Tentang Sanggar Mitra Sabda

Foto saya
PROFIL Sanggar Mitra Sabda adalah sebuah Lembaga Swadaya Gerejawi, Mitra Gereja/ Lembaga bagi pemulihan relasi dengan Allah; dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan lingkungannya.

Sabtu, 30 Oktober 2010

Menjadi Teladan

Baca: Lukas 9:49-50
Yesus berkata kepadanya: “Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu.”
Lukas 9:50

Apa yang Anda rasakan kalau seseorang meniru tingkah laku Anda atau sesuatu yang Anda kerjakan? Katakanlah orang tersebut meniru cara Anda bertutur kata, meniru usaha yang sedang Anda jalankan atau meniru kebiasaan Anda. Apakah Anda merasa tersinggung atau tersanjung? Kalau boleh, saya menyarankan kepada Anda untuk merasa tersanjung dan membiarkan saja orang itu meniru Anda. Kalau Anda selama ini memiliki kebiasaan yang positif seperti sopan santun dalam berkata-kata, rapi dalam cara berpakaian, rajin bekerja, atau pintar bergaul, biarkan saja orang lain meniru kebiasaan Anda karena itu berarti Anda membiarkan hidupnya menjadi semakin baik.
Perhatikan keadaan sekitar kita. Segala produk yang bermutu pasti akan segera ditiru produsen lain. Kita juga boleh meniru. Kita meniru karena kita ingin selalu belajar dan mencoba hal-hal baru.
Sebetulnya meniru adalah proses yang wajar selama kita tetap menjadi diri sendiri. Sebagai orang Kristen, kita justru harus meneladan dan meniru Tuhan kita, Yesus Kristus. Berbahagialah dan bersyukurlah kalau hidup Anda bisa menginspirasi orang lain sehingga mereka berusaha melakukan apa yang Anda lakukan.
Pertahankan terus kebiasaan dan karakter Kristus yang Anda miliki dan buang segala karakter buruk yang masih tersisa. Hidup kita di dunia ini sangat singkat, jadi berikan nilai-nilai positif dan per¬buatan yang membangun untuk orang-orang di sekitar kita sehingga dari hidup kita mereka bisa melihat karakter Kristus dan meneladaninya. —Richard T. G. R

Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu,
dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu
dan dalam kesucianmu.
1 Timotius 4:12

Jumat, 29 Oktober 2010

Orang Ketiga

Baca: 1 Samuel 1:1-8
Tetapi madunya selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, karena Tuhan telah menutup kandungannya.
1 Samuel 1:6

Sebutan “orang ketiga” mempunyai pengertian negatif. Mengapa? Karena sudah banyak korban akibat “orang ketiga” yang masuk da-lam kehidupan pernikahan, entah dengan cara terang-terangan, sembunyi-sembunyi bahkan dengan kuasa gelap.
Pernikahan Elkana dan Hana yang tidak dikaruniai anak, menjadi pintu masuk bagi “orang ketiga”. Hana sakit hati dengan kehadiran Penina. Akankah Hana minta cerai atau malah stres dan bunuh diri? Tidak! Cara menyiasati hadirnya “orang ketiga menurut Hana” adalah:

Jangan meninggalkan pasangan kita di tengah pencobaan. Cinta memang kuat seperti maut. Pertahankan cinta yang telah dibina mula-mula dan jangan meninggalkan pasangan kita di tengah godaan dan pencobaan. Jangan membuka peluang iblis untuk mencari waktu yang baik (Lukas 4:13). Pertahankan seni bercinta lebih hangat lagi.
Antara madu dan racun, pilihlah botolnya untuk diisi dengan cinta. Hana sakit hati karena madu yang bernama Penina lebih memberi harapan ke masa depan daripada dirinya yang tidak punya anak. Namun Hana lebih suka mencari Tuhan dan mengisi hatinya dengan cinta kepada Tuhan (ayat 10). Akankah Anda meniru Hana ketika cinta terbagi?

Kalahkan “orang ketiga” dengan doa. Siapa sangka bahwa Hana pada akhirnya juga dikaruniai seorang anak bernama Samuel? Padahal Tuhan sudah menutup kandungannya (ayat 6). Bagi Tuhan tak ada yang mustahil. Ketika Hana berdoa, Tuhan hadir membuka kandungannya. Dia adalah Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus, Ketiga-Nya yang Esa. Doa memang luar biasa kasiatnya! —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Kalau harus memilih madu atau racun,
pilihlah botolnya dan isi dengan cinta Tuhan.

Kamis, 28 Oktober 2010

Nasihat Orang Tua

Baca: 1 Raja-raja 12:6-9
Tetapi ia mengabaikan nasihat yang diberikan para tua-tua itu...
1 Raja-raja 12:8

Tak lama sesudah Rehabeam dinobatkan sebagai raja menggantikan Salomo, ayahnya, Yerobeam bersama sepuluh suku Israel wilayah utara menghadap dengan permo¬honan agar raja meringankan beban rakyat yang dulu dibebankan oleh Salomo.
Rehabeam lalu meminta nasihat para orang tua yang dulu menjadi pendamping Salomo. Para orang tua tersebut, yang rupanya tahu kekeliruan Salomo, menasehatinya agar mengabulkan permohonan rakyat, agar rakyat mau tetap tunduk kepadanya. Sayang,
Rehabeam tidak mau menuruti nasihat itu, dan lebih suka mengikuti nasihat orang-orang muda sebayanya. Akibatnya, kerajaan terpecah men-jadi dua, Israel di utara dan Yehuda di selatan.

Dari kisah tersebut dapat ditarik pelajaran, bahwa orang tua, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, mampu memberikan nasihat yang tepat dalam menghadapi persoalan. Sayang, nasihat itu sering tidak dapat diterima oleh “generasi muda” yang menganggap pendapat itu kolot, ketinggalan zaman, dan sebagainya. Sedangkan nasihat yang tidak diterima, dapat membuat yang memberikannya menjadi kecewa, merasa tidak dihargai, hingga enggan mengemukakan pendapat.
Meski demikian, perlu kita sadari bahwa tetap menjadi tanggung jawab para orang tua untuk menyampaikan pendapat dan nasihat kepada kaum muda mengenai apa yang diyakini benar, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Setidak-tidaknya, pendapat dan nasihat itu dapat menjadi masukan pertimbangan yang berharga untuk memperkaya dan mempertepat keputusan yang hendak dibuat. —Pdt. Em. Sutarno.

Doa: Tuhan, karuniakan kepada kami keberanian dan kemampuan
untuk tetap menyampaikan pendapat dan nasihat yang tepat
kepada mereka yang lebih muda dari kami. Amin.

Rabu, 27 Oktober 2010

Mertua Dan Menantu

Baca: Rut 1:7-18
...sebab menantumu yang mengasihi engkau telah melahirkannya, perempuan yang lebih berharga bagimu dari tujuh anak laki-laki. Rut 4:15

Seorang pendeta menggunakan ilustrasi ini dalam khotbahnya. Anggota jemaatnya, seorang ibu, bertanya mengapa Tuhan tidak mendengarkan doanya. “Apa yang Ibu doa¬kan?” Tanya sang pendeta. “Saya doakan agar anak saya bercerai dari istrinya, sebab istrinya tidak menghormati saya, ia jahat terhadap saya,” jelas si ibu. Pendeta itu menyimpulkan bahwa Tuhan tidak mengabulkan doa yang tidak punya maksud baik (Yakobus 4:3).

Saya terpekur sembari membatin, sede¬mikian buruknyakah hubungan mertua menantu, sampai menginginkan anaknya bercerai. Tidakkah si ibu berpikir, dengan perceraian, mungkin ia bahagia, tetapi, apakah putranya akan sebahagia dirinya berpisah dari istrinya?

Tak dapat dipungkiri, dewasa ini masih saja terdengar isu hubungan mertua menantu yang jauh dari harmonis. Tetapi, lihatlah Naomi dan Rut. Hubungan mereka begitu mesra. Pasti ada yang dilihat oleh Rut dari Naomi, yang membuatnya bisa menghormati dan mengasihi mertuanya itu, dan sebaliknya (Rut 1:16-17; 4:15).
Jika kita seorang mertua, apakah perkataan, dan tindakan kita penuh pengertian seperti Naomi? Jika kita seorang menantu, apakah kita mengasihi mertua kita, seperti Rut? Bagaimanapun juga kalau tidak ada dia, ibunya, tidak akan ada suami kita bukan?

Sebagai mertua, sanggupkah kita berdoa seperti Grace Crowell, “Tak ada kata-kata yang memadai untuk mengucapkan syukur kepada-Mu, ya Tuhan, untuk istri putraku... Aku merelakan putraku bagi dia, aku yang telah begitu lama menyiapkan putraku dengan penuh kasih sayang untuk dia...” —Liana Poedjihastuti.

Cintai dan hormati mertuamu, jangan jahat
terhadapnya. Engkau sekarang memang seorang menantu,
tetapi besok engkau juga akan menjadi mertua.

Selasa, 26 Oktober 2010

Saudara Terdekat

Baca: Lukas 15:1-7
Lebih baik tetangga yang dekat daripada saudara yang jauh.
Amsal 27:10

Tidak dapat kita pungkiri, di zaman yang semakin modern ini orang semakin terpusat pada diri sendiri. Alasan seperti kesibukan, dan persaingan yang ketat, telah memaksa manusia untuk berpikir praktis dan efisien. Di satu sisi ini sungguh membuat hidup lebih baik dan mudah, tetapi pada sisi lain hubungan-hubungan menjadi renggang. Jadwal kerja yang padat membuat kesulitan bagi kita untuk berelasi dengan orang-orang yang tinggal di sekitar kita. Sebegitu kuatkah modernisasi memaksa kita menjadi terasing satu dengan yang lain? Menurut saya, itu tergantung dari cara kita me-nikmati kehidupan ini. Seorang teman saya yang super sibuk, tetap me-miliki waktu untuk menyapa dan bercakap-cakap dengan teman-teman tetangganya.

Ternyata kita memang tak dapat hidup sendiri. Kita membutuhkan mereka, orang-orang yang hidup di sekitar kita. Mereka adalah bagian dari proses pertumbuhan yang sehat sebagai komunitas. Pada waktu saya membaca Amsal 27:10 ini, saya teringat nasihat ibu saya: “Saudara yang terdekat adalah tetangga.”

Memang kita perlu menata hubungan dengan tetangga. Kita perlu berbagi dan menjadi bagian dalam kesukaan dan kesedihan mereka. Yesus memberi contoh tentang kegembiraan yang dibagikan oleh se-seorang yang menemukan kembali dombanya yang hilang (Lukas 15:6). Kegembiraan bersama tetangga dijadikan simbol suasana sukacita sur¬gawi. Marilah kita bagikan kegembiraan hidup di dalam Tuhan kepada orang-orang yang ada di sekitar kita, melalui dukungan, perhatian, dan ketulusan untuk saling membantu. —Pdt. Meyske S. Tungka.

Dalam kelebihan dan kekurangan bersama
orang lain, kita saling melengkapi.

Senin, 25 Oktober 2010

Dunia Semakin Sepi

Baca: Mazmur 71:9-12
Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis.
Mazmur 71:9

Seorang pendeta berkata kepada saya bahwa mulai ada gejala di gerejanya, anak-anak muda yang datang ke gereja ternyata ada yang ber-hp-ria dan ber–facebook-ria se¬mentara pelayanan firman. Ini berarti akan tumbuh sikap tidak peduli terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.

Pemazmur yang sudah lanjut usia kha¬watir hidupnya akan mengalami kesepian di tengah keramaian karena miskinnya ke-pedulian. Bagaimana cara menumbuhkan kepedulian agar di dalam keluarga kita tetap hangat dan segar?

Ciptakan budaya menghargai yang tua atau yang berjasa. Tua dan yang purna tugas atau pensiun hampir selalu diartikan tidak berguna, tidak punya apa-apa, tidak produktif dan sebagainya. Kasih dalam ke¬luarga harus mencakup mereka yang tua. Bukankah para lansia masih termasuk warga kita.
Yang habis seharusnya diisi dengan yang baru. Zaman ini banyak produk yang bisa “diisi ulang”. Kenapa kalau yang tua sudah habis kekuat-annya, tidak diisi lagi dengan semangat baru agar tetap hidup dan tidak kecewa di hari tuanya? Adakah anggota keluarga Anda yang perlu “isi ulang”? Mintalah kepada Tuhan, dan penuhkan dengan Roh Kudus.
Kesepian hanya bisa terobati dengan cinta. Tua bukan berarti tidak lagi membutuhkan cinta. Selama masih ada hayat dikandung badan, cinta akan menyertainya. Pemazmur menjerit jangan sampai dirinya ditinggalkan. Mengalami kesepian di tengah keramaian. Tidak ada yang menyapa dan mengasihinya. Ingat kelak yang muda juga akan menjadi tua. —Pdt. Em. Andreas Gunawan Pr.

Kesepian positif bisa melahirkan inspirasi.
Kesepian negatif mengakibatkan jeritan hati.

Minggu, 24 Oktober 2010

Bukan Rutinitas Semata

Baca: Ibrani 9:11-14
Betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh roh yang kekal telah mempersembah¬kan diri-nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan me¬nyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada yang hidup?
Ibrani 9:14

Sering kita melihat antrean di beberapa tempat misalnya di sebuah warung makan, di loket pertunjukan konser musik, di swa¬layan. Mereka rela mengantre di tempat-tempat ramai semacam itu beberapa lama untuk mendapatkan kepuasan sesaat. Mereka mengantre di warung makan yang katanya masakannya enak, sampai makanpun terasa tak nyaman karena belum habis makannya sudah ditunggui orang yang siap untuk menempati tempat duduk yang sedang kita gunakan untuk.

Makanan jasmani saja bisa membuat kita rela untuk mengantre di warung, mengapa kita tak mau untuk mencari makanan rohani yang lebih mengenyangkan kita dari kelaparan rohani kita? Mengapa kita tak memiliki kerinduan untuk pergi ke gereja demi untuk memuasakan dahaga rohani kita?

Kita mungkin punya artis idola yang membuat kita tergila-gila. Tetapi tahukah kita, mereka hanya manusia biasa yang tak layak kita puja-puja secara berlebihan. Kita memiliki Tuhan Yesus yang lebih pantas dan layak untuk kita puja dan idolakan.

Jika kita rela mengantre dengan sabar tanpa mengeluh saat di super¬market, mengapa kita tidak juga sabar untuk mendengarkan khotbah di gereja? Kita cenderung mengeluh karena khotbah terlalu panjang, padahal sehabis kebaktian di gereja kita ada acara. Kita membatasi dengan waktu yang kita tentukan sendiri. Akhirnya kebaktian belum selesai kita sudah kabur. —Sara Tee

Jadilah Kristen sejati yang tak menganggap
pergi ke gereja sebagai rutinitas semata.