Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 19 Februari 2011

Persaingan Positif

Baca: Galatia 6:2
Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu me­menuhi hukum Kristus.
Galatia 6:2
Persaingan melawan orang lain akan meng-uras emosi dan tenaga, bahkan pada akhirnya akan menghasilkan setumpuk kekecewaan pada diri sendiri. Dalam persaingan, ke­tika kita menang dan orang lain kalah, kita bahagia, tetapi hanya sesaat, sifatnya tidak langgeng. Pesaing kita selalu menjadi an-caman, dan menanti saat yang tepat untuk dapat mengalahkan kita. Dapat disimpulkan bahwa persaingan melawan orang lain selalu berakhir dengan kepedihan mendalam. Ka­lau begitu mengapa tidak diganti dengan
persaingan yang positif? Kita berlomba bukan untuk menjatuhkan orang lain, tetapi untuk kebaikan orang lain. Itu adalah pandangan yang sangat Kristiani, seperti dikatakan Paulus dalam Galatia 6:2.
Berusahalah untuk berbuat baik kepada orang lain yang mampu kita jangkau. Hukum resonansi mengatakan bahwa orang yang sudah merasakan kebaikan, akan membalas dengan kebaikan juga. Jadi, suasana yang ada bukan kompetisi untuk mengalahkan yang lain, tetapi untuk mengangkat orang lain. Usaha yang lebih mulia bukan, apalagi kalau didasari dengan prinsip orang yang lemah layak kita bantu, harus kita angkat agar tidak tenggelam?
Jikalau kita sudah melakukan hal ini, kita akan disebut sebagai orang yang bijak. Tetapi ini belum cukup, kita masih perlu bersaing melawan diri sendiri, agar terus termotivasi: prestasi hari ini jangan kalah dengan prestasi hari kemarin. Ini pun belum cukup, kita perlu bersaing untuk menjadi citra Allah yang baik di dunia dalam profesi kita masing-masing. Selamat mencoba. —Pdt. Agus Wiyanto.

Anda dan saya ditugaskan di bumi, untuk melakukan sesuatu
secara produktif dan maksimal demi kemuliaan nama-Nya.

Jumat, 18 Februari 2011

Kasih Dalam Perbuatan

Baca: 1 Yohanes 3:11-18
Anak-anakku marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.
1 Yohanes 3:18
Saya pernah mengikuti seminar tentang solidaritas dengan wong cilik (orang yang tersisihkan), yang biasanya diadakan oleh LSM yang bergerak di bidang kemasyarakat-an. Mereka ingin memperjuangkan nasib wong cilik dalam struktur masyarakat yang tidak adil. Lalu bagaimana implementasi-nya dalam kehidupan sehari-hari, apakah tergerak hati kita untuk menolong secara pribadi kalau berjumpa dengan orang yang tidak mampu yang membutuhkan pendam-pingan?
Memang kasih tidak boleh tinggal dalam wacana melainkan harus dalam wujud perbuatan. Kita bisa melihat dan meneladani Yesus Kris­tus, yang rendah hati dan lemah lembut. Ia setiap hari bergaul dengan rakyat biasa, orang kebanyakan, masyarakat menengah ke bawah. Hati dan tangan-Nya terbuka untuk menolong mereka yang sakit, kerasukan setan dan mereka yang lapar.
Kita perlu mengalami persekutuan dengan Tuhan Yesus secara erat, supaya kita memiliki hati Yesus yang berbelas kasihan. Hanya dengan demikian kita bisa mewujudkan kasih dalam bentuk perbuatan nyata.
Tuhan Yesus menghendaki kita mau memecahkan roti bagi mereka yang lapar, memberi tempat tumpangan bagi mereka yang memerlukan, pakaian bagi yang telanjang. Kita berbagi dengan apa yang kita sendiri butuhkan setiap hari. Jika kita melakukannya, maka pada waktu itulah terang kita akan merekah seperti fajar (Yesaya 58:7-8,10). Kasih tidak berhenti pada wacana, tetapi diteruskan melalui perbuatan nyata. —A. Budipranoto.

Doa: Berilah kami hati yang berbelas kasihan, ya Tuhan,
supaya kami siap mewujudkan kasih dengan perbuatan. Amin.

Kamis, 17 Februari 2011

Cinta Buta

Baca: 2 Samuel 11:2-10
Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu dan orang berkata: “Itu adalah Batsyeba binti Eliam, istri uria orang het itu.”
2 Samuel 11:3
Banyak orang menyesal setelah menjalani berumah tangga hanya untuk beberapa ta­hun lamanya. Alasannya karena telah salah pilih pasangan. Inilah yang disebut Cinta buta. Bukan cinta yang membutakan tetapi nafsu cinta membuat orang tidak memiliki hikmat untuk mengenali pasangannya sebe­lum menikah. Daud yang sudah berumah tangga, masih juga mengincar Batsyeba, istei Uria. Ia lupa sebagai raja yang diurapi Allah. Firman Tuhan memberi petunjuk ba-gaimana menjalin cinta yang kudus dalam keluarga:
Buatlah mata kita untuk tidak membandingkan pasangan sendiri dengan orang lain. Daud tergiur melihat Batsyeba yang sangat elok rupanya (ayat 2). Ia lupa kepada keluarganya sendiri yang pernah ia bawa dalam doa syukur agar selalu diberkati Tuhan (2 Samuel 7:29). Jangan membanding-bandingkan suami, istri, anak-anak dengan yang lain. Penyesalan selalu datang belakangan dan fatal.
Sebelum bertanya kepada orang lain, bertanyalah kepada Tu­han. Daud bertanya kepada orang lain tentang siapa perempuan cantik itu. Daud tidak bertanya kepada Tuhan apakah cara hidup yang se-perti itu berkenan di hadapan-Nya. Daud sudah meniadakan iman dan mengedepankan nafsu berahi semata. Bertanyalah kepada Tuhan bila ada masalah dalam keluarga kita. Awas setan ada di sekitar kita!
Dalam kasus penyelewengan tidak berlaku kata “Lanjutkan!” Demi kebahagiaan dan cinta kepada keluarga lebih baik berkata “Berhenti sam­pai di sini.“ Daud tidak mau berhenti hingga apa yang di tabur akhirnya dituainya sendiri (2 Samuel 12:18). —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.
Cinta Tuhan tidak akan membuat orang mengalami cinta
buta dan akhirnya terperosok ke dalam dosa.

Rabu, 16 Februari 2011

Ketaatan Pada Kebenaran

Baca: 1 Petrus 1:21-23
Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebe­naran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hati.
1 Petrus 1:22
Kasih menjadi unsur yang sangat penting dan mendasar dalam kepercayaan kita. Ka-sih itu jugalah yang memberikan ciri khusus atau jati diri bagi keyakinan kita. Dalam hu-bungan ini, secara sadar atau tidak sadar, kita mungkin lalu beranggapan bahwa dalam hidup dan kegiatan kita, “dengan sendiri-nya” kita pasti berupaya melaksanakan perin-tah untuk mengasihi itu. Pada sisi yang lain, kalau kita mau jujur kepada diri sendiri dan sesama, kita pasti juga akan mengakui bahwa upaya tersebut lebih banyak gagalnya ke-
timbang berhasilnya. Kita cenderung untuk selalu lebih mengasihi diri sendiri ketimbang mengasihi Tuhan dan sesama. Karena itu kita men­jadi kurang memperhatikan dan bahkan meniadakan kasih kita kepada Tuhan dan sesama.
Petrus menyadarkan kita, bahwa kita hanya akan dapat melakukan atau “mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas”, apabila kita telah “menyucikan diri” kita “oleh ketaatan pada kebenaran”. Artinya, berbuat sesuatu berdasarkan dan oleh kasih, bukan merupakan hal yang dengan sendirinya akan kita lakukan. Untuk itu kita terlebih dahulu harus menjadikan hidup dan perilaku kita itu sungguh-sungguh sesuai dengan kehendak Tuhan, sebagaimana dinyatakan di dalam perintah dan hukum-hukum-Nya. Dengan kata lain, kalau kita benar-benar ber­sedia menaati perintah-perintah-Nya, kita tentu juga akan bersedia menjalankan kasih, karena seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi tergantung kepada kasih itu (Matius 22:37-40). —Pdt. Em. Sutarno
Doa: Tuhan, tambahkan ketaatan kami pada perintah-
perintah-Mu, agar kami mampu mengasihi sebagaimana
Kauperintahkan kepada kami. Amin.

Selasa, 15 Februari 2011

Tak Pernah Sempurna

Baca: Efesus 3:14-21
Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus....
Efesus 3:18
Rasanya baru kemarin saya alami kenangan manis yang tidak pernah terlupakan bersama ibu saya. Hari itu, saya harus menerima kenyataan bahwa ibu saya telah dipanggil pulang Tuhan. Kematian telah menjemput­nya. Beberapa hari setelah kepergiannya saya merasakan kehilangan yang sangat dalam. Sore itu, seorang teman pelayan datang mengunjungi saya. Dalam kesedihan saya menyampaikan kepadanya bahwa saya be­lum dapat memberi banyak dan membalas kebaikan ibu, karena waktu itu saya belum
menyelesaikan studi, dan masih banyak beban yang harus ditanggung. Teman pelayan ini mengatakan: “Kita tidak pernah dapat membalas kebaikan dan pengorbanan Ibu kita. Kasih anak sepanjang galah, kasih Ibu sepanjang jalan. Kalau kita ingin membalasnya, bagilah kasih sayang yang pernah kita nikmati darinya kepada orang lain.”
Kata-kata ini baru saya mengerti setelah saya menjadi seorang ibu. Cinta selalu ingin memberi bukan menerima, sebab dalam memberi itulah, kepenuhan cinta kita rasakan dan alami. Betapa bahagianya jika kita memberi dan berkorban untuk anak-anak kita. Kita tidak menghi­tung pengorbanan waktu, tenaga, uang atau apa pun demi kebahagiaan dan kebaikan mereka.
Kristus menunjukkan cinta-Nya yang memberi, Ia memberi segala yang ada pada-Nya, termasuk jiwa-Nya untuk kita. Cinta-Nya membuat kita mengerti, tak cukup kata, waktu atau harta kita untuk membalas-Nya. Dalam memberi itulah, Ia menerima cinta kita, cinta yang tidak pernah sempurna, sampai kita bertanya: “Apa yang dapat kubalaskan kepada-Mu Tuhan?” —Pdt. Meyske S. Tungka.

Satu hal yang membuat kita merasa selalu kekurangan adalah
cinta. Dan satu hal yang tak pernah cukup banyak kita
berikan adalah cinta. —Henry Miller

Senin, 14 Februari 2011

Valentine's Day

Baca: 1 Korintus 13:4-7
Maka Ester dapat menimbulkan kasih sayang pada semua orang yang melihat dia.
Ester 2:15
Hari Valentine jatuh pada hari ini, 14 Februari. Inilah hari di mana setiap orang menyatakan cintanya dengan berbagai cara. Memang itulah indahnya hidup, jika kita bisa menunjukkan kasih sayang pada orang lain. Itulah yang tercatat dalam Ester 2:15, semua orang yang bergaul dengan Ester mencintai dia. Mengapa? Karena Ester menunjukkan kasih sayangnya pada mereka.
Ayunan langkah dua kaki bisa terjadi karena salah satu kaki memulainya, de­mikian juga kasih sayang dan cinta. Kita tidak bisa berharap orang mencintai kita jika kita tidak lebih dahulu melakukannya. Jika kita ramah, orang lain pun ramah. Sebaliknya jika kita cemberut, orang lain pun akan cemberut. Kalau kita bermuka masam, dunia pun akan bermuka masam kepada kita. Jika kita terse­nyum, dunia akan balik tersenyum kepada kita.
Kasih sayang berputar secara timbal balik. Saat kita menunjukkan kasih sayang kepada orang lain, kita menjadi pemberi dan orang lain menjadi penerima. Pengaruhnya, pada orang lain timbul kasih sayang terhadap kita; saat itu orang lain menjadi pemberi dan kita menjadi penerima. Jadi kita melakukan dua hal sekaligus, menolong orang lain memberi cinta dan menolong orang itu untuk mencintai. Hidup adalah putaran memberi dan menerima kasih sayang. Tetapi putaran itu hanya akan terjadi jika ada pihak yang memulai. Kitalah yang memulainya, dengan menimbulkan kasih sayang pada orang di sekitar kita, seperti Tuhan Yesus telah memulainya untuk kita. —Prihanto Ngesti Basuki.
Ada banyak orang yang membutuhkan “gambar hati” dari kita.
Tidak perlu menunggu tanggal 14 Februari, sebab setiap hari
pun bisa menjadi manis seperti hari Valentine.

Minggu, 13 Februari 2011

Berbagi Kasih Sayang

Baca: Matius 22:34-40
Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Matius 22:39
Hari kasih sayang atau dikenal dengan Valentine’s Day diperingati setiap tanggal 14 Februari. Mengapa? Inilah kisahnya. Se­orang uskup di Roma bernama Valentinus mengajarkan tentang kasih kepada setiap umat seperti yang diajarkan oleh Yesus da­lam Matius 22:39 dengan membuat kartu berbentuk hati dengan tulisan Yesus loves you dan membagikannya kepada mereka yang ditemuinya. Ajaran Valentinus ditentang keras oleh Kaisar Claudius yang terkenal kejam pada masa itu, sehingga Valentinus dipenjarakan. Meski di dalam penjara, ia tetap mengajarkan kasih sayang sehingga banyak orang menerima Yesus sebagai Tuhan. Valentinus divonis hukuman mati, dan untuk mengenang jasanya, maka hari kematiannya, 14 Februari, dijadian Valentine’s Day.
Kita dapat melaksanakan perintah Tuhan Yesus untuk mengasihi tidak hanya setiap tanggal 14 Februari, tetapi setiap hari. Dengan kemampuan, situasi, dan kondisi kita masing-masing yang merupakan anugerah Tu­han, kita perlu melimpahkan atau berbagi kasih kepada saudara-saudara kita yang memerlukan bantuan. Misalnya jika kita memiliki pakaian yang masih pantas pakai, kita berikan kepada mereka yang membutuhkan daripada ditumpuk di almari hanya sebagai kenang-kenangan saja. Tak dapat dipungkiri, masih ada di antara kita yang bersikukuh, “daripada diberikan lebih baik dijual robengan.”
Marilah kita berbagi kasih, uang, makanan, dan yang lainnya kepada mereka yang ada di penjara, panti asuhan, orang miskin, dan mereka yang membutuhkan pertolongan, sebagai ungkapan syukur kita. —Teguh Pribadi.

Doa: Tuhan, ubahlah diri kami menjadi manusia yang peduli,
mau berbagi kasih kepada sesama sesuai yang
Engkau ajarkan kepada kami. Amin.