Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 25 Februari 2012

Maukah Engkau Jadi Embun Kasih?


Baca: Yohanes 15:12-17
”Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawa­nya untuk sahabat-sahabatnya” (Yohanes 15:13).
Pernahkah terbersit suatu niatan untuk menanyakan kembali pada diri kita, tentang mengasihi seseorang atau orang lain? Mengapa kita harus mengasihi orang lain? Dan bagaimana kita mengasihi orang lain?
Barangkali kebanyakkan orang Kristen akan mengatakan, saya mengasihi orang lain atau seseorang karena Tuhan telah mengasihi kita. Itu berarti bahwa mengasihi orang lain, seseorang atau sesama menjadi sebuah ke­wajiban kita karena kita telah mendapatkan kasih-Nya.
Dalam mengaktualisasikan kasih yang kita miliki kepada sesama, faktor totalitas dalam mengasihi menjadi sebuah keharusan. Yohanes 15:13 ingin menekankan bagaimana totalitas dari kasih kepada sesama diberikan, deng-an gambaran pengorbanan nyawa demi sahabat-sahabat yang kita kasihi.
Selain itu ketulusan dan kerendahan hati dalam mengasihi juga menjadi sebuah catatan penting dalam mentransformasikan kasih yang telah kita dapatkan dari Tuhan. ”Lebih baik sepiring sayur dengan kasih dari pada lembu tambun dengan kebencian.” (Amsal 15:17).
Kasih yang kita berikan kepada sesama, harus mampu membangkitkan dan menumbuhkan kasih di dalam diri sesama kita, sehingga apa yang di­perintahkan Tuhan terealisasi dengan baik. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu (Yohanes 15:12).
Dengan tiga hal inilah niscaya kasih yang kita berikan kepada sesama menjadi setetes embun ditengah-tengah kegersangan hidup ini, yang akan memberikan seberkas pengharapan bagi siapa saja yang merasakannya. Dan jika masing-masing dari kita mengeluarkan tetesan embun kasih, maka niscaya kita bersama-sama akan mampu menghijaukan kembali kegersangan hidup manusia. –Darmanto

Doa: Tuhan jadikan sahabatmu ini embun-embun kecil yang membantu men­gobati dahaga para musafir. Amin.

Kamis, 23 Februari 2012

Pancarkan Terangmu


Baca: Matius 5:14-16
Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga men­erangi semua orang di dalam rumah itu (Matius 5:15).
Tuhan Yesus menyebut para pengikut- Nya sebagai “terang dunia”. Dalam hal ini Tuhan hendak menegaskan, bahwa oleh kuasa-Nya, mereka yang percaya kepada- Nya itu telah dijadikan-Nya “terang dunia”. Oleh sebab itu para pengikut-Nya harus selalu hidup dan berperilaku sesuai dengan fungsinya sebagai “terang”, yaitu menjadi ca­haya dan penerang dalam kegelapan malam. Kiasan sebagai “terang” yang digunakan Tuhan bagi para pengikut-Nya itu dimak­sudkan untuk menyadarkan mereka akan tugas kesaksian-Nya. Adapun isi dari kesaksian yang harus “disinarkan” itu ialah karya penyelamatan Kristus melalui pengajaran dan firman-Nya.
Namun dalam kenyataannya, sering kita sebagai pengikut-pengikut Kristus telah tidak menjalankan fungsi kita sebagai terang yang membawa terang Kristus bagi dunia di sekitar kita. Kita lebih suka menempatkan pelita kita bukannya “di atas kaki dian”, melainkan “di bawah gantang”. Berbagai alasan dan dalih kita ciptakan untuk membenarkan sikap dan perbuatan kita yang seperti itu, demi terpenuhinya keinginan diri sendiri ataupun untuk menghindar dari hal-hal yang kita anggap akan merugikan kepentingan kita. Misalnya, kita “rela” mengkhianati Kristus karena takut kehilangan posisi dalam pekerjaan dan karir. Atau mungkin juga kita menjadi tak peduli lagi akan perintah-perintah-Nya, demi tidak kehilangan keuntungan materi yang sudah di depan mata. Kemungkinan lain, kita menaruh terang kita di bawah gantang, karena takut konsekuensi buruk yang akan kita peroleh dari orang-orang yang tidak menyukai terang itu. Kemungkinan terakhir, kita sudah tidak lagi memahami dan meyakini makna terang kita itu, karena dilanda formalisme dan basa-basi dalam hidup keagamaan kita. –Pdt. Em. Sutarno

Doa: Ya Tuhan, ajar dan mampukan kami menjalankan fungsi kami sebagai pembawa dan penebar terang-Mu dengan berani dan benar, agar dunia men­jadi memuliakan Engkau. Amin.

Rabu, 22 Februari 2012

Dia Tetap Cintaku


Baca: Matius 26 :14 – 16
“Yesus berkata: ‘Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.’ Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya”
(Lukas 23:34).
Dalam perjalanan untuk memulai se­buah pekerjaan besar, Tuhan Yesus mengajaknya untuk bersama-sama terlibat di dalam pekerjaan itu. Hari demi hari dilalui bersama, berjalan bersama, makan bersama. Sampailah di suatu masa, pelayananNya mu­lai dikenal banyak orang, dan menimbulkan kecemburuan dari orang-orang yang merasa terusik. Melalui berbagai tawaran, akhirnya dia tergoda untuk melakukan pengkhianat-an yaitu menyerahkan sahabatnya, gurunya kepada musuh-musuhNya, demi mewujud­kan keserakahannya untuk memiliki 30 uang perak. Kisah singkat ini adalah kisah Yudas yang menyerahkan Yesus kepada imam-imam.
Melalui kisah singkat ini, mungkin Anda pernah atau sedang menga-lami seperti yang dialami Yesus, dikhianati sahabat, dizalimi teman, dijahati oleh rekan kerja, tidak diakui oleh anak atau orang tua atau saudara. Jika itu terjadi, apa yang anda akan lakukan? Apakah anda akan marah dan membalasnya atau seperti Yesus yang tidak meninggalkan kasihNya, Yesus memaafkan mereka yang telah menzalimiNya.
Tetapi bisa juga saat ini, Anda sedang berperan seperti Yudas yang sedang menyakiti Yesus? Anda sedang melupakan Yesus karena Anda ketakutan, seperti Petrus yang menyangkal kenal dengan Yesus? Atau Anda sedang menghindar dari Yesus, karena kecewa sebab keinginan dalam doa-doa Anda tidak segera dijawabNya?
Jika itu terjadi, kembalilah kepadaNya, sebab Dia tidak sedang me­ninggalkan kita, Dia tidak berpaling dari kita, Dia tetap menyayangi kita, dan Dia tetap menjaga dan sedia menyambut kita. Dia tetap setia dan mengetahui apa yang kita pikirkan, rasakan dan lakukan setiap hari. –Pramudya

Aku tetap cinta Kau, sebab Engkau tetap cintaku.

Selasa, 21 Februari 2012

Pasutri Terlama


Baca : Matius 19 : 1-6
”Demikianlah mereka bukan lagi dua, me­lainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”  (Matius 19:6).
Rekor pasutri terlama dipecahkan di Viet­nam dalam diri pasangan Hyunh Van Lac (110 tahun) dan isterinya, Nguyen Thi Lanh (106 tahun). Mereka sudah 82 tahun menikah dan tercatat sebagai pasutri paling awet sedunia. Sulit rasanya ditiru oleh orang-orang muda masa kini, sebab ada sindiran yang sekarang tengah tren dalam masyarakat, berbunyi :”Selingkuh takut dosa, tak selingkuh banyak yang menggoda.”
Dalam Undangan Pernikahan, ayat di atas sering diambil sebagai kata-kata hikmat, juga diucapkan dalam Janji Pernikahan. Namun benarkah ayat Firman Tuhan itu dihayati dan dilaksanakan? Apa kiatnya untuk membuat pasutri mengalami hidup pernikahan yang awet?
Cinta menjadi indah bila perbedaan dilihat sebagai karunia Allah. Sejak awal penciptaan, Allah sudah membuat perbedaan dan ketika men­ciptakan manusia, Allah berkata bahwa ciptaan-Nya sungguh amat baik (Kej 1:31). Bisakah kita mengelola pernikahan dengan menyadari bahwa perbedaan itu memperkaya hidup bukan menghancurkan hidup?
Allah tidak menjodohkan tetapi mempersatukan. Jodoh itu soal keco­cokan dan hanya berlaku untuk pasutri itu saja. Dipersatukan itu mengikat pasutri tersebut dengan Tuhan, pihak yang telah menyediakan pasangan bagi mereka. Jodoh bisa tidak cocok, tetapi dipersatukan Tuhan mengalahkan ketidakcocokkan yang berlaku sampai kematian memisahkannya.
Jangan ada pihak ketiga masuk selain Tuhan. Pihak ketiga bukan hanya orang luar atau iblis, tetapi bisa jadi diri kita yang sudah kehilangan kasih yang mula-mula sehingga mengakibatkan pernikahan itu bermasalah. Sudah hambar, sudah dingin, sudah jauh adalah tanda masuknya pihak ketiga. Awas! –Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Pernikahan Kristen bukan mengubah dunia menjadi sorga. Tetapi membawa suasana sorga masuk ke dalam rumah tangga kita.

Senin, 20 Februari 2012

Apa Kita Sudah Lupa?

Baca: Lukas 22:54-60
 “Bukan, aku tidak kenal Dia!”
(Lukas 22:57)
Seekor anjing pemburu menggondol bayi anak majikannya, sehingga tewas. Seekor harimau tiba tiba mengamuk dan melukai sang pawang yang hendak memberi makan, sehingga terluka parah. Seekor buaya peliharaan seorang kakek yang biasanya jinak, tiba-tiba terlepas dan menggigit sang kakek ketika akan menangkapnya kembali.
Berita-berita tersebut, adalah berita yang benar-benar terjadi, sehingga timbul pertanyaan mengapa bisa begitu? Bukankah anjing, hari­mau dan buaya itu setiap hari diberi makanan yang cukup dan dirawat oleh tuannya? Mengapa dengan mudahnya binatang-binatang tersebut melupakan kebaikan dari tuan yang merawatnya? Perilaku anjing, harimau dan buaya tersebut, memang tidak bisa begitu saja disamakan dengan perilaku manusia. Namun dalam Alkitab cukup banyak kisah ketidak setiaan manusia bahkan umat Tuhan sekalipun. Misalnya, siapa sangka Petrus si batukarang yang temperamental itu akan berkata: “Bukan, aku tidak kenal Dia” (Luk. 22:57). Bukankah dia sebelumnya mengatakan “Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau” (Mat. 26:35).
Anjing, harimau dan buaya, memang tetaplah binatang. Karena kelaparan maka menjadi lupa kepada tuannya yang setia merawatnya. Petrus karena keta­kutan, menjadi lupa akan sumpah setianya kepada Tuhan Bagaimana dengan kita? Apakah karena kita sedang sakit, kesulitan ekonomi, menderita, sehingga kita lupa kepada Yesus yang telah memberi udara yang dapat kita hirup setiap hari? Lupa bahwa Yesus yang telah memberi kekuatan agar kita bisa mengatasi segala kesulitan yang ada? Lupa bahwa Yesus yang telah memberi kepandaian, kebijaksanaan, ketrampilan, agar kita dapat mendapat solusi guna mengatasi masalah hidup ini? Sebagai bukti bahwa kita tidak melupakan kasihNya, kita akan bersedia hidup taat dan setia pada kehendak-Nya. –Pramudya

Jangan lupakan Dia, karena kasih-Nya tetap seperti semula