Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Rabu, 23 Oktober 2013

Renungan Rabu, 23 Oktober 2013

Luangkan Waktumu

Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya
(Kolose 3:21).

Baca: Kolose 3:18 – 20


“Piet, ayo cepat mandi, nanti Papa terlambat rapat.” “Tapi Pa, . . “ kata Pieter. “Ah, ayo cepat, jangan tapi-tapi.”

Karena protesnya tidak didengar malahan kena marah dari mama papanya, Pieter mandi dan mamakai pakaian yang sudah disiapkan untuk menghadiri ulang tahun temannya.

Sampai di luar dengan muka merengut, Pieter membanting pintu. “Pieter, kurang ajar sekali kamu,” teriak papanya. “Habis, ulang tahun Santhi lusa,” jawab Pieter kesal.

Kejadian yang umum dalam rumah tangga bukan? Ayah ibu, keduanya sibuk. Mereka hampir tidak ada waktu lagi buat anak-anaknya, bahkan mendengarkan mereka pun dianggap buang-buang waktu.  Sifat orang tua cenderung otoriter.

Ironis sekali, ketika iklan-iklan di TV menayangkan kehangatan kasih sayang orangtua terhadap anak-anaknya. Begitu mesra, apakah ini hanya untuk promosi produk atau suatu pelayanan?

Tetapi rasul Paulus, tidak sekedar promosi kepada jemaat di Kolose, ketika dia mengajarkan agar para istri tunduk kepada suami, suami untuk tidak berlaku kasar dan menyakiti hati istri maupun anak-anaknya, dan anak-anak supaya menaati orangtua (ayat 18 -21).

Karena demikianlah seharusnya hubungan antar anggota keluarga Kristen.
Marilah kita cermati, firman Tuhan menekankan pentingnya kasih,
karena kasih itulah yang membuat kita hidup dan bahagia. Luangkan waktu untuk membaca Alkitab, tetapi jangan sekedar dibaca, terapkanlah firman Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari. Keluarga kita pasti penuh damai sejahtera, sukacita dan mesra.

-Irene Talakua-

Kelembutan sapamu dan kesabaran mendengarkan menggantikan ucapan kasih sayang walaupun tidak terucapkan.

Senin, 07 Oktober 2013

Renungan Senin, 7 Oktober 2013

Dengan Kesungguhan dan Iman

… Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya
(Yakobus 5:16).

Baca: Yakobus 5:13-18


Di suatu perjumpaan, saya berkesempatan mendengarkan pengalaman seorang pemuda yang lolos dari maut dalam tiga kali kecelakaan. Ia sangat percaya bahwa Tuhan Yesus telah menyelamatkannya. Ia menekankan keyakinannya pada kuasa doa dengan menuturkan bahwa ibunya tak pernah lupa berdoa untuk keselamatan seluruh anggota keluarga setiap pagi dan malam.

Ya, siapa lagi kalau bukan Tuhan yang menyelamatkannya dari peristiwa-peristiwa kecalakaan itu? Tuhan telah mendengar dan mengabulkan doa ibunda yang beriman itu.

Sebagai orangtua, kitapun senantiasa berdoa untuk keselamatan, kesehatan, keberhasilan, dan kebaikan bagi anak-anak kita. Saya percaya kita setia melakukannya setiap hari. Tetapi, barangkali kita melakukan kekeliruan: ketika kita melakukannya setiap hari, lantas kita melakukannya sebagai ritual kebiasaan saja, asal merangkai kata untuk kita ucapkan.

Setiap doa yang kita naikkan harus tetap disertai dengan kesungguhan dan iman. Seperti dikutip dalam bacaan kita hari ini, dikatakan bahwa Elia telah berdoa dengan sungguh-sungguh supaya hujan tidak turun, dan hujanpun tidak turun; dan berdoa pula lalu hujan turun dan bumipun mengeluarkan buahnya (ayat 17-18). Selain dengan iman, berdoa, menurut Yakobus, juga harus disertai kerendah-hatian, yaitu pengakuan akan dosa-dosa kita (ayat 16).

Maukah kita percaya bahwa setiap doa yang kita naikkan dengan kesungguhan dan iman akan membawa berkat dan pengaruh yang luar biasa dalam kehidupan kita?

-Ocky Sundari-

… Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya! 
Markus 9:23

Rabu, 02 Oktober 2013

Renungan Rabu, 2 Oktober 2013

Karena Doa

Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu dan aku menunggu nunggu
(Mazmur 5:4).

Baca: Mazmur 5:1-4

Seorang sopir taksi berkisah tentang keberhasilan anak-anaknya dalam studi. Tiap pagi setelah berdoa, anak-anak diwajibkan mengulang pelajaran yang telah dipelajari, lalu mandi pagi dengan air dingin, biar otaknya segar, kemudian sarapan dan berangkat ke sekolah. Hasilnya: anak-anaknya menjadi orang yang berkarakter dan disiplin.

Aktivitas setiap hari dimulai dengan doa pagi. Pemazmur berkisah tentang doanya di waktu pagi.
Minta perkataan doanya diberi telinga.
Bukan minta Tuhan agar membuka telinga, tetapi supaya dirinya sambil berdoa, juga mendengar suara Tuhan (ayat 2).

Adakah kita mendengar Firman Tuhan sebelum meminta, atau hanya berdoa tanpa pernah mendengar Tuhan? Komunikasi dengan Tuhan yang dua arah adalah hal yang indah. Tuhan berfirman dan kita bicara melalui doa.

Tuhan adalah Raja yang mengatur segala-galanya. Cara menghargai Tuhan dalam doa adalah menjadikan Tuhan adalah Raja. Siapa yang berani mengatur Raja? Doa yang benar adalah kita dengan rendah hati mau diatur Tuhan, “bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu yang terjadi”. Bukan mendikte atau menuntut Tuhan dan kalau tidak dikabulkan, lalu mutung.
Bagaimana dengan Anda?

Mengatur persembahan untuk Tuhan dan menunggu. Persembahan kita kepada Tuhan di waktu pagi adalah bersyukur karena kita masih diizinkan bangun dan berkarya kembali. Mengatur persembahan bagi Tuhan artinya merencanakan hal-hal yang berkenan di hadapan-Nya melalui karya-karya kita hari itu. Dan nantikanlah keajaiban dari Tuhan.
Pasti ada!

-Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.-

Mengawali hidup dengan doa sama dengan udara pagi yang membuat tubuh menjadi segar sepanjang hari.

Senin, 30 September 2013

Renungan Senin, 30 September 2013

Terang Terus, Terus Terang

Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari
(Amsal 4:18).

Baca: Amsal 4:18

“Ibu, apa artinya ‘biarkanlah cahayamu bersinar’?” Tanya seorang anak perempuan kepada ibunya ketika ia membaca warta gereja. Ibunya menjawab, “Artinya, biarkanlah hidupmu bersinar dengan kebaikan dan ketaatan”.

Tak lama kemudian anak perempuan itu bermain dengan teman-teman seusianya di halaman rumah. Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari tempat mereka bermain. Tak lama kemudian, anak perempuan itu berlari menjumpai ibunya seraya berkata: “Ibu, aku kira aku baru saja memadamkan cahayaku”.

Mungkin Anda tak dapat menahan tawa membaca kisah ini, tetapi saya yakin Anda memahami maknanya, bahwa baru saja anak itu melakukan sesuatu yang tidak baik atau kenakalan dalam bermain.
Diberkatilah anak-anak sebab mereka jujur. Kita sebagai orang dewasa banyak yang tidak berani mengakui secara jujur kesalahan atau kekeliruan kita.

Cahaya kita: kebaikan dan ketaatan kita, mungkin telah lama padam, atau kalaupun bersinar tinggal temaram. Mungkin kita tidak menyadarinya, tetapi mungkin pula kita menyadarinya namun tidak mau mengakuinya.

Apakah cahaya kebaikan, kemurahan, ketaatan kita telah padam atau tinggal seberkas cahaya? Marilah kita memeriksa diri kita masing-masing.

Jika cahaya kita telah padam, mari kita nyalakan kembali: kebaikan bagi sesama , ketaatan kepada Tuhan. Caranya adalah dengan kembali dekat kepada Sang Sumber Cahaya, Kristus, maka kita akan terus bercahaya, terus terang, terang terus, seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari (Amsal 4:18).

-Liana Poedjihastuti-

Itulah sebabnya dikatakan: “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.” 
-Efesus 5:14-

Jumat, 27 September 2013

Renungan, Jumat 27 September 2013


Mempertahankan Ajaran


Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihi- Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi
(Amsal 3:12).

Baca: Amsal 3:12

Allah memberikan ajaran “seperti ayah kepada anaknya”. Bedanya, sang ayah duniawi setiap hari, setiap saat bisa “mencereweti” anaknya kalau si anak bebal dan bandel, sementara Allah Bapa, sebaliknya yang terjadi, kita sebagai anak-anak-Nya yang mencereweti Dia. Bukankah kita menemui Dia hanya kalau kita minta berkat- Nya saja, atau saat kita “kepepet”, seperti sopir butuh ban serep hanya kalau pas “kebanan” (ban meletus di tengah perjalanan).

Jadi, jangankan mempertahankan firman atau ajaran Tuhan, ajaran firman Tuhan itu sendiri kurang kita hayati.
Kebanyakan kita saat mencoba menghayati firman atau ajaran Tuhan berhenti sampai pada “faham (mengerti)” bahkan ada yang sedemikian faham sampai rela berdebat, adu pendapat sampai derajat fanatisme tingkat tinggi.

Mari sekarang kita belajar memahami firman dengan dimensi sedikit berbeda: bukan berhenti pada pemahaman firman, seperti yang dinampakkan dalam istilahnya: “Pemahaman Alkitab” (PA), melainkan dilanjutkan sampai pada “apa yang Yesus kehendaki aku perbuat hari ini”.

Barangkali tindakan konkrit berikut ini dapat membantu Anda.
Ketika Anda membaca Alkitab, mengikuti PA, mendengarkan atau menyimak sebuah khotbah atau renungan, bawalah setidaknya notes kecil, kemudian di akhir khotbah, cobalah melanjutkan penghayatan Anda dengan menuliskan satu kalimat yang menjawab pertanyaan tadi: “Apa yang dikehendaki Yesus aku lakukan hari ini?”
Kemudian mulailah menjalankannya, hari itu. Dengan demikian Anda akan mempertahankan ajaran dan memancarkan terang-Nya.

-Yahya Wardoyo-

Apa yang dikehendaki Yesus aku lakukan hari ini?

Senin, 23 September 2013

Renungan 23 September 2013

Anak Terang

… Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran
(Efesus 5:8-9).

Baca: Efesus 5:1-21

Saya teringat pada sebuah nyanyian anak Sekolah Minggu yang liriknya sebagai berikut: “Aku anak terang, tugasku memberi terang. Aku anak terang, Tuhan yang jadikanku. Terang di rumah, terang di sekolah, Terang di gereja, kemanapun ku pergi…”

Hidup sebagai anak-anak terang adalah hal yang mutlak bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, Sang Terang Abadi. Karena kita sudah menerima cinta kasih-Nya melalui karya Yesus di dunia. Selanjutnya anugerah pemberian itu bukan hanya untuk dinikmati sendiri. Namun, setiap kita memiliki kewajiban untuk memancarkan terang dari Sang Terang Abadi, melakukan kebaikan yang didasarkan pada rasa kasih kepada semua orang tak terkecuali.

Nas bacaan hari ini berkata: “Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan, dan keadian dan kebenaran” (Efesus 5:8-9).

Melakukan kebaikan dapat memberikan kesaksian kepada orang-orang sekitar bahwa kita memiliki sesuatu yang “berbeda” dalam hidup kita dan hendaknya kebaikan itu adalah asli yang merupakan buah Roh dan bukan kebaikan palsu.

John Wesley pernah menulis tentang kebaikan sebagai berikut:
“Lakukanlah semua kebaikan yang bisa kaukerjakan, melalui segala cara yang bisa kau tempuh, dalam semua jalan yang bisa kau lewati, di semua tempat yang bisa kau kunjungi, dalam segala waktu yang bisa kaudapatkan, bagi semua orang yang bisa kau jangkau, selamanya selagi kau bisa.

” Maukah kita melakukannya?

-Pdt. Elisabeth Parinsi-

Biarlah terangku semakin bercahaya, kemanapun aku pergi.

Selasa, 17 September 2013

Renungan Selasa, 17 September 2013

Tetaplah Menjadi Terang

Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi
(Matius 5:14).

Baca: Matius 5:14

Seorang anak perempuan kecil sedang berjalan-jalan dengan kakeknya. Mereka tiba di depan sebuah rumah yang halamannya penuh dengan bunga mawar. Sambil menarik nafas dalam-dalam anak kecil itu berkata, “Kek, alangkah indahnya bunga mawar itu, harum lagi. Dapatkah kakek mencium wanginya?”

Belum sempat sang kakek menjawab, terdengar suara, “Ambillah sebanyak yang kau inginkan, Nak”. Ternyata itu adalah suara pemilik rumah, seorang nenek tua yang sedang duduk di beranda.

Kakek dan cucunya masing-masing memetik satu tangkai mawar merah dan mengucapkan terima kasih kepada nenek tua itu sembari memuji keindahan bunga mawarnya. Kata nenek itu, “Aku menanam bunga-bunga ini untuk membuat orang lain senang. Aku sendiri tidak bisa melihat bunga-bunga itu lagi karena sudah beberapa tahun ini penglihatanku hilang karena penyakit yang kuderita”.
Betapa mulia hati si nenek. Dia masih memikirkan orang lain.

Pada umumnya, orang yang tidak memiliki sesuatu, menginginkan orang lain juga tidak boleh memilikinya. Tidak demikian dengan si nenek.Meski dirinya tidak lagi bisa menikmati keindahan bunga mawar, dia tidak mencegah orang lain untuk melihatnya. Dia malah sengaja menanam mawar itu untuk dinikmati orang lain. Meski nenek itu buta, tidak bisa melihat terang, tetapi yang istimewa adalah dia malah bisa menjadi terang, menyinarkan kebaikan.

Saat ini mungkin kita juga memiliki keterbatasan (fisik, keuangan, dll). Janganlah kiranya itu menghalangi kita untuk berbuat kebaikan bagi sesama.

-Liana Poedjihastuti-

Keterbatasan kita justru bisa mendorong kita untuk menjadi terang yang memancarkan kasih kita kepada sesama agar nama Tuhan semakin dimuliakan.

Senin, 16 September 2013

Renungan Senin, 16 September 2013

Disukai Banyak Orang


… mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan
(Kisah Para Rasul 2:47).

Baca: Kisah Para Rasul 2:44-47


Tuhan Yesus menyatakan bahwa menjadi pengikut-Nya membawa konsekuensi penderitaan dan penganiayaan, karena dibenci dunia (Matius 10:16-22).
Oleh sebab itu, apa yang dialami oleh para pengikut Kristus sebagaimana dinyatakan dalam Kisah Para Rasul 2:44-47 memberikan dimensi lain yang perlu kita perhatikan dan syukuri.

Dalam perikop itu ditegaskan bahwa orang-orang yang telah menjadi percaya kepada Kristus “disukai semua orang”, sehingga tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah orang-orang yang percaya kepada Tuhan dan diselamatkan (ayat 47).

Mengapa mereka tidak dibenci, melainkan “disukai” semua orang?
Kenyataan itu selanjutnya membuat orang-orang yang menjadi percaya kepada Kristus bertambah. Secara jelas dan tegas Kisah Para Rasul juga mengungkapkan penyebabnya, yaitu para pengikut Yesus itu bertekun dalam pengajaran rasul-rasul, dalam melaksanakan persekutuan dan kekompakan persaudaraan, dalam ketekunan berkumpul dan beribadah bersama, serta dalam berbagi kepemilikan dari kesukaan (ayat 42-46).

Dengan kata lain, mereka melaksanakan apa yang menjadi ajaran dan tuntutan Kristus, yaitu mengasihi Tuhan dan sesama dengan sungguh-sungguh dan konsekuen.

Dari kesaksian Kisah Para Rasul pasal 2 tersebut kita perlu merenungkan, bahwa kebencian dunia terhadap kita, pengikut Kristus, jangan-jangan bukan karena kita setia menjalankan perintah-Nya, melainkan justru karena perbuatan dan perilaku kita, yang tidak benar dan tidak baik, karena menyimpang dari ketentuan hukum umumnya, maupun kehendak-Nya!

-Pdt. Em. Sutarno-

Berbahagialah kamu, jika kamu dianiaya karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu. Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau.
–1 Petrus 4:14,15

Sabtu, 14 September 2013

Renungan Sabtu, 14 September 2013

Menyukakan Hati Allah

…karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita
(1 Tesalonika 2:4).

Baca: 1 Tesalonika 2:1-8


Dalam banyak tradisi, pada umumnya seorang anak selalu diajar oleh orang tua agar bersikap manis dan berperangai baik kepada orang lain terlebih kepada tamu.

Berbeda dengan kebiasaan di atas, Paulus sebagai seorang rasul mengajak jemaat di Tesalonika untuk belajar menyukakan hati Allah dan bukan menyukakan hati manusia.

Sikap rasul Paulus tersebut justru sering bertentangan dengan pola pikir dan pola asuh orangtua, agar anak-anak mereka belajar “menyenangkan hati” orang lain apapun caranya.

Pola asuh yang terarah kepada “menyenangkan hati manusia” hanya akan mendorong anak-anak untuk mudah kompromi atau menerapkan filosofi “harmonisasi”; sehingga mereka tidak berani menyatakan prinsip dan nilai-nilai kehidupan yang seharusnya. Tak jarang sikap yang cenderung “menyenangkan hati manusia” akan mendorong mereka menjadi pribadi yang suka menjilat.

Dalam konteks ini para penjilat pada umumnya tidak segan untuk menjual nilai kebenaran, kesetiaan dan kesucian hidup untuk hal-hal yang sifatnya duniawi.

Orangtua yang berkarakter dan setia kepada imannya senantiasa mendidik anak-anak mereka untuk memprioritaskan Allah dengan segenap hatinya. Allah dan firman-Nya dijadikan tolok ukur satu-satunya dalam mengambil keputusan etis-moral, bahkan keputusan iman. Dengan demikian pemikiran dan keinginan manusia selalu ditempatkan di bawah otoritas firman Allah. Apabila ternyata pikiran, maksud, dan filosofi dari manusia atau dunia ini bertentangan dengan kehendak Allah, maka dia mampu menolaknya.

-Pdt. Ifer Fr. Sirima-

Sikap “menyukakan hati Allah” tidak pernah memberi tempat pada segala tindakan
yang tidak etis, amoral dan asosial.

Jumat, 13 September 2013

Renungan hari Jumat, 13 September 2013

Sinar yang Menjatuhkan

Dalam perjalanannya ke Damsyik ,ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia
(Kisah Para Rasul 9:3).

Baca: Kisah Para Rasul 9:1-6

Bila seseorang disambar petir, kecil kemungkinan orang itu selamat. Badannya terbakar dan tidak berdaya. Sebelum peristiwa itu terjadi, orang akan melihat lebih dulu kilatan cahaya yang turun dari langit dengan cepat. Bisa melihat cahaya, tapi setelah itu binasa.

Saulus melihat cahaya turun dari langit, namun tidak binasa. Ia rebah dan buta selama tiga hari (Kisah Para Rasul 9:9). Inilah yang membedakan peristiwa biasa dari yang tidak biasa.

Tuhan memakai cara menjatuhkan untuk membangun. Disambar petir membuat orang jatuh dan tewas, tapi untuk Saulus dijatuhkan Tuhan itu perlu untuk membuatnya bertobat dari kekejamannya.

Sinar yang menjatuhkan kadang dibuat Tuhan agar orang sadar akan dosa-dosanya dan karena Tuhan mau memakai orang itu. Tuhan bisa memakai penyakit, musibah, masalah sebagai “sinar yang menjatuhkan“.

Tujuan hidup bisa tiba-tiba berubah karena Tuhan. Mendekati kota Damsyik Saulus jatuh karena sinar dari Tuhan. Jangan kecewa bila perjalanan hidup Anda dihentikan oleh “sinar yang menjatuhkan”. Tuhan tidak berniat mencelakakan, tetapi perjalanan hidup kita mau diubah agar bersinar bagi Dia setelah peristiwa itu.

Untuk bisa bersinar bagi Dia, maka harus dikelilingi sinar. Sinar dari langit bukan cuma sebagian tapi mengelilingi Saulus (ayat 3). Ia tidak bisa lari dari sinar itu karena terkurung rapat. Tuhan mau kalau kita bersinar bagi-Nya harus membiarkan sinar dari langit itu memenuhi hidup kita lebih dulu.
Sambutlah sinar dari Tuhan yang membuat kita makin bersinar.

-Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.-

Sinar yang menjatuhkan dari Tuhan adalah sinar yang mengubah hidup kita agar bersinar bagi Dia.

Kamis, 12 September 2013

Renungan Hari Kamis, 12 September 2013

Ratapan juga Kesaksian
Baca: 2 Timotius 4:1–8
Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya…
(2 Timotius 4:2)

Dalam banyak peristiwa kita sering mempertanyakan
‘mengapa saya?’,
 ‘mengapa ini terjadi di saat seperti ini?’,
 ‘mengapa Tuhan membiarkan hal ini terjadi?’,
 ‘mengapa kesusahan datang beruntun?’,
yang semuanya itu menandakan bahwa kita tidak menginginkan peristiwa-peristiwa itu terjadi. Mungkin itu adalah saat-saat ketika kita mengalami kesulitan, kehilangan orang-orang terkasih, dan sebagainya.

Pertanyaan-pertanyaan itu sesungguhnya adalah ratapan sesak dan sedih kita. Di saat-saat seperti ini, mampukah kita bertahan sebagai anak-anak Tuhan, yang tetap setia bersaksi bagi-Nya? Bagaimana kita melihat dan menghadapi sebuah kesulitan dan kesusahan sesungguhnya dapat menjadi ‘barometer’ bagi kesediaan kita untuk bersaksi.

Suatu ketika seorang anggota jemaat mengalami kedukaan mendalam karena anak satu-satunya meninggal. Dengan kesedihan yang memilukan ia meratapi anak ini hingga usai pemakaman. Namun ungkapan imannya
terus terngiang di telinga seluruh warga kampung yang melayat, “Ooh, Puteri, kami sangat menyayangimu, tetapi Tuhan Yesus melebihi bapak dan ibumu! Tuhan Yesuslah yang merawat dan menggendongmu. Besar
kasih-Nya selama-lamanya!”

Saat- saat yang sulit dapat menghambat kita dalam bersaksi, tapi pengalaman anggota jemaat tadi membuktikan bahwa bukannya tidak mungkin tetap bersaksi dalam keadaan susah. Sesungguhnya Rasul
Paulus menyerukan kepada Timotius dan kepada kita, “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya…” (ayat 2). Bersediakah kita bersaksi di setiap waktu?

 -Ocky Sundari-

… janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita… –2 Timotius 1:8-

WE COME BACK....

akhirnya setelah sekian lama absen dari dunia blogger, SANGGAR MITRA SABDA kini kembali lagi untuk membagi berkat rohani....

semoga SANGGAR MITRA SABDA dapat menjadi berkat bagi semuanya...
selamat melayani dan Tuhan Yesus memberkati...