Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 22 Januari 2011

Alzheimer

Baca: Amsal 4:23-27
Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.
Amsal 4:23
Alzheimer adalah gangguan intelektual dan kemampuan kognitif yang menganggu performa sosial dan kerja. Penyakit ini biasa-nya menyerang pada usia 50 tahun ke atas. Di Amerika Serikat dan Eropa, alzheimer menjadi penyebab kematian nomor empat setelah kanker, jantung dan stroke. Tanda umum gejala alzheimer pada stadium awal adalah kemunduran konsentrasi dan daya ingat, kesulitan mempelajari hal baru, sering lupa pembicaraan atau janji, kesulitan membaca kalender dan menentukan waktu, terakhir ketidakmampuan memecahkan masalah sehari-hari. Cara sederhana dan murah untuk mencegah alzheimer adalah dengan menghindari mengkonsumsi junk food, banyak melakukan kegiatan melatih otak seperti membaca buku, mengisi teka-teki silang, dan berolahraga secara teratur untuk memper­lancar aliran darah ke otak.
Input menentukan output. Apa yang Anda masukan dalam tubuh itu pula yang akan mempengaruhi kesehatan serta performa Anda. Kalau selama ini Anda membangun tubuh jasmani dengan pola hidup sehat serta melakukan kegiatan-kegiatan positif, Anda akan menikmati hidup sampai tua dengan sehat, dan sebaliknya.
Sama seperti tubuh jasmani, kita membangun tubuh rohani dengan mengkonsumsi makanan bergizi seperti rajin membaca Alkitab, berdoa dan berpuasa. Tubuh rohani akan selalu sehat dan tak mudah lemah menghadapi badai masalah kalau kita rajin memberinya “makanan bergizi.” Namun kalau tidak teratur memberi makan tubuh rohani, tak heran kita begitu mudah jatuh saat badai masalah menghantam. Tentu kita tak ingin mengalami hal ini bukan? —Richard T.G.R.

Dengan tubuh jasmani dan rohani yang sehat kita bisa melakukan
banyak perbuatan yang memuliakan nama Tuhan.

Langkah Kita

Baca: Mazmur 37:23-26
Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangannya.
Mazmur 37:23-24
Kalimat Tuhan menetapkan langkah-langkah orang bisa disalahmengertikan sebagai takdir, bahwa Tuhan sudah menetapkan, menentu­kan atau menggariskan jalan hidup manusia, dan manusia tidak dapat keluar dari jalan yang sudah ditetapkan oleh Tuhan. Sehingga, manusia ibarat robot yang tinggal mengikuti program dari pembuatnya. Tentu saja bukan demikian. Kata menetapkan sebenarnya memiliki arti yang sama dengan kata: me­neguhkan, menguatkan, menegakkan, atau mengukuhkan. Ini yang membuat Mazmur 37:23-24 menjadi bermakna indah dan sangat menguatkan. Terlebih, kalau kita hubungkan dengan kehidupan Daud yang menulis Mazmur ini.
Langkah kehidupan Daud berkali-kali sempat gontai dan goyah, bahkan tersandung dan jatuh. Ia pernah terancam dibunuh, terjatuh dalam skandal seks, kehilangan anak, dan lain-lain. Tetapi, ia selalu dapat kembali bangun dan langkahnya kembali tegak. Dari mana ia bisa seperti itu? Katanya, “Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangannya.”
Kita ibarat seorang anak yang sedang belajar berjalan, dan Tuhan ada­lah sang ibu. Ketika anak terjatuh, sang ibu memegang tangan anaknya, mengangkatnya untuk berdiri dan berjalan kembali. Demikianlah Tuhan, Ia selalu siap menolong kita untuk berdiri dan berjalan kembali.
Janji firman Tuhan saat ini memberikan keyakinan kepada kita un­tuk menjalani kehidupan dengan langkah mantap, sekalipun kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi di depan kita. Persoalannya apakah kita mau percaya? —Pdt. Yefta Setiawan Krisgunadi.

Doa: Tuhan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi di depan. Bimbinglah
aku untuk menjalani setiap langkah kehidupanku dan melakukan yang
berkenan kepada-Mu. Aku percaya, Engkau tidak akan membiarkan
kakiku goyah. Mantapkanlah langkahku. Amin.

Jumat, 21 Januari 2011

Iman Yang Tidak Tahu

Iman yang Tidak Tahu
Baca: Pengkhotbah 2:20-25
Karena kepada orang yang dikenan-Nya Ia mengaruniakan hikmat, pengetahuan dan kesukaan...
Pengkhotbah 2:26
Memasuki tahun 2011 ada banyak harapan dan keprihatian bercampur aduk dalam benak kita. Begitu banyak harapan yang membesarkan hati, namun banyak pula bayang-bayang gelap yang tak selalu kita mengerti. Karena itulah banyak orang suka berspekulasi dengan mencari pegangan dari sumber-sumber yang tidak bisa dipertang-gungjawabkan. Namun ada pula yang mem-bangun suatu optimisme yang berlebihan de-ngan mengangkat ayat-ayat tertentu dalam Alkitab. Dan berdasarkan ayat-ayat itu, lalu orang yang merasa memahami Alkitab sering menjadi sok tahu. Ia merasa mampu menentukan bahwa Allah sedang marah atau sedang senang pada saat tertentu, bahwa Allah menyukai atau membenci orang tertentu, bahwa Allah menyetujui atau menolak model kesalehan tertentu. Orang semacam itu juga sering merasa mampu menentukan nasib manusia, siapa yang pasti selamat dan siapa yang pasti binasa.
Pengkhotbah agaknya menampilkan iman yang lebih rendah hati, yaitu iman yang banyak meninggalkan pertanyaan tanpa jawaban yang pasti. Bukan iman yang serba tahu, tetapi iman yang mengaku tidak tahu tentang banyak hal. Ia mengajarkan orang untuk takut kepada Allah dan mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada-Nya, tetapi Ia juga menyadari bahwa manusia tidak dapat menyelami pekerjaan Allah. Ia memperlihatkan mana sikap hidup yang baik yang layak dipilih, dan mana yang merupakan kebodohan dan seharusnya dihindari, namun ia tidak berani menentukan nasib manusia berdasarkan perbuatan atau kesalehannya. —Pdt. Ifer Fr. Sirima.

Doa: Ya Bapa, ajarlah kami untuk senantiasa rendah hati
dalam hidup beriman, dengan sikap hidup yang mau
taat pada kehendak-Mu. Amin.

Kamis, 20 Januari 2011

Tekun Dan Sabar

Baca: Kolose 1:9-12
Dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar.
Kolose 1:11
Adalah wajar, apabila secara manusiwai kita memiliki kekhawatiran tertentu dalam memasuki tahun yang baru ini. Sebab, oleh perkembangan situasi dan kondisi, mungkin saja kita merasa sedang mengalami proses penurunan dan kemunduran dalam berba-gai bidang kehidupan, yang kesemuanya itu mengancam kelangsungan kesejahteraan serta keselamatan hidup kita.
Di sisi lain, sebagai orang-orang yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus Juru Selamat, yang telah dan pasti juga akan menyelamatkan hidup kita, kita hendaknya juga percaya bahwa Dia pasti juga, berdasarkan kuasa kemuliaan-Nya, akan memampukan kita “menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar”, seperti dinyatakan Paulus kepada Jemaat Kolose. Oleh kuasa kemuliaan-Nya, kita menjadi mampu menanggung seluruh kekhawatiran dan pergumulan kita, berdasarkan keyakinan bahwa melalui ketekunan dan kesabaran kita itu, pada waktunya kita juga akan “dilayakkan mendapatkan bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam Kerajaan Terang”, yaitu keselamatan sejati dan kekal bersama Kristus dalam Kemuliaan-Nya.
Di dalam menghadapi keadaan yang kita rasakan mengganggu dan merusak kesejahteraan serta keselamatan kita, tanpa kemampuan nyata untuk mengatasinya, yang kita perlukan adalah daya tahan untuk menjalani atau menanggungnya dengan tekun dan sabar, tanpa ke­hilangan rasa selamat dan sejahtera, karena yakin bahwa semuanya itu pasti akan berlalu, dan digantikan dengan keselamatan kekal dalam Kristus. —Pdt. Em. Sutarno.
Doa: Tuhan, kalau persoalan dan kekhawatiran kami sekarang ini
memang menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kami, mampukanlah kami untuk menanggungnya dengan sabar, tekun dan penuh kepasrahan kepada-Mu, tanpa harus kehilangan rasa damai sejahtera-Mu. Amin.

Rabu, 19 Januari 2011

Janji Yang Hidup

Janji yang Hidup
Baca: Yohanes 14:1-14
Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
Yohanes 14:6
Kita suka menikmati “mesin-mesin instan”, seperti ATM, HP, komputer dan sebagainya, namun kita juga sering mengeluhkan kelam­banan mereka hanya karena harus menung-gu satu dua menit saja. Singkat kata, orang menginginkan kepastian di depan mata, sekarang juga. Alat-alat dan orang-orang yang kita anggap dapat memuaskan secara instan lalu mendapat tempat istimewa di hati kita, bahkan menjadi penuntun kita; seolah-olah masa depan tak terjamin dan hidup menjadi
tidak tenang tanpa mereka. Sesungguhnya, seperti apa masa depan kita?
Semasa hidup Daud, Tuhan berjanji, “Apabila umurmu telah genap... maka Aku akan membangkitkan keturunanmu... Kasih setia-Ku tidak akan hilang daripadanya...” (2 Samuel 7:12-16). Daud lalu menaikkan doa syukur untuk pemeliharaan Tuhan atas masa lalu hingga masa depan­nya. Di masa yang berbeda, Tuhan Yesus sendiri berfirman, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal...” (Yohanes 14:1-2); dan sebagai Pembimbing, Ia menegaskan, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (ayat 6).
Mesin-mesin instan sering macet dan tak berkuasa atas masa depan. Namun Tuhan adalah janji yang hidup, yang tak pernah gagal. Mau­kah kita dipimpin hanya oleh janji Tuhan? —Ocky Sundari.

Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,
Ia membimbing aku ke air yang tenang.”
—Mazmur 23:1-2

Selasa, 18 Januari 2011

Tersembunyi Ujung Jalan

Baca: Kejadian 12:1-3; Ibrani 11:8
Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya... - Ibrani 11:8
Salut kepada anak-anak muda yang berani berpisah dengan orangtua untuk sekolah di luar negeri. Mereka sebelumnya sudah pernah diajak orangtua ke luar negeri atau mengikuti program pengenalan lingkungan. Di samping itu motivasi dan cita-cita menjadi bagian dari keberanian itu. Bagaimana dengan Abram? Ia disuruh Tuhan untuk meninggalkan negeri-nya tanpa ditunjukkan ke mana tujuannya, selain janji Tuhan bahwa akan ada penyertaan dan berkat (Kejadian 12:3). Ujung jalan bisa saja tersembunyi, tetapi pimpinan Tuhan tidak pernah salah. Mau coba?
Pimpinan Tuhan seperti peta buta tetapi jelas arahan-Nya. Kadang kala kita dihadapkan pada jalan dengan peta buta. Dengan berbagai tanda tanya kita berseru: “Tuhan, mengapa ini harus terjadi?” atau “Di manakah Engkau, kenapa kami jadi begini?” Jawaban Tuhan Yesus singkat: Ikutlah Aku.” Bagaimana bila jalan tersembunyi itu harus saudara lalui ketika sakit, bermasalah dan hidup dalam penderitaan?
Pimpinan Tuhan adalah berjalan tanpa bertanya lagi. Abraham tidak perlu bertanya, cukup ditanggapi mau atau tidak mau untuk pergi. Percayalah bahwa Tuhan pasti lebih tahu. Pimpinan-Nya tidak pernah salah karena semakin banyak bertanya justru semakin membuat kita bingung sendiri. Nikmati saja perjalanan itu.
Pimpinan Tuhan perlu disikapi dengan iman dan akal budi. Beri­man bukan berarti meniadakan logika. Beriman adalah menundukkan logika di bawah kuasa-Nya. Dengan iman kita percaya, dengan logika kita memahami kehendak-Nya. Abraham beriman oleh sebab itu ia berangkat, Abraham pakai logika bahwa Allah pasti tidak pernah salah menyuruhnya untuk pergi dari negerinya. Bagaimana dengan Anda? —Pdt. Andreas Gunawan Pr.
Iman dan logika dipakai Tuhan agar manusia percaya
dan memahami karya-Nya yang besar dan ajaib.

Senin, 17 Januari 2011

Cerdik

Baca: Matius 10:16
Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.
Matius 10:16
Anak-anak sering diberi dongeng tentang kecerdikan kancil yang mencuri ketimun, bertemu harimau, dan kisah-kisah lainnya. Inti pelajarannya adalah bahwa hidup kancil sukses dan terhindar dari bahaya karena kecerdikannya, padahal kecerdikan itu untuk menipu. Sayang, mungkin tanpa kita sadari, di balik cerita kecerdikan tersebut banyak kelicikan yang ikut tertanam di hati anak. Ilmu tipu-menipu akhirnya diterapkan kelak di usia dewasa. Itulah pendidikan yang diberikan oleh dunia.
Berbeda sekali dengan kecerdikanyang alkitabiah, bukan kecerdikan kancil melainkan, “Cerdik seperti ular, tulus seperti merpati.” Seekor ular mendesir lari menghindari musuh. Jika terpojok dia melingkarkan tubuh-nya seolah-olah pasrah menyerah namun apabila musuh tetap menyerang, dia akan menyerang balik membela diri juga. Kecerdikan membela diri seekor ular adalah sebuah misi apologetika untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.
Lebih dari itu bahwa kecerdikan yang alkitabiah diimbangi dengan sebuah hati yang tulus, jujur dan penuh kedamaian, yang dilambangkan burung merpati. Kecerdikan yang alkitabiah ini yang harus diajarkan oleh orangtua dan opa oma terhadap anak dan cucu.
Cerita Alkitab semestinya dipakai sebagai bahan dasar pendidikan kerohanian bagi anak-anak. Misalnya kecerdikan Daud melawan raksasa Goliat, Daud yang berperawakan kecil dipakai Tuhan untuk menghancurkan angkara murka Goliat. Harapan ke depan agar mereka menjadi generasi penerus yang akan melaksanakan Amanat Agung Kristus. Memberitakan Injil Keselamatan bukan mewartakan kelicikan dan ilmu tipu-menipu sang kancil. —Sumanto Mardihutomo. 
Peran orangtua dan opa oma sangat penting dalam mengubah
paradigma pendidikan kepada anak dan cucu.

Panggil Aku Naomi

Baca: Rut 1
Terpujilah Tuhan, yang telah rela menolong engkau pada hari ini dengan seorang penebus....
Rut 4:14
Dalam bahasa Ibrani nama Naomi berarti menyenangkan. Suatu nama yang manis, na­mun karena pengalaman hidup yang dialami-nya Naomi berkata, “Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku. Dengan tangan yang penuh aku pergi, tetapi dengan tangan yang kosong Tuhan memulangkan aku. Mengapakah kamu menyebutkan aku Naomi, karena Tu­han telah naik saksi menentang aku dan Yang Mahakuasa telah mendatangkan malapetaka kepadaku (Rut 1:20-21).
Mungkin kita bisa menangkap nada getir yang menyertai kata-kata Naomi itu. Bagaimana tidak, selama tinggal di daerah Moab, dalam kurun waktu 10 tahun, dia kehilangan suaminya, Elimelekh, dan kedua anak lelakinya, Mahlon dan Kilyon. Semula mereka berharap mendapatkan keberuntungan dengan meninggalkan Betlehem, yang pada waktu itu dilanda kelaparan, menuju daerah Moab. Ternyata justru di daerah Moab itu Naomi mengalami kehilangan yang luar biasa. Sampai akhirnya ia memutuskan kembali ke Betlehem.
Barangkali saat ini kita seperti Naomi. Perjalanan hidup kita dipenuhi oleh kepahitan dan kegetiran. Belajar dari Naomi, mari “kembali ke Betle­hem”, ke dalam rengkuhan tangan Tuhan. Naomi akhirnya mendapatkan pertolongan Tuhan dengan kelahiran Obed, ayah Isai, ayah Daud (Rut 4:14-16).
Meskipun telah mengalami banyak kepahitan, marilah kita tetap meyakini kasih setia Tuhan. Semestinya Naomi berkata: “Tetap panggil aku Naomi, sebab bersama Tuhan, yang terasa pahit sesungguhnya tetap menyenangkan.” —Liana Poedjihastuti.
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu
untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. –Roma 8:28