Baca: Yeremia
15:10-21
Mengapakah
penderitaanku tidak berkesudahan, dan lukaku sangat payah, sukar disembuhkan?
Sungguh, Engkau seperti sungai yang curang bagiku, air yang tidak dapat
dipercayai.
—Yeremia15:18
Judul di atas mengingatkan kita pada krisis
multidimensi yang meluluhlantakkan Indo-nesia lebih dari satu dasawarsa yang
lalu. Setiap anak bangsa khawatir akibat carut-marutnya percaturan politik
negeri ini yang terbukti sarat dengan kepentingan pribadi serta golongan.
Ditambah dengan berbagai bencana alam, lengkaplah penderitaan bang-sa kita.
Kapan badai ini berlalu dari bumi Nusantara? Memang benar permasalahan yang tak
kunjung sirna sering kali menim-bulkan banyak reaksi dan pertanyaan.
Pengalaman Nabi Yeremia adalah pelajaran berharga yang
korelasi dengan krisis kehidupan manusia. Pergulatan batin yang serius antara
ketulusan sebagai utusan Allah dengan pemberontakan nalar manusiawi-nya cukup
kuat. Sikap apatis umat Israel yang enggan membuka hati terhadap sabda Tuhan,
Allah Israel, membuat ia berputus asa. Dan karena itu, ia pun mempertanyakan
peran serta Tuhan yang mengutusnya. “Engkau seperti sungai yang curang dan air
yang tidak dapat dipercayai.” Tidak ada motif lain di balik ungkapan apa adanya
Yeremia. Ia hanya bermaksud “menggugah” kepedulian Allah, sesembahannya. Dan
ter-bukti! Ternyata kesetiaan Allah itu turun-temurun bagi “orang-orang
pilihan-Nya”. Kerasnya kehidupan merupakan badai yang tak mudah dilewati.
Serbaneka krisis menjadi benalu atau parasit bagi usia dan karya manusia. Hanya ada satu jawaban, badai
pasti berlalu ketika manusia tidak melembagakan dosa, tetapi mengimani Allah
Sang Rahmani yang berkuasa mengubah badai menjadi berkat kehidupan selama-lamanya. —Simon Herman Kian.
Prestasi yang tidak
tertandingi bagi orang beriman adalah
ketika ia Berhasil
melewati badai kehidupan.