras dengan segala upaya untuk mencapai suatu tujuan. Namun, tak jarang pula, dengan usaha itu kita tetap tak menda­patkan hasil apa-apa atau hasilnya jauh dari yang kita harapkan. Padahal ketika kita mau bekerja keras, itu menjadi bukti bahwa kita bukan pemalas. Hanya saja mungkin faktor keberuntungan belum berpihak kepada kita. Hasil kerja tidak sesuai dengan upaya yang dilakukan.
Mengapa kita bekerja keras? Karena kita berpikir bahwa salah satu prinsip untuk berhasil dalam dunia kerja adalah kerja keras. Ini tidaklah salah, namun ternyata banyak orang yang sudah bekerja keras toh kurang berhasil.
Dari kenyataan tersebut, kita selayaknya menyadari bahwa masih ada faktor lain yang perlu kita pegang selain hanya mengandalkan kerja keras. Faktor lain tersebut adalah keikutsertaan Tuhan dalam karya kita. Kita harus meminta kepada Tuhan supaya Dia mau turut bekerja dalam pekerjaaan kita dan memimpin kita dalam bekerja. Penyer­taan Tuhan dalam karya kita akan membuat hasil kerja kita melebihi upaya yang kita lakukan. Kita memohon berkat-berkat-Nya. Penyertaan Tuhanlah yang paling utama kita butuhkan. Jadi, bukan hanya dengan menambah waktu kerja, upaya, dan sarana kerja saja yang akan menda­tangkan hasil lebih.
Ketika Tuhan menjadi pemimpin dalam pekerjaan dan upaya kita, yakinlah bahwa hasil upaya kita akan baik adanya. Kalaupun ada batu sandungan di tengah jalan, Tuhan juga yang akan membantu kita meng-atasinya. —Suryo Pratomo Santoso.

Kerja keras dan berkat Tuhan menjadi penyangga
keberhasilan usaha kita.

Kamis, 04 Agustus 2011

Menjadi Luar Biasa


Baca: Yohanes 2:1-11
Lalu kata Yesus kepada mereka: “Sekarang ce­doklah dan bawalah kepada pemimpin pesta.” Lalu mereka pun membawanya.
Yohanes 2:8


Menerima berkat dan menjadi berkat se-ring menjadi permohonan dalam doa-doa kita. Meskipun ingin, kenyataannya, kita sering meragukan kapan dan bagaimana bisa menjadi berkat, mengingat keadaan kita saat ini: lemah, sakit, tua, tak punya sarana dan seterusnya. Bahkan sebagian dari kita barang­kali berseloroh, “Ah, mana mungkin meno­long dan menjadi berkat buat orang lain? Seperti orang buta menuntun orang buta saja....” Benarkah kita tak bisa menjadi berkat sebagai ungkapan syukur atas berkat Tuhan?
Mungkin tak terlintas dalam benak kita, bahwa seorang tunanetra akan bisa menjadi berkat buat banyak orang. Tetapi terbukti bahwa Priska, salah seorang pemenang Kick Andy Heroes 2011, adalah seorang wanita tunanetra yang tidak hanya bisa hidup mandiri, tetapi juga menjadi penolong bagi seratus orang lain, yang semuanya menderita kekurangan fisik atau mental? Priska, yang tak juga diinginkan kelahir-annya, telah menjadi kekasih dan penolong bagi mereka semua (Suara Merdeka, 25 Maret 2011).
Yang terjadi pada Priska mengingatkan kita pada mukjizat Tuhan, yaitu ketika Tuhan Yesus mengubah air menjadi anggur. Terbukti bahwa sesuatu yang biasa (bahkan oleh sebagian kita malah diabaikan) telah dijadikan-Nya luar biasa, tidak hanya untuk satu dua orang, tetapi bah­kan untuk banyak orang.
Mungkin kita merasa diri kurang berarti; menolong diri sendiri pun tak sanggup. Tetapi dengan permohonan, ketekunan, iman dan oleh rahmat Tuhan, kita dapat menjadi apa pun yang Dia inginkan. Maukah kita dijadikan berkat? —Ocky Sundari.

“Setelah lahir, kita dihadapkan pada pilihan, apakah akan kita isi dengan
hal negatif atau hal yang bermanfaat bagi orang lain.”
—Priskilla, Suara Merdeka, 25 Maret 2011

Rabu, 03 Agustus 2011

Berkat Terbesar

Baca: Yohanes 14:25-27
Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.
Yohanes 14:27

Jikalau kita berbicara atau memikirkan ten-tang berkat Tuhan, maka yang kita maksud­kan ialah hal-hal yang baik, yang kita terima dari-Nya. Dan hal-hal yang baik itu utama-nya ialah yang menyangkut kehidupan ma­terial-lahiriah, seperti kecukupan ekonomi-finansial, kesehatan tubuh, tidak tertimpa musibah, dan sebagainya. Dalam hal ini, kita tidak menyadari bahwa berkat-berkat Tu­han tidak hanya terbatas pada hal-hal yang sifatnya lahiriah-material saja, melainkan juga rohaniah-spiritual. Ini disebabkan hakikat keberadaan kita tidak hanya bersifat tunggal, melainkan ganda, yaitu lahiriah-material dan rohaniah-spiritual. Oleh sebab itu, kita membutuhkan tidak hanya berkat-berkat yang sifatnya lahiriah-material saja, melainkan juga yang rohaniah-spiritual, seperti misalnya kebenaran, keadilan, kebijaksanaan, kebahagiaan dan lain sebagainya.
Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidup yang sifatnya ganda itu melahirkan rasa puas dan damai sejahtera. Oleh sebab itu, damai sejahtera itu sesungguhnya merupakan pusat dan tujuan terakhir dari segala sesuatu yang kita inginkan dan butuhkan dalam hidup ini. Dalam hubungan ini dapat kita pastikan bahwa berkat terbesar dari semua berkat-berkat Tuhan itu adalah damai sejahtera yang dapat kita rasakan dalam hidup kita. Dan itu sudah dijanjikan Tuhan Yesus bagi kita. “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu”. Oleh sebab itu Paulus menasehati, agar kita meyatakan semua keinginan kita kepada Allah, maka damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal akan memelihara kita dalam Kristus (Filipi 4:6-7). —Pdt. Em. Sutarno.

Doa: Tuhan, ajarlah dan mampukanlah kami memahami serta
menikmati damai sejahtera-Mu, meski tidak seperti
sejahtera duniawi yang kami inginkan. Amin.




Selasa, 02 Agustus 2011

Badai Pasti Berlalu


Baca: 1 Raja-raja 19:1-8
...Bangunlah, makanlah! Sebab kalau tidak, perjalananmu nanti terlalu jauh bagimu.
1 Raja-raja19:7

Ada sebuah dongeng kuno. Pada suatu hari iblis menjual perabotan yang harganya sangat tinggi untuk mematahkan semangat manusia, kata iblis: “Dengan alat ini aku bisa memaksa masuk ke dalam hati manusia dan membuatnya depresi.” Nabi Elia telah terkena alat yang ampuh ini sampai ia putus asa dan ingin mati (ayat 4). Adakah Tuhan membiarkan seorang nabi Tuhan menjadi seperti itu? Tuhan mengutus malaikat-Nya, mengirim roti bakar dan air dalam kendi. Apa artinya semuanya itu?
Jangan mengabaikan utusan Tuhan yang datang kepada kita. Dalam kondisi susah, kecewa, menderita kadang kita tidak mau men-dengar orang lain dan menganggap diri sendiri paling sengsara dan menderita. Semua orang yang datang dianggap hanya penonton atas kesedihan kita. Cobalah membuka diri siapa tahu orang yang memberi perhatian kepada kita adalah “malaikat-Nya” (ayat 5).
Mendengar suara Tuhan lebih baik daripada menutup telinga rapat-rapat. Hanya dua kata Tuhan perintahkan Elia: “Bangunlah, makanlah” dan kata itu diulanginya lagi (ayat 7). Berjaga adalah cara yang tepat untuk melawan godaan iblis yang selalu menginginkan kita putus asa. Makan membuat hidup menjadi kuat kembali. Menuruti suara iblis akan menutup telinga kita kepada firman Tuhan.
Badai hidup bukan dibiarkan tetapi dikelola dengan bijak. Tanpa tantangan ke depan, Elia tidak akan segera makan dan minum yang disediakan Tuhan. Dengan kata-kata dan jamahan Tuhan, Elia menjadi kuat kembali. Badai hidup yang kelam berubah menjadi langit cerah (ayat 8). —Pdt. Andreas Gunawan Pr.

Menghadapi badai hidup hanya ada pilihan: Mau dijamah Tuhan
atau mau terus dirongrong iblis sampai tak berdaya.

Senin, 01 Agustus 2011

Karena Bencana


Baca: Yesaya 45:6-7
Yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan mencipta­kan nasib malang; Akulah Tuhan yang membuat semuanya ini.
Yesaya 45:7


Anda pasti pernah mendengar nama Danau Toba, danau vulkanik terbesar di Indone­sia, bahkan di Asia Tenggara. Barangkali Anda malah sudah pernah melihat danau ini. Tetapi siapa sangka danau cantik nan menawan di Sumatera Utara ini terjadi dari bencana mahadahsyat letusan gunung berapi super (super volcano). Letusan gu­nung Sinabung dan Merapi belum seberapa dibandingkan dengan letusan gunung Toba ini. Bayangkan kedahsyatannya.
Debu letusan Gunung Toba membumbung hingga ketinggian 10 km di atas muka laut. Berputar mengelilingi planet bumi paling sedikit 6 kali, menyebar ke seluruh muka bumi, termasuk Kutub Utara. Seluruh permukaan Asia Selatan tertutup abu vulkanik setebal paling tipis 15 cm. Suhu rata-rata dunia turun 3-5 derajat Celsius, dan selama satu milenium atau seribu tahun Planet Bumi mendingin, nyaris mendekati keadaan zaman es. Peristiwa ini me­nyebabkan kematian massal tetumbuhan, binatang, dan manusia. Bahkan memunahkan beberapa spesies dan secara drastis mengurangi populasi manusia saat itu. Letusan Gunung Toba adalah letusan mahadahsyat, letusan gunung berapi terhebat sepanjang sejarah manusia. Kengerian yang terjadi saat itu sungguh tak terbayangkan.
Apa yang kita pelajari dari bencana ini? Rupanya alam pun menun­jukkan prinsip yang sama, bahwa dari suatu bencana atau masalah dapat muncul sesuatu yang baik, yang indah. Demikianlah, tinggal kita per­cayai bahwa Tuhan mengizinkan peristiwa mujur dan malang terjadi dalam hidup kita dengan maksud baik seturut kebijaksanaan-Nya. —Liana Poedjihastuti.

Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang ini pun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya.
—Pengkhotbah 7:14