Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 12 Maret 2011

Jalan Sempit, Pintu Sesak

Bacaan Alkitab: Matius 7:13-14
Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.
Matius 7:14

Dalam kehidupan masyarakat, apa yang dipilih dan diikuti oleh banyak orang, bia-sanya kita anggap itulah yang benar, baik ataupun menyenangkan. Rumah makan yang selalu dipadati oleh banyak pengun­jung, misalnya, membuat kita beranggapan bahwa makanan yang disajikan pasti enak. Dengan anggapan yang seperti itu kita men-jadi rela untuk mengantri atau makan ber-desak-desakan dengan orang lain. Demikian juga dalam memilih pimpinan. Siapa yang mendapatkan suara paling banyak, dialah
yang kita anggap paling tepat untuk menjadi pemimpin kita.
Namun Yesus mengingatkan, bahwa pintu dan jalan menuju ke ke­benaran dan keselamatan Tuhan itu merupakan “pintu yng sesak” dan “jalan yang sempit”, bukan yang lebar dan luas. Dengan kata-kata kiasan tersebut Yesus hendak menegaskan bahwa jalan yang harus dilewati untuk sampai ke kebenaran dan keselamatan sejati itu sulit dan tidak mudah. Oleh kenyataan itu, maka meski menuju ke keselamatan dan kehidupan, hanya sedikit orang saja yang mau memilih pintu dan jalan yang seperti itu. Sebaliknya, meski sebenarnya menuju ke kebinasaan, banyak orang yang tertarik dan cenderung memilih pintu yang lebar dan jalan yang luas itu, karena lebih mudah dan nyaman dilalui. Dalam hal ini, nasi­hat dan amanat Yesus jelas dan tegas, “Masuklah melalui pintu yang sesak itu!” Kekhawatiran dan ketakutan akan munculnya kesulitan dan kesengsaraan, jangan menjadi penghalang dan penghambat, karena yang memerintahkan itu juga menjanjikan, “Aku menyertai kamu senantiasa” (Matius 28:20). —Pdt. Em. Sutarno.

doa: Tuhan, engkau mengetahui kelemahan dan kebimbangan kami
dalam memilih pintu dan jalan-mu. Kuatkanlah kami oleh roh Kudus-
Mu, agar kami mau dan berani menaati perintah-Mu. Amin.

Jumat, 11 Maret 2011

Allah Sang Maharahim


Bacaan Alkitab: Yohanes 3:16-21
Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.
Yohanes 3:17

Seorang ibu duduk di kursi roda, ditemani putrinya yang sudah beranjak dewasa. Mata ibu ini mulai rabun, pendengarannya juga sudah berkurang. Ketika melihat burung-burung berterbangan dia bertanya, “Itu burung apa?” “Itu bangau, Ibu,” jawab pu­trinya. “O, bangau ya, kalau yang itu, yang putih-putih, apa itu?” tanya si ibu lagi. De-ngan sedikit kesal sang putri menjawab, “Itu juga bangau!” “Oh, bangau juga ya.” Kata si ibu, lalu lanjutnya “Nah, kalau itu burung apa ya?” “Bangau-bangau, Bu!” jawab sang
putri dengan nada meninggi. Ibu tua tadi tersenyum, memorinya kem­bali ke-35 tahun yang lalu ketika putrinya masih kanak-kanak. Lalu ia bicara pelan, “Aku jadi ingat, dahulu ketika aku memangkumu aku menjawab pertanyaan yang sama darimu 10 kali, 20 kali dan berkali-kali. Sekarang, kalau tidak salah aku baru bertanya tiga kali, tapi kamu sudah membentakku dua kali.” Mendengar perkataan ibunya sang putri terdiam, lalu mendekap ibunya erat-erat sambil menitikkan air mata ia berkata, “Maafkan aku Ibu.”
Bagai seorang ibu yang lebih memilih berdiam diri mengasuh anaknya, Allah dengan sabar mendengarkan berbagai protes kita. Allah dengan sabar memberi jawab atas pertanyaan-pertanyaan kita yang sama dan menjengkelkan: “Belum sekarang anak-Ku, belum tiba waktunya, sabar ya.” Itulah kerahiman Allah, maka biarlah dalam masa Pra Paskah ini, kita yang sudah ditebus dengan darah Kristus belajar sifat-sifat kerahiman Ilahi. Tidak cepat marah, belajar sabar, dan belajar menjadi tempat perteduhan ketimbang penghakiman. —Pdt. Guntur Wibisono.

Bertumbuh adalah ciri makhluk hidup, berkembang adalah ciri manusia, dan manusia bisa berkembang ketika mau belajar kehidupan.
—Anton Hang

Kamis, 10 Maret 2011

Rabu Abu

Baca: Yunus 3:4-10
Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan.
Kisah Para Rasul 3:19


Hari ini, menurut tahun gerejawi, adalah Rabu Abu, hari dimulainya masa Pra-Paskah (Lent). Ibadah hari Rabu Abu ditandai de-ngan mengoleskan abu pada dahi umat.
Sudah sejak berabad-abad sebelum ke-lahiran Kristus, abu telah menjadi tanda pertobatan. Ketika raja Niniwe mendengar Tuhan akan membinasakan Ninewe, turun­lah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu (ayat 6). Ia juga me-merintahkan rakyat, bahkan ternak, untuk berpuasa dan bertobat, berbalik dari tingkah lakunya yang jahat (ayat 7-8). Abu melambangkan awal perubahan dan pertobatan. Abu juga mengingatkan kita akan kefanaan dan keterbatasan kita, sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu (Kejadian 3:19). Jadi, tanda abu pada dahi mendorong umat untuk bertobat sebab satu-satu-nya keselamatan ialah dari Tuhan, sekaligus mengingatkan umat akan ketidakabadiannya.
Hari ini kita diingatkan untuk menjalani masa Pra-Paskah, masa pertobatan dengan memeriksa batin kita, menyesali dosa-dosa kita, me­nyangkal diri, berpuasa, dan memberi sedekah. Masa ini juga merupakan masa mengenang pengorbanan Kristus, yang karena cinta-Nya kepada manusia, rela mati di kayu salib. Inilah masa untuk merenung ulang undangan hidup baru di dalam Yesus, masa untuk mempersiapkan diri menyambut Paskah.
Marilah kita bertobat, berbalik dari tingkah laku kita yang jahat, yang mendukakan Dia. Bagi kita yang bertobat, Tuhan berjanji mengha­puskan semua dosa kita (ayat 19). Maukah kita? —Liana Poedjihastuti.

Pengakuan dosa adalah langkah pertama ke pertobatan.
—Pepatah Inggris

Rabu, 09 Maret 2011

Kanan Kiri Oke

Bacaan Alkitab: Ulangan 5:28-33
Maka lakukanlah semuanya itu dengan setia, seperti yang diper­intahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri.
Ulangan 5:32

Ketika film Kanan Kiri Oke Warkop diputar di beberapa gedung bioskop, ham­pir setiap malam dipadati penonton. Tetapi dalam kenyataan hidup ini kita tidak bisa kanan kiri oke.
Di hadapan Tuhan, manusia harus me-milih antara yang kudus dan yang dosa, yang benar dan yang salah. Tuhan Allah, setelah memberi sepuluh hukum kepada Musa, meminta umat agar tidak menyimpang ke ka­nan atau ke kiri. Tuhan mengajar kita untuk selalu fokus kepada Dia agar kita berkenan
kepada-Nya.
Hati yang mencintai Tuhan tidak akan tergoda melihat yang lain. Tuhan senang melihat umat-Nya yang memiliki hati yang selalu takut kepada-Nya. Sebagai upah Tuhan menjanjikan kesejahteraan bagi keturunan kita (ayat 29). Hati yang terarah kepada Tuhan menghasilkan berkat yang lurus terarah kepada kita. Lakukan dan imani kebenaran firman ini.
Yang sudah lama meninggalkan Tuhan segeralah kembali. Tuhan memerintahkan umat Israel untuk kembali ke kemah mereka (ayat 30). Kembali ke kemah adalah kembali pada persekutuan di antara mereka. Jangan biarkan hidup ini terus berada di luar kemah Tuhan. Apakah kita sudah lama meninggalkan Tuhan dan tidak lagi fokus kepada Yesus?
Tuhan meminta kesetiaan lebih daripada sekadar percaya. Percaya dengan mudah diucapkan mulut. Hari ini percaya, besok sudah lupa janjinya. Tidak demikian dengan kesetiaan. Setia berarti menjalankan tanpa bertanya lagi dan yang dilakukan hanya taat dan taat sampai mati. Sudahkah kita fokus hanya kepada Tuhan Yesus, Penolong satu-satunya dalam hidup kita? —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Fokus kepada Tuhan Yesus akan menolong kita untuk tidak lagi tertarik melihat dunia ini yang bisa menarik ke kanan atau ke kiri.

Selasa, 08 Maret 2011

Berharga Di Mata Tuhan

Bacaan Alkitab: Yesaya 43:1-7
Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan aku ini mengasihi engkau.
Yesaya 43:4

Seorang remaja patah hati ditinggal ke-kasihnya lalu gantung diri. Demikian pula anak kelas 5 SD, gantung diri gara-gara tidak dibelikan sepeda. Sepertinya hidup yang diberikan Tuhan sudah tiada berarti lagi. Renungan kali ini mengajak kita melihat kembali arti hidup yang sesungguhnya.
Mari kita perhatikan kisah hidup ikan salmon. Ikan yang dagingnya secuil tapi harganya puluhan ribu itu ternyata adalah jenis ikan laut yang unik. Saat musim berte­lur tiba, mereka akan berbondong-bondong
ke tempat asal mereka, yaitu di sungai pada dataran tinggi. Mereka me­nempuh jarak ribuan kilometer, ombak besar, arus sungai yang deras, dan bebatuan yang tajam, yang dapat melukai tubuhnya. Ketika sam­pai di hulu, dalam keadaan lelah dan terluka, mereka bertelur. Dalam kepayahannya induk salmon lalu mencari tempat untuk meletakkan telur-telurnya hingga akhirnya mati. Dan, saat telur-telur itu menetas, tahukah Anda, dari mana mereka memperoleh makanan? Dari bangkai induk ikan yang telah mati! Penelitian membuktikan bahwa bangkai itu justru mengandung karbon, protein sebagai sumber makanan terbaik bagi anak-anak salmon sampai mereka bisa mandiri.
Bagaimana dengan kita? Seperti tulisan agung dalam Kitab Yesaya, kita kembali diingatkan betapa setiap kita, adalah milik kepunyaan Allah yang ditenun dibentuk agar berharga dan melengkapi bagi hidup sesama. Adakah hidup kita sudah berharga? Semoga melalui perjuangan hidup kita, pengorbanan kita bagi orang lain, bahkan lewat kepergian kita pun akan membawa arti bagi banyak orang, lebih lagi bagi Tuhan. —Pdt. Guntur Wibisono.

Ingatlah bahwa kehidupan bukanlah apa yang terjadi pada kita,
tetapi apa yang kita lakukan utuk menyikapi apa yang
akan terjadi tersebut. —Anonim

Senin, 07 Maret 2011

Secangkir Kopi

Bacaan Alkitab: Amsal 15:3

Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik.
Amsal 15:3

Saya adalah penikmat kopi. Menikmati secangkir kopi di pagi hari menyegarkan. Di siang hari kopi memicu adrenalin di kala lesu. Penikmat kopi berkata: “Secangkir kopi setiap hari akan mewarnai hidup sepanjang hari.” Menyajikan kopi yang nikmat bukan hanya bergantung pada kualitas biji kopi semata, tetapi juga penyimpanan, penggi-lingan, dan paling penting adalah penyaji-annya dalam cangkir cantik yang menggoda selera. Buktinya orang tidak sayang mem­bayar lebih untuk menikmati kopi Starbuck
atau Cofee Been.
Hidup manusia bagaikan secangkir kopi, dengan senyum, sapa dan salam yang ditawarkan, akan mewarnai hidup orang lain yang dijumpai dengan kegembiraan. Meneruskan kegembiraan dimulai dari diri sendiri. Dalam pelayanan di gereja, berilah senyum, sapa dan ucapan terima kasih kepada koster gereja yang membukakan pintu. Berilah senyum kera­mahtamahan kepada para tetangga dan warga di kompleks perumahan Anda, kepada sopir yang setia mengantarkan Anda.
Hati yang gembira adalah obat yang mujarab, membawa keceriaan kepada orang yang ada di sekeliling kita, dan menularkan kegembiraan kepada siapa pun yang kita jumpai dalam keseharian kita, tetapi muka yang muram dan masam akan membuat kita menjadi lebih tua daripada usia biologis kita.
Menyanyikan keceriaan dan memancarkan kegembiraan bukan pekerjaan yang sulit. Setiap orang bisa melakukan. Anda pun bisa, hanya butuh keikhlasan hati dan sikap yang bersyukur kepada Tuhan. Itu modal utama untuk memancarkan keceriaan. —Pdt. Agus Wiyanto.

Marilah memancarkan keceriaan di sekitar kita.

Minggu, 06 Maret 2011

Memilih Yang Baik

Bacaan Alkitab: Mazmur 37:27-29
Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.
Mazmur 37:27

Perintah Tuhan itu jelas. “Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik!” Namun dalam kehidupan ini, perintah yang begitu jelas dan sederhana itu ternyata tidak mu­dah untuk kita taati secara konsekuen dan konsisten. Oleh berbagai pertimbangan dan dalih yang kita buat-buat sendiri, apa yang jahat dan apa yang baik itu lalu sering menjadi kabur dan tidak jelas. Sering juga keduanya menjadi tercampur: jahat tetapi terasa baik; dan baik tetapi sebenarnya ja­hat. Misalnya, tidak memberikan bantuan
kepada orang miskin dengan alasan untuk mendidik supaya dia tidak malas, itu baik atau jahat?
Oleh sebab itu, di dalam melakukan sesuatu perbuatan, kita perlu dengan jujur dan sungguh-sungguh meneliti motivasi atau alasan terdalam yang ada pada kita dalam melakukan perbuatan tersebut. Kalau alasannya lebih mengarah untuk mencari keenakan dan kemu-dahan diri sendiri, maka perbuatan yang kita lalukan itu jelas tidak baik atau bahkan jahat. Misalnya, kalau alasan terdalam untuk tidak mem­berikan bantuan itu sebenarnya karena tidak mau kehilangan sebagian dari milik kita, alias kikir, maka alasan untuk “mendidik orang supaya tidak malas” itu hanyalah alasan yang dibuat-buat atau dalih untuk tidak memberikan bantuan.
Dalam rangka meneliti dan menguji apakah perbuatan kita terhadap sesama itu baik atau jahat, maka salah satu tolok ukur utama yang perlu kita perhatikan ialah, apakah perbuatan tersebut demi kepentingan sesama itu, atau jangan-jangan demi kepentingan kita sendiri saja. —Pdt. Em. Sutarno.

Doa: Tuhan, tolong mampukan kami untuk selalu mengutamakan
kepentingan sesama, dan bukan kepentingan kami sendiri,
dalam berbuat. Amin.