Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 28 Mei 2011

Bergembiralah !


Baca: Amsal 17:22
Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat.
Amsal 15:13

 “Mau berbuat baik saja susah.” Suatu ka­limat yang menggambarkan keputusasaan se-seorang. Tampaknya hanya kalimat yang sederhana, tetapi jika dirasakan dampaknya sungguh luar biasa. Bagaimana tidak, orang yang mau berbuat baik saja mengalami kesu­litan. Lalu apa yang harus diperbuat?
Amsal 15:13 dan Amsal 17:22 meng­ingatkan kita untuk tidak berputus asa melainkan untuk bergembira sebab kegem­biraan mampu membuat kita bangkit mela­wan keterpurukan. Sebaliknya kekesalan dan semangat yang mengendur dapat membuat kita menjadi tak berdaya dan akhirnya terkapar.
Keberadaan kita di tengah-tengah lingkungan kita adalah untuk menjadi motivator dan inspirator bagi orang lain. Bagaimana bisa kita memotivasi orang lain kalau diri kita sendiri terpuruk, dan bagaimana mungkin kita menjadi inspirator bagi lingkungan kita kalau kualitas hidup kita digerogoti oleh keputusasaan.
Kita masih punya tugas yang telah Tuhan percayakan kepada kita untuk menjadi garam dan terang bagi lingkungan kita. Jika kita tidak mampu merealisasikan hal itu hanya karena kita selalu dirundung keputusasaan, maka berarti kita menyia-siakan kepercayaan yang Tuhan berikan kepada kita. Oleh karena itu sekaranglah saatnya bagi kita untuk bangkit, membuat diri bersukacita, agar kita mampu untuk berbuah yang dapat dinikmati dan dirasakan oleh orang di sekitar kita. Dengan berbuah lebat dan dapat dinikmati oleh orang di sekitar kita berarti kita telah menghargai kepercayaan yang Tuhan berikan kepada kita. —Darmanto.

Pada akhirnya sekali lagi “...bergembiralah karena Tuhan;
maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang  diinginkan hatimu.” —Mazmur 37:4



=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Jumat, 27 Mei 2011

Anugerah Usia Lanjut


Baca: Kejadian 50:22-26
...Tidak lama lagi aku akan mati; tentu Allah akan memperhatikan kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini....
Kejadian 50:24

Pesan-pesan terakhir dari seseorang yang akan menghadap Tuhan sering kali menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi yang ditinggalkan. Yusuf dipanggil Tuhan pada usia seratus sepuluh tahun. Sebelum kemati­annya, ia masih bisa berkata kepada saudara-saudaranya yang dahulu mereka-rekakan yang jahat kepadanya. Apa yang kira-kira akan kita buat sebagai pesan terakhir hidup kita?
Katakan bahwa menjadi tua adalah anugerah. Menjadi tua bukan untuk disesali atau berharap segera kembali ke surga. Menjadi tua adalah anugerah. Tuliskanlah kenangan-kenangan indah perjalanan hidup kita dan waris-kan untuk dibaca anak-anak dan para cucu. Siapa tahu tulisan itu mem­beri inspirasi hidup kepada yang muda.
Bersihkan hati dengan memberi pengampunan. Jangan mening­galkan dunia ini dengan masalah yang belum selesai. Yusuf yang pernah dikhianati saudara-saudaranya tetap memberi pesan-pesan sebelum ia menutup mata. Lebih baik menutup mata dengan damai sejahtera dari pada membawa masalah yang tak terselesaikan. Anda memilih yang mana?
Kata-kata optimis dan mengandung berkat Allah. Kata Yusuf: “...Allah akan memperhatikan kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini...” Yusuf menghibur saudara-saudaranya, bukan malah dihibur. Sebuah pertanda bahwa di hari tuanya Yusuf tetap memiliki iman yang teguh di dalam Tuhan. Ubahlah saat-saat perpisahan bukan dengan air mata, tetapi dengan iman yang luar biasa. —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Usia lanjut bukan cuma bonus, tetapi anugerah dari Tuhan
agar kita memuliakan dia melalui kesempatan yang disediakan-Nya.




=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Kamis, 26 Mei 2011

Tiada Kata Terlambat

Baca: Kejadian 18:1-15
Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau,
pada waktu itu Sara, istrimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki.
Kejadian 18:10

Badannya tinggi tapi tidak kurus, kacama­tanya sangat tebal namun semangatnya luar biasa. Ketika memasuki usia pensiun sebagai hakim (63 tahun), dia memilih mengambil program pasca sarjana S2. Setelah lulus, bu­kannya menikmati hidup bersama anak dan cucu melainkan bersekolah lagi ke jenjang doktor. Di usia 68 tahun gelar Doktor disan­dangnya, tetapi dia belum puas dan memilih menjadi dosen di beberapa universitas. Saat ini usianya 72 tahun. Ketika saya bertanya kepada Bapak—sapaan saya untuknya, mengapa tidak bersantai saja bersama cucu? Jawabnya, “Masih ada ba-nyak pekerjaan yang harus diselesaikan untuk negara ini agar maju dan adil.” Istrinya seorang profesor yang juga mengajar di beberapa universi­tas. “Apakah ibu tidak lelah harus keluar kota setiap minggu?” tanya saya suatu kali. Jawabnya, “Saya senang membagi ilmu kepada murid-murid, hanya itu yang saya punya dan dapat saya bagikan.”
Cerita ini adalah sedikit dari banyak kisah tentang dosen-dosen yang masih berkarya di usia senja. Mereka terus berkarya tidak mengenal usia. Cerita ini mengingatkan saya kepada Abraham. Di tengah-tengah kegalauannya untuk mendapatkan keturunan di usia senjanya, Abraham telah bertemu dengan Tuhan melalui tiga orang yang berdiri didepan kemahnya (ayat 1-2). Karya dan simpati Abraham kepada mereka, telah menuai berkat sehingga Abraham dikarunia anak. Tidak ada kata terlam­bat bagi Tuhan, untuk kita selalu berkarya. Mari kita terus berkarya untuk sesama. —Pramudya

Tuhan hadir menghampiri kita melalui orang-orang
di sekitar kita, mari kita buka pintu hati kita.





=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Rabu, 25 Mei 2011

Seandainya


Baca: 1 Tawarikh 16:34
Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
1Tawarikh 16:34

Pada dasarnya manusia sangat senang ber-andai-andai. Hal ini disebabkan kekurang­percayaan manusia kepada Tuhan. Hidup yang sudah dilengkapi oleh Tuhan dengan segala yang baik, dirasakan masih jauh dari harapannya. Sesuatu yang sudah cukup ber­dasarkan rencana Tuhan dirasakan kurang oleh manusia karena tidak sesuai dengan pikirannya sendiri. Hal ini menjadikan rasa syukur kita hilang.
Jikalau hal ini terus-menerus muncul da­lam pikiran kita, maka yang muncul dalam angan-angan kita adalah terus berandai-andai. Misalnya, seandainya saya kaya, seandainya saya jadi pemimpin, dan sejumlah seandainya yang lain, yang belum pernah dicapai.
Kita yang sudah memasuki usia lanjut sebaiknya lebih memperhatikan kehidupan spiritualitas kita. Semakin lanjut usia semakin menajamkan hidup spiritualitas kita. Bukannya malah menajamkan mulut dan lidah kita sehingga melukai sesama.
Jikalau ada angan-angan atau cita-cita yang belum kesampaian, kita berdoa kiranya Tuhan memberi hikmat kepada anak-anak kita sehingga anak-anak kita dimungkinkan dapat merealisasikannya sesuai dengan kehendak-Nya.
Yang perlu terus kita ingat adalah bahwa Allah beserta kita (Imanuel) melalui kehadiran Juru Selamat kita, Tuhan Yesus (Matius 1:23). Jikalau begitu kurang apa lagi? Mengapa kita masih dipenjarakan oleh pikiran yang berandai-andai yang pada akhirnya membuat kita tidak dapat me­nyucap syukur kepada Tuhan?
Mari mulai sekarang kita lebih mengucap syukur kepada Tuhan karena Ia baik. Sungguh, untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. —Adi Soesanto.
Semoga iman kita bertumbuh, sehat, menjadi gemuk dan berbuah.



=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Selasa, 24 Mei 2011

Genggaman Kita


Baca: Mazmur 90:12
Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
Mazmur 90:12

Ada yang kita genggam dalam hidup kita. Sesuatu yang berharga biasanya digenggam erat-erat, seolah tidak boleh hilang atau terlepas dari tangan kita. Jabatan, karier dan kedudukan sering kali kita genggam erat- erat, supaya tidak jatuh ke tangan orang lain. Bahkan kalau perlu kita pertahankan mati-matian. Namun karena faktor usia yang tidak dapat dicegah, orang harus rela melepaskan semuanya itu dan memasuki babak baru pada saat pensiun. Kita harus iklas dan legowo menyerahkan kepada yang lebih muda.
Kita buka genggaman tangan kita, itu adalah langkah kedua sesudah kita sadar bahwa kita harus menyerahkan kepemimpinan kita kepada yang lebih muda. Kita menarik diri selangkah, mundur ke belakang, tiba saatnya kita menjadi seorang pengamat dan penasihat. Membiarkan orang lain yang menentukan keputusan dan kita tidak menjadi sosok penyulit di sampingnya.
Kita cari peran baru yang masih dapat dilakukan. Sosok pensiun-an bukan menjadi laskar tidak berguna yang sudah tidak dapat apa-apa. Dalam waktu luang kita dapat menjadi penulis yang produktif, dengan segudang pengalaman yang dapat menjadi wahana belajar bagi siapa saja yang rindu untuk belajar mendapatkan kearifan kehidupan, menekuni hobi baru, aktif dalam kegiatan sosial termasuk di gereja. Itu adalah tindakan yang jauh lebih bijaksana dan berguna dan orang lain akan merasakan manfaatnya.
Pemazmur mengajarkan ajar kita bijak menghitung hari-hari kita agar kita mendapatkan makna hidup yang bijaksana. Termasuk menjalaninya dan mengisinya dengan bermakna. —Pdt. Agus Wiyanto.

Hari hari hidup manusia adalah terus maju ke depan,
bukan mundur ke belakang dan kembali ke masa silam.
Sambutlah hari baru dengan semangat baru.



=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Senin, 23 Mei 2011

Rendah Hati

Baca: Filipi 2:3
...Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri.
Filipi 2:3

Seorang hakim yang sombong suatu kali berkata kepada seorang petani tua, “Mengapa kamu tidak menegakkan kepalamu seperti saya? Saya tidak menunduk di hadapan Tu­han ataupun di hadapan manusia.” Jawab petani tua itu, “Pak Hakim, lihatlah sawah itu. Hanya biji yang kosong yang tegak. Biji yang berisi menunduk rendah” (ide ceritera Caper’s Weekly).
Barangkali kita tersenyum mendengar cerita ini. Barangkali pula sebagai orang lan-jut usia kita ikut bangga, karena yang berkata sedemikian bijak adalah seorang tua. Namun cerita itu pasti bukan untuk menggambarkan bahwa setiap orang tua identik dengan rendah hati.
Kita tahu betapa sulitnya menjadi rendah hati, apalagi bagi orang tua. Kecenderungan manusia adalah membanggakan dirinya. Sebagai orang tua tak jarang kita juga memiliki kecondongan itu. Merasa diri telah banyak “makan asam garam”, banyak pengetahuan dan pengalaman. Di sisi lain sebagai orang tua harus mulai melangkah ke belakang. Jika kita tidak waspada, tanpa kita sadari ke dua hal itu, (aku punya pengalaman, jadi aku tak mau surut ke belakang) bisa menjebak kita dalam sikap tinggi hati. Dibutuhkan sikap legowo, rela atau ikhlas.
Sesungguhnya Allah menentang orang yang congkak, tetapi meng-asihani orang yang rendah hati (Yakobus 4:6). Oleh karena itu mari kita merendahkan hati kita di hadapan Tuhan karena itu seperti magnet yang akan menarik belas kasih dan uluran tangan Tuhan. Mari menjadi teladan sikap rendah hati di mana pun kita berada dan sebagai apa pun kita. —Liana Poedjihastuti.

Doa: Ya Tuhan, berilah kami rahmat rendah hati. Amin




=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi

Minggu, 22 Mei 2011

Obesitas Rohani


Baca: Mazmur 1
Ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buah­nya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diper-
buatnya berhasil.
Mazmur 1:3

Hampir setiap orang takut dengan kege-mukan. Ada yang gemuk minta dikuruskan, yang kurus minta gemuk. Manusia memang repot. Mendengar obesitas, orang menjadi takut karena penyakit yang satu ini membuat orang susah bergerak dan berubah bentuk kurang menarik. Bagaimana dengan obesitas rohani? Ge­muk secara rohani tidak membuat orang takut, tetapi justru bersyukur karena asupan gizi yang dari Tuhan benar-benar berlebih. Pemazmur mengalami hal itu. Bagaimana caranya agar kita gemuk se-cara rohani?
Posisikan di tempat Tuhan bukan di tempat lain. Pemazmur ber­jalan, berdiri dan duduk di tempat yang disediakan Tuhan (ayat 1). Di usia lanjut setelah sekian tahun kita berjalan, berdiri, duduk dalam ke-sibukan mengurus anak-anak, usaha, dan karier, apakah tidak sebaiknya kita mulai menempatkan diri di posisi Tuhan? Cobalah!
Ubah kesukaan duniawi menjadi kesukaaan surgawi. Pemazmur berkata bahwa kesukaannya ialah Taurat Tuhan. Di usia lanjut agar men-cegah pikun usahakan untuk sering membaca agar mendapat manfaat ganda dari kegiatan itu, yaitu mencegah kepikunan dan gemuk dengan firman Tuhan. Cobalah!
Jika hati senang, maka penampilan tetap semangat. Pemazmur menulis bahwa pohon yang ditanam di tepi aliran air tidak layu daunnya. Hidup yang terus diisi dengan firman Tuhan akan beda penampilannya dengan hidup yang kosong. Tetap semangat, ceria dan optimis meng-hadapi hari depan. Cobalah pasti bisa! —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Obesitas rohani adalah gemuk dari dalam, tetapi tetap tampil
menarik karena cahaya Ilahi menyembul keluar.




=================================================
Diambil dari Renungan Harian MUSA, Penerbit: Sanggar Mitra Sabda, Jl. Merdeka Utara I-B/ 10; SALATIGA 50714; Telp/Fax: 0298-325176,  E-mail: mitrasabda@yahoo.co.id


Bilamana ingin berlangganan  Rp 4.000,00 per edisi