Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 05 Maret 2011

Tanggalkanlah Kasutmu

Bacaan Alkitab: Keluaran 3:1-5
Lalu Ia berfirman: “Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.”
Keluaran 3:5

Semak duri itu menyala, tetapi aneh, tidak terbakar. Melihat penglihatan yang hebat itu, Musa yang saat itu sedang menggembalakan kambing domba mertuanya, bermaksud memeriksanya (ayat 3). Tetapi langkahnya terhenti karena tiba-tiba terdengar Allah me­manggil namanya dari tengah-tengah semak duri itu: “Musa, Musa!” dan ia menjawab: “Ya, Allah.” Lalu Ia berfirman: “Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus” (ayat 4-5).
Kasut, sandal, sepatu, dan sejenisnya biasa kita pakai untuk melin-dungi kaki agar bersih, tidak kena kerikil atau terantuk batu. Mengenakan kasut membuat kaki kita aman dan nyaman. Kecuali itu kasut, utamanya yang branded, juga dapat mengangkat gengsi. Tetapi, di hadirat Allah, kita harus “menanggalkan kasut”, meninggalkan gengsi dan status. Kita bertemu Allah sebagaimana adanya kita.
Kita membutuhkan perjumpaan pribadi dengan Allah. Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair (Mazmur 63:2). Tanpa perjumpaan itu hidup kita terasa kering dan kosong. Hanya Allah yang sanggup memuaskan dahaga jiwa kita melalui perjumpaan dengan Dia. Dengan mengosongkan diri: akal budi, afeksi, dan kehendak kita, maka Allah dapat mengisinya dengan cinta-Nya dan menguasai hidup kita. Kita menanggalkan rasa aman dan nyaman karena kekuatan sendiri. Sebagai gantinya kita berserah pada pimpinan dan kehendak-Nya. —Liana Poedjihastuti.

Maukah aku melepaskan “kasut”ku: gengsi, status, kehendakku
supaya aku dapat melakukan kehendak-Nya?

Jumat, 04 Maret 2011

Salah Jalan

Bacaan Alkitab: Mazmur 25:1-5
Beritahukanlah jalan-jalan-mu kepadaku, ya Tuhan, tunjukkanlah itu kepadaku.
Mazmur 25:4

Ada kejadian lucu dalam Speedy Tour d’Indonesia 2010. Para pebalap dan ofisial termasuk chief commissaire tersesat di jalan utara kota Adiwerna, Kabupaten Tegal. Aki­batnya balapan sepeda itu di-start ulang. Itu balapan sepeda.
Pilihan dalam perjalanan hidup kita tidak bisa di-start ulang. Sekali salah jalan risiko harus kita lalui. Pernikahan yang salah jalan mengakibatkan masalah bahkan perceraian. Untuk tidak salah jalan, inilah petunjuk dari Tuhan dalam menjalani hidup ini.
Miliki keberanian percaya kepada Tuhan (ayat 2). Kita kadang-kadang tidak berani percaya kepada Tuhan karena terlalu mengandalkan percaya diri: merasa hebat, kuat, masih muda, dan merasa masih bisa. Atau penuh keraguan bahwa Tuhan bisa melakukan sesuatu di luar kemampuan manusia. Jangan meremehkan Tuhan walaupun Dia tidak kelihatan!
Berharap bahwa jalan Tuhan adalah yang terbaik (ayat 3). Menan­tikan Tuhan pasti akan mendapat petunjuk yang akan menuntun kita daripada berjalan menurut cara dan akal kita sendiri. Tuhan dinantikan karena jalan-Nya sempurna dan terbaik dari semua yang baik menurut kita. Berjalanlah bersama-Nya mulai sekarang.
Jangan malu bertanya agar tidak sesat di perjalanan hidup ini (ayat 4). Tuhan adalah Roh dan kita juga diembusi dengan roh-Nya menjadi makhluk hidup. Tuhan tidak pernah tidur agar manusia bisa bertanya setiap saat kepada-Nya dan Dia akan memberitahukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Komunikasi sudah dibuka Tuhan. Bagaimana dengan kita? —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Daripada berputar-putar salah jalan lebih baik ambil jalan
Tuhan yang pasti tidak akan membuat pusing.

Kamis, 03 Maret 2011

Hanya Sekali

Bacaan Alkitab: Ibrani 9:23-28
...manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.
Ibrani 9:27

Inti nas kita hari ini menyatakan bahwa, sebagai Imam Besar Kristus telah mengor­bankan diri-Nya sendiri untuk penebusan dosa. Bukan sekadar mengorbankan hewan kurban apa pun. Oleh karena itu pengorban­an-Nya hanya satu kali saja saat kedatangan-Nya yang pertama. Manusia diberi kesem­patan untuk memilih dan bersikap terhadap karya Kristus itu. Pada kedatangan-Nya yang kedua kelak, Ia akan menghakimi manusia berdasar sikap pilihannya tadi. Menyadari hal ini, mestinya menjadikan kita bersikap bijak dalam menjalani hidup ini.
Ada sementara orang yang berpandangan, “Urip mung sepisan wae kok digawe angel “ (hidup hanya sekali saja kok dibuat susah). Artinya dalam hidup yang hanya sekali ini berbuatlah menuruti semua keinginan hati, sebab kalau tidak sekarang kapan lagi kesempatannya.
Bahwa hidup hanya satu kali, itu benar. Mati pun hanya satu kali. Tetapi setelah itu akan ada penghakiman, demikian kata Alkitab. Ini yang barangkali terabaikan dalam pandangan di atas. Maka kalau mau bijaksana dalam menjalani hidup ini, pandangan yang dianut semestinya “Urip pancen mung sepisan, mula kuwi sing ati-ati” (hidup memang hanya satu kali, oleh karena itu berhati-hatilah).
Kristus sudah mengorbankan diri-Nya, setelah itu Ia akan mengha­kimi. Kita pun sekarang sedang menjalani hidup yang hanya satu kali, dan pada waktunya akan mati, lalu dihakimi. Maka bijaksanalah dalam menjalani hidup, dengan berhati-hati, tidak semberono. Karena se­muanya harus kita pertanggungjawabkan pada waktunya. —Handoyo.

Bila kesempatan datang berkali-kali, orang akan menggunakannya
dengan sesuka hati, tetapi bila kesempatan datang hanya satu kali,
maka orang akan menggunakannya dengan hati-hati.

Rabu, 02 Maret 2011

Pilihan Hidup

Dalam menjalani kehidupan ini kita se­lalu diperhadapkan pada pilihan-pilihan dari yang mudah sampai yang sulit. Begitu mata melek, kita sudah disodori pilihan mau berdoa dahulu, atau langsung mandi, atau melakukan tugas-tugas rumah tangga. Hari ini mau masak apa, mengenakan pakaian yang mana, pergi ke mana. Ini adalah pilihan yang relatif gampang, tidak berisiko. Ada pilihan-pilihan yang sulit, seperti memilih karier dan jodoh. Semakin sulit pilihannya, semakin kita harus berhati-hati, sebab salah
pilih bisa celaka.
Kehidupan kita, sukses tidaknya, bahagia tidaknya banyak ditentukan oleh pilihan yang kita ambil. Pilih gaya hidup sehat atau yang mengun­dang penyakit. Mau memilih untuk mengasihi atau terus membenci. Bekerja secara jujur atau korup, dan lain sebagainya.
Musa menghadapkan bangsa Israel pada dua pilihan: “Aku meng-hadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kema­tian dan kecelakaan” (Ulangan 30:15). Jalan kehidupan, keberuntungan, jalan berkat, jika mereka mengasihi Tuhan, hidup menurut jalan yang ditunjukkannya, dan menaati perintah-Nya (ayat 16.) Sebaliknya jalan kematian jika mereka berpaling dari Allah, meninggalkan ketetapan-ketetapan-Nya (ayat 17-18).
Musa mendorong bangsa Israel untuk memilih kehidupan. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu (ayat 19).
Dalam memilih kita juga mengacu pada dua kriteria ini. Jalan kehidupan atau kebinasaan, berkat atau kutuk. Apa pilihan Anda? Yang jelas aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan (Yosua 24:15). —Liana Poedjihastuti

Sama Setiap Nada

Bacaan Alkitab: 1 Raja-raja 9:4-5
Siapa bersih kelakuannya, aman jalan­nya, tetapi siapa berliku-liku jalannya, akan diketahui.
Amsal 10:9

Di dalam tubuh piano berjajar sejumlah tuts yang menyimpan dentingan nada do-re-mi-fa-sol-la-si... yang indah dan akurat. Tak satu pun dentingan nada itu yang berniat mengelabui telinga kita, selalu sama di nada yang sama. Inilah kebenaran do-re-mi yang tak usang oleh gelegar musik cadas, dan tak hanyut oleh lentiknya musik klasik. Sesung­guhnya kita juga rindu akan kebenaran do-re-mi yang konsisten. Kita rindu pada ritme kehidupan piano yang penuh integritas, benar setiap saat.
Integritas menyiratkan ketaatan kita pada perintah suara hati yang dikendalikan oleh ketulusan untuk hidup benar. Kita menjadi taat dalam kebenaran ilahi. Ini berarti Tuhan sendiri yang menjadi penguji hati kita (1 Tawarikh 29:17). Jadi, hidup penuh integritas adalah hidup yang tidak condong pada yang salah, tetapi hidup yang mengandalkan kebenaran ilahi. Kita bukan saja menjauh dari kemunafikan, tetapi juga mempertebal keyakinan untuk tidak memilih jalan hidup yang berliku-liku dan keliru.
Barangkali kita terlalu lugu menyikapi kehidupan ini, dan sering kali naif menilai keberhasilan kita. Kita terkadang plin-plan menyikapi hal-hal yang penting, dan sering menangisi perkara yang sia-sia. Namun mulai hari ini tetapkanlah sebuah keputusan hati untuk membangun integ­ritas diri kita. Kita harus berani membedakan yang benar dan yang salah, berani melaksanakan apa yang kita yakini benar, dan berani secara terbuka mengatakan apa yang telah kita yakini dan lakukan. —Agus Santosa.

Andaikata integritas itu memiliki lawan kata, barangkali lawan kata itu
adalah korupsi—lolosnya segala sesuatu yang kita ketahui salah.
—Stephen L. Carter

Senin, 28 Februari 2011

Mendengarkan Adalah Cinta

Baca: Lukas 10:38-42
...Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya.
Lukas 10:39
Pada umumnya orang lebih senang berbicara daripada mendengarkan. Padahal bukan orang yang banyak bicara yang dibutuhkan, melainkan orang yang mau mendengarkan. Begitu pentingnya mendengarkan sampai ada yang mengatakan kalau saja ada yang mau mendengarkan, maka orang tidak akan merasa hidup dan persoalannya begitu sukar untuk diatasi. Orang yang didengarkan akan merasa tenang dan merasa bahwa ada orang yang peduli. Mendengarkan adalah tindakan cinta, tindakan kepedulian,  suatu komitmen diri kita kepada orang lain, demikian kata Rouel L. Howe. Barangkali itulah sebabnya mengapa kita dikaruniai dua telinga dan hanya satu mulut.
Mendengarkan adalah memindahkan pusat perhatian dari diri sendiri kepada orang yang didengarkan. Ini bukan pekerjaan yang mudah, utamanya bagi mereka yang memiliki otoritas atau kekuasaan seperti orangtua, atasan, para lanjut usia, dan yang lain. Bukankah sebagai orang yang memiliki kekuasaan dan otoritas harus lebih didengarkan?
Mendengarkan itu sulit, tetapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Diperlukan kesungguhan, kesabaran, dan ketekunan, juga latihan agar dapat mendengarkan.
Rupanya Maria tahu benar bahwa mendengarkan adalah pernyataan cinta, itulah sebabnya ia lebih memilih untuk duduk dekat Yesus, men­dengarkan Dia. Tindakan Maria ini dipuji Yesus (ayat 42).
Mulai hari ini marilah kita lebih mau mendengarkan, sebagai ung­kapan rasa syukur atas cinta Tuhan yang melimpah dalam hidup kita. Dengan kita mendengarkan kiranya orang-orang dapat merasakan kasih sayang. —Liana Poedjihastuti.

...menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik daripada mempersembahkan kurban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh... —Pengkotbah 4:17

Minggu, 27 Februari 2011

Semua Karena Cinta


Baca: Kidung Agung 8:6-7
Taruhlah aku seperti me­terai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api seperti nyala api Tuhan! Kidung Agung 8:6-7

...dan bila aku berdiri tegar sampai hari ini, bukan kar’na kuat dan hebatku... Semua ka­rena cinta.. semua karena cinta...‘tak mampu diriku dapat berdiri tegar... terima kasih cinta...
Masih ingat penggalan refrein lagu popu­lar di atas? Saya sebenarnya lebih setuju jika kata “tak” pada kalimat “tak mampu diriku dapat berdiri tegar” diganti “kan”, sehingga menjadi “kan mampu diriku dapat berdiri tegar”. Ya, cinta itu penuh daya, power of love, demikian sering kali diungkapkan.
Seperti halnya cinta Allah bagi kita umat-Nya. Kidung Agung 8:6-7 ini merupakan ungkapan bahasa cinta Allah pada umat-Nya. Cinta yang tidak terpisahkan: melekat kuat dan erat; serta penuh daya seperti maut yang tak terhindarkan. Cinta itu adalah cinta yang tanpa pamrih; tulus; rela berkorban; sedia mengampuni. Cinta sejati, yang ada hanya karena kesetiaan. Cinta Allah yang mau memberi diri-Nya untuk pengampunan segala dosa kita. Itu semua nilai kehidupan yang tak terukur dan tak tergantikan secara materi.
Cinta yang seperti itulah yang dibutuhkan dalam relasi kehidupan umat Tuhan di dunia ini, antara pasangan suami-istri, orangtua-anak, kakak-adik, saudara bersaudara, teman seiman, bahkan antar sesama manusia. Cinta Allah itulah yang semestinya menjadi penghayatan kita dalam hidup bersama sesama di tengah-tengah dunia, oleh karena Allah telah lebih dahulu mengasihi kita. Cinta yang membuat dunia sekeliling kita menjadi berdaya, ketika kita saling membagikan cinta Allah melalui sikap perbuatan dan perkataan. —Pdt. Amalia P. E. Lalenoh.

Kita mungkin tidak mampu melakukan hal-hal yang
besar, tetapi kita dapat melakukan hal-hal kecil
dengan cinta yang besar. —Sr.Teresa