Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 23 Juli 2011

Menikmati Hidup

Baca: Yohanes 10:7-10
Pencuri datang hanya untuk mencuri dan mem­bunuh dan membinasa­kan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.
Yohanes 10:10


Suatu waktu seorang perwira muda yang baru saja menamatkan pendidikan militer-nya di kota, berkunjung ke desa untuk ber-libur. Sore itu di ujung kampung, ia melihat seorang nelayan, sedang tidur-tiduran pada sebuah ayunan di bawah pohon. “Pak lagi santai ya,” sapanya. “Ya, begitulah Nak,” sa-hut nelayan itu. “Hmm... bukankah lebih baik jika Bapak bekerja saat ini; dengan cuaca yang indah ini pasti Bapak akan dapat banyak ikan! Lama-lama dengan kerja keras Bapak bisa mendapat beberapa perahu lagi. Dan kalau sudah ada banyak perahu, banyak ikan, berarti banyak uang. Lalu Bapak tak usah kerja keras lagi, tinggal duduk-duduk santai di tepi pantai dan menikmati hidup!” Dengan senyum si nelayan menjawab, “Emangnya aku ini lagi ngapain sekarang Nak?”
Kisah ini cukup menggelitik kita untuk menilai siapa yang paling benar. Dari kisah di atas kita bisa belajar tentang bagaimana menikmati hidup, sebagai anugerah Tuhan ini. Sebab menikmati hidup itu bukanlah tujuan melainkan sikap dalam menghadapi kehidupan. Bukan apa yang kita miliki yang menentukan kita akan menikmati hidup atau tidak, me­lainkan kesadaran akan siapakah kita bagi Tuhan. “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpa­han,” kata Tuhan Yesus. Anda sungguh berharga di mata Tuhan dan Dia sangat ingin agar Anda menikmati hidupmu! Sebab sejak kita ditebus oleh-Nya, hidup sungguh layak kita nikmati dan syukuri. Apakah hari ini kita sungguh menikmati hidup kita? —Pdt. Ifer Fr. Sirima

Doa: Ya Bapa, tolonglah kami agar mampu menikmati hidup
pemberian-Mu ini dengan hidup jujur dan benar. Amin.

Kamis, 21 Juli 2011

Badai Itu Berkat

Baca: Kejadian 50:15-21
...tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.
Kejadian 50:20


Ada suku terpecil dan belum beradab di bagian dunia ini yang selalu mengutuki matahari karena ketidaksenangan mereka terhadap panas yang dipancarkannya. Ada sebuah tulisan yang mengomentari berita itu, demikian: “Mereka lupa bahwa mereka berutang pada matahari yang dikutuki itu untuk terang, makanan, kesuburan negeri mereka dan untuk beribu-ribu berkat yang lain. Matahari jangan cuma dirasakan pa-nasnya, tetapi rasakan juga berkatnya.”
Yusuf mengalami hal-hal yang tidak enak sejak muda, tetapi ketaatan-Nya kepada Allah mengantar dia menjadi raja Mesir. Bagaimana mengubah badai menjadi berkat?
Jangan mengurangi sedikit pun ketaatan kita kepada Allah. Yusuf dalam berbagai “badai” yang dialaminya, tetap taat kepada Allah sehingga Allah dengan mudah mengarahkan Yusuf.
Badai tidak sama dengan angin sepoi-sepoi. Badai pasti keras dan garang yang membuat orang tidak tahan menghadapinya. Yusuf dibenci, dimasukkan sumur, dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya sendiri. Difitnah oleh istri Potifar. Namun Yusuf tidak mengutuki Allah dan putus asa. Badai tetaplah badai namun ada masanya akan berhenti. Percayalah!
Di balik badai ada tangan Allah yang bekerja. Siapa yang meng-gerakkan badai kalau bukan Allah? Beriman bukan berarti tanpa “badai”. Jika kita percaya di balik badai ada Allah yang bekerja, maka ketika badai berlalu, akan ada ucapan syukur yang keluar dari mulut kita. Belajarlah dari pengalaman Yusuf. Bagi Yusuf “badai” itu berkat yang mengantarnya menjadi raja Mesir. —Pdt. Andreas Gunawan Pr.

Di dunia semua ada batasnya dan badai pasti berlalu, yang penting
carilah berkat Tuhan di balik badai yang menakutkan.

Rabu, 20 Juli 2011

Tuhan, Tolonglah Aku!


Baca: Matius 14:22-33
...Tenanglah! Aku ini, jangan takut!
Matius 14:27


Ketakutan, pasti kita semua pernah meng-alaminya. Ada beberapa reaksi ketika orang menghadapi ketakutan, seperti menjadi ta­kut berlebih-lebihan, berusaha tenang untuk mencari solusi, memilih jalan pintas dengan harapan ketakutan cepat berlalu.
Murid Yesus pernah mengalami ketakut-an, yaitu ketika mereka naik perahu setelah peristiwa lima roti dan dua ikan. Saat itu perahu mereka diombang-ambingkan angin sakal. Di tengah-tengah ketakutan itu, me-reka melihat Yesus berjalan di atas air, tetapi mereka tidak percaya dan mengira itu hantu. Bahkan ketika Yesus me­nyapa, Petrus pun masih belum percaya 100 persen dan minta pembuk­tian dengan berjalan di atas air. Setelah dapat berjalan di atas air, Petrus kembali bimbang dan hampir tenggelam kemudian kembali ia minta tolong kepada Yesus. Tuhan Yesus mengulurkan tangan-Nya dan me­megangnya sambil berkata, “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?”
Peristiwa ini mengingatkan kebiasaan yang sering kita lakukan. Di saat kita diterpa badai masalah, kita lupa Tuhan. Ketika Tuhan menampakkan diri, kita justru takut dan mengira Dia bukan Tuhan kita. Setelah Tuhan menyapa kita, kita pun masih minta pembuktian bahwa Tuhan mampu menyelesaikan masalah kita. Ketika Tuhan telah membuktikan bahwa Dia pelindung kita, kita masih juga bimbang karena besarnya masalah kita. Walau demikian Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, di saat kebimbangan kembali ada dan kita kembali minta tolong kepada-Nya, Tuhan selalu siap menolong. —Pramudya.

Tuhan ampunilah kami jika sering kali mendua hati,
sehingga tidak percaya seratus persen bahwa Engkaulah
Pemberi dan Penjaga kehidupan ini.

Selasa, 19 Juli 2011

Belas Kasih Yesus

Baca: Lukas 7:11-17
Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!”
Lukas 7:13

Air matanya mengalir deras. Dikuatkan di­rinya, meski dengan hati pedih dan hancur, untuk mengantar jenasah anak tunggalnya ke peristirahatan yang terakhir. Hidupnya kini tinggal sebatang kara. Beberapa tahun silam suaminya meninggal dan kini anak tunggalnya juga tiada. Ketika rombongan yang mengiring jenasah anaknya mendekati gerbang Kota Nain, tangisnya pun semakin keras.
Saat itu Yesus sampai di Nain. Ia berpa­pasan dengan rombongan pelayat. Ketika Ia mendengar tangisan ibu itu tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan (ayat 13). Lalu Yesus membangkitkan anak muda itu dan mengembalikannya kepada ibunya (ayat 14-15).
Apa kira-kira yang membuat Yesus menaruh belas kasih kepada janda tersebut? Jawabnya adalah tangisan. Pengalaman tokoh-tokoh dalam Alkitab menunjukkan hal ini. Melihat Maria menangis saat saudaranya, Lazarus, meninggal Yesus sangat terharu, bahkan ikut menangis. Ia pun membangkitkan Lazarus (Yohanes 11:33-43). Hana juga menangis tersedu-sedu dalam doanya memohon seorang anak. Allah mendengar dan mengabulkan doanya (1 Samuel 1:10). Tangisan mereka menyentuh hati dan mengundang belas kasih Tuhan.
Ketika diterpa badai masalah banyak orang menjadi marah kepada Tuhan dan meninggalkanNya. Mari belajar dari para tokoh di Alkitab, ketika badai melanda, mereka semakin sungguh-sungguh berdoa, sampai menangis, memohon belas kasih Allah. Menangis bukan tanda kelemah-an. Tangisan itu menenangkan, meringankan, melegakan, dan yang terpenting mengundang belas kasih Allah. —Liana Poedjihastuti.

Menangis sesungguhnya merupakan rahmat Tuhan.

Senin, 18 Juli 2011

Sumber Pertolongan


Baca: Mazmur 121:1-4
Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku ?
Mazmur 121:1


Bacaan kita ini memuat dua hal penting, gu­nung dan pertolongan. Ketika berbicara ten­tang pertolongan, pemazmur teringat akan gunung. Ketika berbicara tentang gunung, pemazmur teringat akan pertolongan.
Gunung menggambarkan tentang sesuatu yang indah dipandang, menarik untuk dida­tangi. Tetapi ketika kita mulai mendekati-nya, bukan hanya yang indah dan menarik yang ada di sana, tetapi juga berbagai ancaman dan bahaya, seperti licin, terjal, curam, binatang berbisa dan buas, dan arah yang tidak jelas bisa menjebak dan menyesatkan kita. Oleh karena itu ketika pemazmur berharap akan datangnya pertolongan, dan di hadapannya nyata ada gunung-gunung yang gagah, indah menawan tetapi sekaligus menyimpan berbagai bahaya dan di hadapannya juga ada Allah yang walaupun tidak nyata dilihat mata, tetapi yang pada-Nya ada kepastian akan kebaikan-Nya, pemazmur tahu dari mana ia patut menantikan datangnya pertolongan. Ya, dari Allah dan bukan dari yang lain.
Seorang ibu mengalami prahara rumah tangga. Kenalannya menga­jaknya datang kepada “orang pintar”. Ia terkejut tatkala hendak memulai pekerjaannya “orang pintar” itu berkata: “Ibu ini ke luar saja, saya tidak bisa ‘menembus’ karena dia orang Kristen.” Aku sungguh terkejut, kata si ibu menuturkan kisahnya. Entah apa yang dilihat “orang pintar” itu pada diriku. Tetapi aku meyakini itu menandakan ada yang melindungi dan membungkus diriku sebagai orang Kristen. Alangkah bodoh kalau aku justru tidak menyadari itu dan malah mencari pertolongan dari yang lain. —Handoyo.

Pertolongan hanya bisa diharap datang dari Dia, yang walau
tidak tampak tetapi pasti, bukan dari apa pun yang walaupun
tampak tetapi penuh ketidakpastian.